Idul Fitri 2019, saat kira-kira waktu Sholat Ied telah selesai, saya menghubungi teman yang sedang bertugas di pulau Kalimantan untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri dan tentunya mengungkapkan permohonan maaf dengan tulus serta bersilaturahmi meskipun hanya melalui whatsapp call kala itu.Â
Tak lama berselang, saya segera bertanya dengan nada iseng dan mengajukan pertanyaan "kenapa Lebaran kok ga mudik, bro?" dan jawaban yang mengejutkan terlontar dari speaker hp saya berkata "susah jawab pertanyaan dari keluarga besar!" Â
Dari situ saya bisa menduga bahwa pertanyaannya adalah "Kapan Kawin?" atau mungkin pertanyaan dengan berbagai model yang berbeda tetapi intinya tetap sama. Wajar saja pertanyaan itu yang selalu disampaikan keluarga besarnya, mengingat teman saya ini sudah berusia 30+ dan belum menikah.
Mari kita berandai-andai..
Jika teman saya ini memutuskan untuk mudik ke kampung halamannya dan mendapatkan pertanyaan seperti itu, maka sebenarnya probabilitas terjadinya pertanyaan yang sama di tempat yang berbeda juga cukup besar. Mengapa?
Pendapat saya ini didukung oleh sebuah penelitian berjudul "What does it Mean to Be Single in Indonesia?" oleh Himawan et al., (2018).Â
Dalam penelitian tersebut dinyatakan usia menikah di Indonesia semakin tertunda sekitar 3 tahun dari 1970-2010 dengan jumlah orang yang tidak menikah pada rentang usia 35-39 di tahun 2005 meningkat 3 kali lipat.Â
Artinya, tingkat kelajangan di Indonesia meningkat drastis dan bisa saja Indonesia memimpin klasemen sebagai negara dengan tingkat kelajangan tertinggi di Asia dalam kurun waktu beberapa dekade mendatang.
Dengan demikian, probabilitas terjadinya pertanyaan "kapan kawin?" untuk orang lain di tempat berbeda juga sangat tinggi.
Lalu, apa saja faktor yang menyebabkan tingkat kelajangan di Indonesia meningkat? Dalam penelitian yang sama, Himawan et al., (2018) mengungkapkan 3 faktor yang menyebabkan hal tersebut:
 1. Kesetaraan akses pendidikan dan karir.
Pendidikan dan karir menjadi opsi yang cukup populer dibandingkan dengan terburu-buru untuk menikah. Saat ini kita juga sudah melihat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat tajam.Â