Kabar yang mengejutkan untk warga Indonesia karena beberapa waktu / tahun yang lalu negara kita khsusnya pemerintahan RI membuat pernyataan bahwasannya di adakannya program BOB wajib belajar 9 tahun, dari respon di atas pemerintah membuktikan bahwa warga negaranya khususnya anak” agar bersekolah dengan MENGUTAMAKAN PENDIDIKAN, Dari kutipan belajar 9 tahun sudah jelas kata belajar di mulai sejak “Dini” di saat umur anak sudah mantap untk belajar di perkirakan umur 7 tahun, untuk itu arti pendidikan ialah
Devinisi Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dan adapun arti pendidikan ialah
“Suatu proses pelatihan dan pengajaran, terutama anak-anak dan remaja di sekolah, ataupun perguruan tinggi, dan lain-lain. Yang di rancang untuk memberikan pengetahuan dan pengembangkan keterampilan.
Adapun pendidikan di artikan sebagai bidang study yang berhubungan dengan cara pembelajaran.
Dapat di simpulkan pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan anak, remaja dalam suatu pembelajaran yang di latih untuk mendidik dalam suatu karakter. Untuk menumbuhkan karakter anak, suatu pembelajaan di haruskan mempunyai strategi yang baik agar dapat terlaksana dengan baik dalam menumbhkan karakter suatu anak dalam suatu pendidikan.
Pendidikan Anak Dini Usia Sebuah Upaya untuk Mensinergikan Pendidikan Anak dengan Potensi Daerah dalam Persaingan di Era Global
Pendidikan anak dini usia menurut ahli psikologi perkembangan, mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan pada anak usia dini diakui sebagai periode yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia dan periode ini hanya datang sekali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga stimulasi dini yang salah satunya adalah pendidikan mutlak diperlukan.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk pendidikan yang dikenal awal oleh setiap anak, maka lingkungan yang penuh dengan potensi dalam mengembangkan seluruh potensi dasar anak harus mampu menjadi penunjang utama dalam mengembangkan potensi dasar anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Salah satu alasan terbentuknya pendidikan anak usia dini karena menurut Al-Ghazali, “Anak-anak merupakan amanah dan tanggung jawab orang tuanya, jiwanya suci murni merupakan permata mahal yang bersahaja dan bebas dari ukiran dan gambaran dan ia boleh menerima setiap ukiran dan cenderung kepada apa yang dicenderungkan kepadanya”.
Ahli psikologi perkembangan, Bredecamp, et all (1997:97) mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan pada anak usia dini diakui sebagai periode yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia dan periode ini hanya datang sekali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga stimulasi dini yang salah satunya adalah pendidikan mutlak diperlukan.
Lalu, pendidikan yang bagaimanakah yang diperlukan? Tentu saja pendidikan yang tidak sekedar mengejar target kurikulum, atau untuk mengejar keinginan masyarakat/orang tua, seperti kemampuan anak membaca, menulis dan berhitung secara maksimal, tetapi pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pendidikan bagi anak usia dini telah berkembang luas, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Berbagai macam program pendidikan anak usia dini ini dikembangkan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Minat mengembangkan pendidikan anak usia dini sebenarnya bersumber dari lima macam pemikiran yaitu:
1.Meningkatkan tuntutan terhadap pengasuhan anak dari para ibu yang bekerja, yang berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi
2.Adanya perhatian yang dikaitkan dengan produktivitas, persaingan yang bersifat internasional, permintaan tenaga kerja yang bersifat global, kesempatan kerja yang luas baik wanita maupun bangsa manapun
3.Pandangan bahwa pengasuhan anak sebagai sesuatu kekuatan utama guna membantu para ibu untuk meningkatkan kualitasnya baik sebagai ibu maupun sebagai sumber daya manusia pada umumnya, sehingga dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja
4.Adanya hasrat untuk meningkatkan kualitas anak sejak usia dini terutama bagi mereka yang orang tuanya kurang beruntung, antara lain yang kurang mampu memasukkan anak ke taman kanak-kanak Program untuk anak usia dini mempunyai dampak positif yang panjang terhadap peningkatan kualitas perkembangan anak.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah. Konsep PAUD merupakan adopsi dari konsep Early Child Care and Education (ECCE) yang juga merupakan bagian dari Early Child Development (ECD). Konsep ini membahas upaya peningkatan kualitas SDM dari sektor “hulu”, sejak anak usia 0 tahun bahkan sejak pra lahir hingga usia 8 tahun.
Teori lama yang merekomendasikan bahwa pendidikan baru dapat dimulai ketika anak telah berusia 7 tahun, kini terbantahkan. Hasil penelitian mutakhir dari para ahli neurologi, psikologi, dan paedagogi menganjurkan pentingnya pendidikan dilakukan sejak anak dilahirkan, bahkan sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Justru pada masa-masa awal inilah yang merupakan masa emas (golden age) perkembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi pada tingkat kanak-kanak pada kurun waktu 4 tahun pertama sejak kelahirannya. Oleh karena itu penanganan anak dengan stimulasi pendidikan pada masa-masa usia tersebut harus optimal. Kemudian, 80% kecerdasan itu terjadi saat anak usia 8 tahun, dan titik kulminasinya terjadi pada saat mereka berusia 18 tahun. Setelah melewati masa perkembangan tersebut, maka berapa pun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi.
Semua aspek perkembangan kecerdasan anak, baik motorik kasar, motorik halus, kemampuan non fisik, dan kemampuan spiritualnya dapat berkembang secara pesat apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup. Perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.
Pola belajar yang diterapkan pada anak dini usia tidaklah sama dengan pola belajar pada anak usia SD ke atas. Untuk itu perlu diperhatikan oleh penyelenggara program pendidikan pada anak usia dini terutama sumber belajar atau tenaga pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar haruslah mengetahui bagaimana pola belajar pada anak usia dini.
Pola belajar pada anak usia dini haruslah dibangun berdasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan anak secara tepat yang pelaksanaannya dikemas sesuai dengan dunia anak, yaitu bermain. yang merupakan kegiatan rutinitas yang sangat menyenangkan bagi anak, serta melalui bermainlah anak akan belajar.
Lebih lanjut, di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan dalam tiga jalur, yaitu jalur formal, non formal dan informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur formal antara lain diselenggarakan dalam bentuk taman kanak-kanak, raudlatul athfal, dan sejenisnya, sedangkan pada jalur non formal antara lain taman penitipan anak, kelompok bermain, taman pendidikan Al Quran, sekolah minggu dan sebagainya. Pada jalur informal, pendidikan anak usia dini ditangani langsung oleh keluarga dan lingkungan.
Lembaga pendidikan anak usia dini kini harus mulai menyelaraskan langkah dan memfokuskan perhatian pada anak-anak, bukan sekedar tuntutan masyarakat atau orang tua. Kurikulum dan proses pembelajaran harus diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengah dunia anak-anak. Para pendidiknya harus memiliki mindset tentang anak-anak dan dunianya, yang bukan miniatur orang dewasa. Keistimewaan dan keunikan anak harus mulai dihargai.
Semua lembaga pendidikan anak usia dini mulai berjalan seirama dalam upaya perluasan akses dan peningkatan kualitas pendidikan. Sinergisme perlu dibangun bersama-sama, sehingga seluruh anak usia dini dapat tertangani. Dengan sinergisme ini permasalahan pendidikan anak usia dini akan terasa ringan, karena kita semua memahami bahwa permasalahan di bidang ini amatlah kompleks, mulai dari banyaknya anak-anak dari kelompok masyarakat marginal yang belum terlayani, sulitnya akses karena permasalahan geografis, keterbatasan tenaga dari segi kualitas dan kuantitas, kurangnya fasilitas, sarana, prasarana dan sebagainya.
Salah satu karakteristik anak adalah bersifat eksploratif dan berjiwa berpetualang, mencermati hal tersebut maka pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak haruslah disesuaikan dengan lingkungan yang paling dekat dengan anak. Lingkungan yang paling dekat dengan anak sudah pasti menyimpan berbagai potensi yang luar biasa, dan seluruh potensi tersebut haruslah dapat dikembangkan oleh semua pihak sehingga mampu mendukung proses pembelajaran anak. Guru sebagai objek yang sangat dekat dan tahu perkembangan anak, harus mampu menangkap hal tersebut dan mampu mengembangkannya menjadi bahan dan modal dalam pengembangan pola pembelajaran anak usia dini.
Anak yang cenderung, belajar dan bermain serta melakukan eksplorasinya terhadap objek-objek yang dekat dan paling dikenalnya. Menurut Claudia Elliason (1994) mengemukakan, ” pembelajaran yang berorientasi perkembangan mempunyai arti bahwa pendekatan yang digunakan guru untuk melaksanakan dan mengajar adalah dari sisi anak itu sendiri, dimana pembelajaran ini cenderung memberi kesempatan kepada anak untuk dapat belajar dengan cara-cara yang tepat, umpamanya melalui pengalaman nyata melakukan ekplorasi serta melakukan kegiatan-kegiatan yang bermakna untuk anak. Tujuan-tujuan dan kegiatan belajar harus mengintegrasikan seluruh aspek perkembangan serta menyediakan kesempatan yang tepat bagi anak agar mereka dapat mengeksplorasi lingkungannya yang penuh dengan potensi luar biasa yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak, sehingga anak mampu mengeksplorasikan lagi apa yang mereka dapatkan guna menghadapi kehidupan di era global yang penuh dengan tantangan.
Lalu, bagaimana cara membangun sinergisme? Semua pihak harus duduk bersama-sama dan membahas satu kepentingan, yaitu anak, bukan yang lainnya. Ego sektoral dan kepentingan harus dikesampingkan. Semua harus kembali pada anak-anak dan undang-undang yang telah mengaturnya. Sinergisme hanya dapat dibangun ketika semua pihak menyadari bahwa tidak mungkin permasalahan pendidikan anak usia dini dapat ditangani sendiri-sendiri.
Bentuk-bentuk sinergi yang dapat dilakukakan antara lain :
1.Bersinergi dalam sumber daya manusia, dimana guru-guru harus mampu memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh daerahnya.
2.Bersinergi dalam konsep dan pemikiran, misalnya pengembangan model pembelajaran di PAUD, pengembangan APE, dan yang sejenisnya disesuaikan dengan ketersediaan potensi di daerahnya.
3.Bersinergi dalam pendanaan kegiatan. Dana yang dirancang harus sesuai dengan ketersediaan dan tingkat kemampuan pendanaan yang telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.
4.Bersinergi dalam waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan, dan sebagainya. Waktu dan tempat penyelenggaraan disesuai dengan kondisi daerah.
Bila seluruh aspek sudah mampu bersinergi maka pemanfaatan potensi daerah dalam pengembangan pola pembelajaran anak usia dini akan mampu menjawab semua tantangan dan problematika yang ada dalam pendidikan anak usia dini. Yang paling utama Pendidikan Anak Usia Dini yang di Indonesia kedepannya mampu berdiri sejajar dengan pola Pendidikan Anak Usia Dini di berbagai belahan dunia, sehingga tantangan di era global yang akan datang mampu ditaklukan oleh generasi selanjutnya.
Cara Jitu Menumbuhkan Semangat Belajar Pada Anak
Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering banyak dikeluhkan orangtua. “Kenapa anak saya ngga senang belajar, maen aja seharian”, keluh seorang Ibu yang hadir diseminar saya. Para pembaca, percayakah Anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah seorang pembelajar? Tapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.
Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah yang kebanyakan orang lakukan saat itu adalah berkata “eh… itu kotor, ngga boleh” sambil menarik barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak belajar. Kemudian saat dia mulai bisa berjalan, mulai ingin tahu lebih banyak tentang lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.
Saat mulai bisa berbicara, bertanya ini dan itu. “Ini apa? Kenapa?” Jawaban yang diterima “lha tadi sudah tanya, tanya lagi dasar cerewet” mungkin saat itu pengasuh dan orangtua sedang lelah juga saat menjaganya sehingga malas dan capek untuk memberikan penjelasan dan ini adalah proses belajar seorang anak. Ada barang baru dirumah dan anak ingin memegangnya atau mengetahui lebih dekat, maka kita orangtua dan pengasuhnya menjauhkan barang tersebut darinya, dengan dalih nanti rusak karena barang mahal.
