Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menciptakan Tempurung Lewat Dunia Maya

29 Mei 2018   08:43 Diperbarui: 29 Mei 2018   10:17 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://pixabay.com

Di dunia maya, Kita dapat berselencar kemana saja. Hanya dalam sekejap, itu fakta. Tetapi apakah kemudian membuat pikiran menjadi terbuka? Jangan terlalu cepat menyimpulkan. Bisa saja iya, tetapi bisa juga terperosok ke dalam 'ruang gelap', seperti halnya tempurung yang dimaksud dalam peribahasa; seperti katak di dalam tempurung. Jangkauan pemikiran menjadi terbatas, 'bergaul' hanya dengan mereka yang dalam banyak hal sama dengan kita.

Teknologi memetakan apa yang kita suka dengan hitungan matematisnya. Rumit bagi saya untuk mengerti, tetapi begitulah yang terjadi. Sehingga, perhitungan itu akan mengantarkan saya dan anda mendapatkan  informasi seperti apa yang kita mau. Berdasarkan kecenderungan kita mencari. Pemikiran praktis, membuat kita hanya mencermati apa yang tersedia.

Padahal apa yang tersedia, adalah konten-konten dalam banyak hal sepemikiran dengan apa yang sudah ada di otak kita. Klop, kita senang, tetapi itulah kubangan itu. Lantas, kita menyimpulkan; begitulah faktanya, itulah 'kebenaran' itu. Tanpa ada pembanding, yang membuat nalar bekerja lebih objektif.

Jika beruntung, kita menemukan objektifitas. Jika sial, kita hanya akan disuguhi informasi sampah. Dari hoax berdata akurat namun beda konteks, hingga hoax yang tanpa data sama sekali. Tetapi karena ditopang oleh berbagai sumber, maka biasanya kita lantas percaya. Padahal jika ditelusuri, bisa saja itu kepalsuan yang saling topang dan mengkait. Terlebih, informasi itu adalah apa yang kita mau dengar. Bukan ingin tahu informasi.

 Berdasar informasi yang tersedia, kita membangun perspektif, menyimpulkan kebenaran. Bumbu propaganda, lambat laun membuat kita semakin berkubang pada kebenaran sesuai perspektif kita saja. Kebenaran yang dipegang bisa jadi menjadi sangat eksklusif. Dan begitulah kini saya mencermati dunia maya kita lewat berbagai perangkatnya. Berisi kelompok-kelompok yang membangun 'kebenarannya' sendiri. Bagi saya tahapnya sudah kronis. Mengabaikan nalar sehat dan objektifitas.

Ironisnya, perspektif yang dibangun jauh dari objektifitas itu digunakan untuk menilai 'kebenaran' pihak lain. Propaganda, membuat masing-masing kebenaran tidak lagi didialogkan tetapi diperdebatkan. Pembuat propaganda senang, karena merekalah pengambil kepentingan dan keuntungan sesungguhnya. Kekuasaan, materi atau mungkin kepuasan bathin. Bisa apa saja yang melatarbelakngi hal ini. Terserah Anda mau mengkaitkannya pada kepentingan seperti apa. Dan Anda akan menemukan orang-orang yang punya kepentingan itu.

Kebhinnekaan, bukan lagi kekayaan belakangan ini. Tetapi sebuah ancaman serius. Karena masing-masing bersembunyi dan menikmati bersembunyi di tempurungnya. Lantas apa yang mesti kita buat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun