Kasus penembakan enam dari pengikut Habib Rizieq Shihab oleh kepolisian hingga meninggal dunia sepertinya makin memanas dan memanjang. Beberapa hari ini begitu hangat perbincangan soal kasus tersebut. Ada pendapat agar Komnas HAM ikut mengungkap fakta dan informasi terkait peristiwa tersebut.Â
Namun, terkait peristiwa itu, FPI mengatakan bahwa tidak ada kontak senjata antara pengikut Habib Rizieq dengan kepolisian sehingga perlu pengungkapan lebih detail mengenai itu.
Beredar pula kabar yang mengejutkan saat juru bicara FPI Munarman mengatakan penembakan yang menewaskan 6 anggota FPI atau pengikut Habib Rizieq adalah pembantaian. Ia meminta pelaku penembakan itu dapat segera dipertanggungjawabkan (Tempo.co, 7/12).
Melihat pernyataan Munarman tersebut terlalu berlebihan bahwa penembakan enam pengikut Habib Rizieq Shihab sebagai sebuah pembantaian.Â
Terlalu didramatisir kejadian itu dengan pernyataan Munarman tersebut. Padahal kata pembantaian itu begitu keji dan menyeramkan serta menghilangkan nyawa seseorang secara massal sedangkan polisi tidak bisa sembarangan mengambil tindakan tegas dan memiliki barang bukti beberapa buah senjata api dan senjata tajam lainnya.
Berbeda istilah pembantaian dengan tindakan tegas dan terukur. Tentu pihak kepolisian mempunyai alasan yang jelas dan tegas dalam melakukan penembakan sesuai peraturan yang berlaku.
Daripada timbul pernyataan yang didramatisir dan dilebih-lebihkan tersebut, maka kita tunggu saja proses pemeriksaan dan penyelidikan atas kejadian itu. Kita stop dulu pada kejadian penembakan enam orang pengikut Habib Rizieq Shihab dan jangan membuat pernyataan yang menyudutkan dan menuduh lagi.
Semua itu agar proses penyelidikan dan penyidikan penembakan tersebut dapat terungkap dengan terang dan transparan. Kita sudah lelah satu isu beredar timbul pernyataan aneh, jelek dan menyudutkan orang lain.
Kalau sudah meminta Komnas HAM untuk mengungkap kejadian itu maka kita tunggu saja. Begitu berbahaya sekali bila diksi yang kita pakai dilebih-lebihkan untuk menyoroti satu masalah atau kejadian dapat diartikan lain oleh masyarakat lain.
Penggunaan diksi yang salah dapat juga meningkatkan emosional seseorang sehingga dapat bertindak anarkis sehingga timbul kegaduhan baru. Lebih baik kita lebih tenang menyikapi sebuah masalah dan kejadian. Kalau kita bisa lebih baik dan tenang maka akan ada pemecahan masalah yang tepat dan juga kesimpulan yang jelas.
Untuk juru bicara FPI Munarman diminta juga tidak menggunakan diksi pembantaian terkait kasus tersebut agar tidak menciptakan opini buruk di masyarakat terhadap kepolisian kita.