Berikutnya ada seorang anak berusia 8 tahun, sebut saja Aji. Orangtuanya sangat mengeluhkan, bahwa anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya jika tidak ada perubahan sikap maka kemungkinan besar Aji tidak naik kelas. Saat bertemu, saya yakin Aji adalah anak yang luar biasa. Sesaat saya bertanya tentang hobi dan kesukaannya saat bermain, dengan cepat saya mengetahui anak ini luar biasa. Sebab setelah saya Tanya tentang hobinya ternyata sepak bola, dan tim kegemarannya adalah Arsenal (Liga Inggris). Dan Aji, hafal seluruh pemain inti dan cadangan Arsenal, berikut pelatih dan asistennya serta nomor punggung pemain, tanggal ulang tahun pemain serta daftar pencetak goal dan assist (pemberi umpan) dan point klasemen liga dan urutannya. Gila, luar biasa! (dalam hati saya) Ngga ada yang salah sama hardware (otaknya), tapi masalahnya sama Software.
Satu orang anak yang sama, otaknya kalau dibuat belajar pelajaran disekolah tidak berfungsi (berhitung, menghafal) tetapi hafal seluruh pemain Arsenal. Apa anak ini bodoh? Tentunya Anda sepaham dengan saya, jawabanya adalah tidak. Anak ini pandai luar biasa. Hanya saja salah perlakuan sehingga ia malas dan tidak suka belajar.
Lalu apa yang saya lakukan untuk mengubah agar software menjadi baik dan membuat anak ini agar mudah belajar? Yang saya perbaiki orangtuanya dahulu, sebab untuk anak seusia Aji, jika terdapat masalah dalam hidupnya berarti orangtua yang akan membantu untuk mengatasi masalah anak tersebut. Saya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan anak dan sifat dari pikiran anak, serta pentingnya menomor satukan cinta dalam mendidik anak, yang semuanya akan sangat panjang jika saya jelaskan disini.
Berikutnya adalah tips bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.
1.Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang, apa yang menyenangkan hari ini disekolah?” Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
2.Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan”, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”.
3.Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di Singapore dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai conversation dalam bahasa inggris maka kamu akan sangat mudah berkomunikasi dengan pelatih sepak bolamu yang dari Thailand.
4.Mintalah guru les pelajarannya (jika ada), sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
5.Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan dongeng dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
6.Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.
Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini, sekolah sentra, beserta segala pernak-pernik yang berhubungan dengannya.
Membaca, menulis dan berhitung atau biasa disingkat dengan CALISTUNG, sepertinya sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari Pendidikan untuk Anak Usia Dini. Dari tahun ke tahun, masalah yang sama selalu muncul. Juga pertanyaan yang sama selalu ditujukan pada guru, penyelenggara sekolah atau praktisi Pendidikan Anak Usia Dini. Mengapa di sekolah ini anak saya hanya bermain? Kapan belajarnya? Kapan anak saya bisa membaca? Apakah sekolah ini akan menjamin anak saya bisa membaca? Begitulah kira-kira pertanyaan yang selalu muncul hampir di setiap saat. Membaca, menulis dan berhitung, seakan-akan menjadi satu-satunya hal terpenting dalam pendidikan bagi anak usia dini. Menjadi tolok ukur apakah satu lembaga pendidikan anak usia dini diminati orang tua atau tidak. Laris manis atau kekurangan murid.
Orang tua sering tidak menyadari bahwa ada banyak kemampuan dalam aspek perkembangan anak yang harus dicapai. Sedangkan membaca, menulis dan berhitung hanyalah salah satu pencapaian dari sebuah pembelajaran yang langsung bisa terlihat. Hal ini seringkali menyulitkan posisi sekolah-sekolah untuk anak usia dini, mengingat adanya perbedaan persepsi antara lembaga pendidikan prasekolah (PAUD atau TK) dengan orang tua dan Sekolah Dasar.
