Buzzer atau pendengung biasanya ramai saat masa-masa kontestasi politik seperti pilkada maupun pemilu. Buzzer itu bertugas ibarat "penyerang atau pembela" salah satu pasangan calon dalam pemilu maupun pilkada. Jikalau ada salah satu pihak yang mengkritik salah satu paslon dalam pemilu maupun pilkada, biasanya buzzer datang membela, mengklarifikasi bahkan menyerang balik si pengkritik. Itulah yang sering terjadi.
Sampai-sampai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (1999-2000) era Presiden Gus Dur, Kwok Kian Gie mengeluh karena beliau belum pernah setakut ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja d-buzzer habis-habisan masalah pribadi diodal-adil (detik.com).
Atas dasar itu, sangat layak buzzer ditertibkan agar tidak memberikan rasa takut. Jujur saja, buzzer kadangkala sangat keterlaluan sekali. Begitu cepat menyerang ketika kritik datang kepada salah satu tokoh yang mereka agungkan dan cintai. Hal itu sangat berbahaya bagi demokrasi kita sebenarnya.
Tapi, apakah pemerintah sanggup untuk menertibkan buzzer-buzzer tersebut?. Sepertinya sangat sulit sekali. Persoalannya, buzzer hadir di media sosial mengisi kolom-kolom komentar pihak yang mengkritisi tokoh yang mereka sukai.
Kadang memakai akun-akun palsu atau fake account dan kadang melalui tulisan-tulisan balasan. Itu yang sering kita lihat. Sebab itu, sulit sebenarnya pemerintah menertibkan hal tersebut. Apalagi jika buzzer itu dekat dengan pemerintah, tentu akan mengalami kesulitan.
Karena itu, cara terbaik adalah menghimbau terus menerus agar masyarakat Indonesia menerima segala kritik dan saran yang masuk kepada pemerintah pusat maupun daerah. Tentu kritik yang konstruktif, tidak menyerang pribadi dan menghina.
Kalau sudah sampai menghina dan menyerang pribadi maka layak untuk diproses hukum. Jadi, dengan himbauan sekiranya bisa menyadarkan para buzzer untuk bisa menerima kritik yang datang.
Sistem pemerintahan sekarang sangat menjunjung tinggi semangat demokrasi. Demokrasi kita berdasarkan Pancasila, karena itu, perlu penghormatan kepada setiap orang yang mengeluarkan pendapat, aspirasi dan kritik yang datang.
Karena itu, mari kita untuk meminimalisir buzzer di Indonesia. Karena buzzer menjadi banyak orang yang takut memberikan pendapat dan aspirasinya.Â
Semoga saja, kita semakin menghargai demokrasi dan menjunjung tinggi demokrasi itu sebagai wujud Indonesia ramah demokrasi. Buzzer pun kiranya tidak memberi rasa takut bagi kita.