Kehadiran Presiden Jokowi dan Prabowo dalam pernikahan Atta-Aurel dinilai mencerminkan ketidakpekaan dan inkonsistensi pemimpin dalam kondisi pandemi. Motif politik pun dianggap tak lepas dari kasus ini.
Namun, atas dasar pernyataan tersebut, sebenarnya tidak perlu diperpanjang. Pernikahan adalah acara sakral dan penuh dengan kebahagiaan, untuk apa dipikirkan sebagai motif politik.
Ada pula lagi menganggap bahwa Prabowo dan Jokowi tidak bijak karena dianggap mengaminkan pesta pernikahan di tengah pandemi.
Sejujurnya, kalau menggelar pesta pernikahan ditengah pandemi pada saat ini sudah diperbolehkan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sudah banyak penulis melihat masyarakat melangsungkan pesta pernikahan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Apakah hal tersebut tidak boleh?. Tentu boleh.
Jadi, kenapa harus mempersoalkan hal tersebut? Terlalu remeh mempersoalkan kedatangan Jokowi dan Prabowo ke acara pernikahan yang ketat dengan protokol kesehatan.
Politisi oposisi selalu melihat kelemahan dari pemimpinnya dan melakukan kritikan-kritikan soal hal-hal remeh seperti ini. Sebenarnya, tidak diperlukan hal tersebut. Maunya yang dipersoalkan adalah hal-hal lain yang berkaitan dengan sebuah kebijakan dan keputusan untuk kepentingan rakyat.
Dalam hal menghadiri pesta perkawinan, tidak perlulah diperpanjang seperti saat ini. Seakan-akan Presiden Jokowi dan Prabowo salah untuk merayakan hari bahagia orang lain. Padahal tidak ada pelanggaran dari kedatangan itu.
Kita inginkan dari siapa saja baik masyarakat dan oposisi adalah kritik-kritik, saran dan nasehat mengenai sebuah kebijakan negara yang berkaitan dengan kepentingan rakyat.
Masih banyak isu-isu yang bisa diberikan saran dan kritik cerdas. Misalnya, masalah deradikalisasi yang sepertinya belum berjalan baik. Kita lihat aksi terorisme tidak juga berkurang malah makin banyak orang yang terjerembab dalam aksi teror bom.
Hal itulah sangat baik dipersoalkan dan dikritik keras agar pemerintah semakin memikirkan dan membuat kebijakan melawan aksi terorisme.