Antara Fakta, Harapan dan Tuntutan
Periode 5 (lima) tahun pertama kehidupan anak sering disebut juga sebagai "Masa Keemasan (golden period) atau Jendela Kesempatan (window opportunity) atau Masa Kritis (critical period)" karena periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat pada otak manusia, masa yang sangat peka bagi otak anak dalam menerima berbagai masukan dari lingkungan sekitarnya. Mengingat masa 5 tahun pertama merupakan masa yang 'relatif pendek' dan tidak akan terulang kembali dalam kehidupan seorang anak. Karenanya, masa ini harus dimanfaatkan untuk membentuk anak menjadi anak yang berkualitas tinggi melalui berbagai kegiatan dan stimulasi.
Mengacu pada Tahap-tahap Perkembangan Balita, anak usia di bawah 5 (lima) tahun belum siap untuk belajar secara formal. Mereka masih butuh bermain sebagai sarana mereka untuk belajar tentang kehidupannya. Melalui permainan ini, seluruh kemampuan dasar mereka, seperti pembentukan karakter/akhlakul karimah, fisik, motorik, kognitif, sosial, emosional, bahasa, akan berkembang bila mendapatkan stimulasi yang benar. Mereka belum siap untuk duduk diam mendengarkan guru berbicara di depan kelas karena masa konsentrasi mereka masih sangat terbatas. (Rumus konsentrasi = usia anak X 1 menit). Setelah mengetahui rumus tersebut, kita dapat mengerti kalau mereka belum mampu untuk berdiam diri dalam jangka waktu lama. Sehingga akan sangat memberatkan kalau mereka dituntut harus belajar sebagaimana anak-anak dengan usia yang lebih matang. Bergerak, menyentuh, melihat, mendengar langsung adalah proses yang penting bagi balita untuk mempelajari sesuatu.
Bertolak belakang dengan tuntutan guru-guru serta penyelenggara Sekolah Dasar yang sangat menginginkan anak-anak TK yang mendaftar di SD mereka sudah mampu membaca, menulis dan berhitung. Alasannya, karena akan sangat merepotkan guru apabila anak didik mereka belum menguasai calistung. Mengingat kurikulum SD sudah sedemikian kompleks dan menuntut ritme yang cepat agar semua indikator pembelajaran bisa terlaksana seluruhnya. Tidak jarang pihak penyelenggara Sekolah Dasar mengadakan tes saringan untuk menjaring murid-murid yang sudah menguasai calistung. Akibatnya, orang tua murid menjadi sangat sibuk mempersiapkan anaknya menguasai calistung agar bisa diterima di SD favorit. Mereka tak segan-segan mengikutsertakan anak-anaknya dalam sebuah lembaga bimbel (bimbingan belajar) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Atau memilih sekolah Taman Kanak-kanak yang mengajarkan calistung hingga putera-puterinya siap masuk SD. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, tidak sedikit lembaga pendidikan yang mengajarkan calistung dengan cara yang kurang tepat. Namun bagi orang tua, bagaimana prosesnya tidaklah penting. Apakah proses itu akan membuat anak terampas masa bermainnya atau tidak, bukan menjadi satu hal yang diperhitungkan. Yang terpenting, “Anakku bisa membaca dan diterima di SD Favorit”. Titik. Mereka tidak menyadari bahwa masa bermain yang terampas, kejenuhan karena terpaksa belajar yang belum saatnya, akan berdampak menurunnya prestasi belajar di kemudian hari.
Pendidikan di masa kini sangat di butuhkan karena di sana kita dapat memupuk suatu karakter anak.
Di zaman sekarang zaman berkembang, bahkan negara-negara maju telah dapat membuat anak-anak bersekolah dengan rajin dan seklahnya sampai lulus SMA bahkan Perguruan Tinggi.
Untuk itu saya menginginkan agar pemerintah dapat memperkuat program yang bagus untuk anak-anak usia dini dalam berpendidikan dan agar dapat menerapkannyadengan sebaik-baiknya, agar bangsa kita bangsa Indonesia ini putra-putrinya di masa kini dan masa yang akan datang lebih baik dan dapat memajukan bangsa Indonesia untuk kepentingan berdama bukan perorangan karena didikan merupakan cermin untuk diri kita. Usaha apapun ang akan di terapkan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H