Saya sering masuk kelas dan mendapati suasana kelas sama sekali tidak siap untuk belajar. Ini bukan soal sikap para siswa saja, tetapi juga menyangkut konsentrasi mereka. Bisa saja sepertinya mendengarkan, tetapi saya seperti melayang saja diruang hampa, kosong, karena tidak ada respon. Â Bahkan, tidak jarang juga, kehadiran saya diabaikan, seolah tidak ada guru di kelas itu. Masing-masing asik dengan dirinya dan kelompoknya. Apa yang bisa dilakukan, marah, memang efektif untuk membuat mereka mengetahui saya hadir, tetapi bukan jaminan membangun suasana kondusif untuk belajar. Saya kira, itu juga membuang energy positif yang ada.
Pilihannya ada dua, larut dengan suasana siswa, berarti saya dikendalikan mereka, atau saya tetap mengendalikan mereka. Saya memilih yang kedua. Dan Saya juga biasanya memilih untuk tidak marah, karena bisa berdampak bagi kenyamanan pada proses mengajar ketika suasana sudah memungkinkan. Meski, kadang marah juga menjadi alternatif pilihan. Namun lebih sering, suasana berhasil dikendalikan dan dihidupkan dengan antusiasme yang saya miliki bukan dengan amarah saya.
Antusias pada proses, ternyata punya dampak psikologis yang mampu mengendalikan dan memfokuskan suasana kebatinan. Mimik dan intonasi serius yang disampaikan dengan gaya santai, biasanya mampu menyihir kelas. Dari negatif perlahan menjadi positif. Caranya sederhana, saya hanya perlu sedikit menjelajah pada suasana kebatinan para siswa pada saat itu, tidak memaksakan kehendak.
Tulisan ini, bukan berdasarkan kajian ilmiah yang pasti betul karena penelitian yang mendalam. Sama sekali bukan, hanya sekedar share dari proses yang saya alami. Barangkali dapat membantu, tetapi jika ada masukan yang berarti, saya siap berdiskusi. Senang menerima saran kritik Anda, kirim saja ke ;Â presiden_smu@yahoo.com. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H