Di periode kedua pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin saat ini perlu kita ulas bagaimana kualitas demokrasi sekarang ini. Bila kita lihat dari jajak pendapat Litbang Kompas melalui telepon, 14-16 Oktober 2020, menunjukkan 33,5 persen responden menilai kebebasan  berpendapat menjadi persoalan paling mendesak diselesaikan di sektor politik dan keamanan. Diurutan kedua, yakni polemik pembentukan UU (19,1 persen).
Survei terbaru Indo barometer yang menyatakan tidak puas mayoritas berkaitan dengan kebijakan dan demokrasi. Ketidakpuasan karena kebijakan pemimpin hanya untuk golongan tertentu (30 persen), demokrasi berjalan belum sepenuhnya (16 persen), pelaksanaan demokrasi kurang sehat (15 persen), keadaan ekonomi belum berubah (9,8 persen), banyaknya korupsi (9,4 persen).
Apakah sudah baik atau belum?
Berdasarkan survei diatas bisa kita lihat bahwasannya kualitas demokrasi di Indonesia masih kurang baik. Namun, bukan berarti pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin Otoriter. Tentu itu jauh berbeda.
Kalau kita simak hal yang membuat kurang baiknya kualitas demokrasi tersebut salah satunya adalah akibat pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Sebagaimana survei Litbang Kompas sebesar 19,1 persen polemik pembentukan UU. Jelas sudah kalau itu berkaitan dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law baru-baru ini yang disahkan DPR.
Kalau kita lihat dan cermati, permasalahan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law karena kurangnya koordinasi dan pelibatan stakeholder terkait mengenai pasal-pasal di Omnibus Law itu.
Kalau penulis dengar dari yang disampaikan DPR maupun pemerintah dijelaskan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law sudah mengundang beberapa stakeholder terkait, namun ada perdebatan sejumlah pasal yang tidak disetujui oleh stakeholder tersebut, namun di naskah aslinya Omnibus Law yang diributkan atau tidak disetujui itu tidak kunjung diganti atau diubah.
Maka, percuma saja para pihak terkait diundang membicarakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law kalau sama saja yang ditolak mereka masih tetap tercantum di naskah Omnibus Law.
Menjadi kendala dan masalah bila apa yang disuarakan oleh masyarakat dan stakeholder terkait tidak didengarkan. Itulah penyebab demonstrasi secara menyeluruh di daerah yang ada di Indonesia. Dalam hal inilah bisa disebutkan kualitas demokrasi kurang baik.
Kalau dalam kasus hasutan di grup WhatsApp KAMI yang beberapa hari ini lama diperbincangkan, dimana ada sekitar delapan anggota KAMI diamankan atau ditangkap polisi masih bisa kita maklumi. Soalnya, polisi punya bukti valid dan kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, menangkap anggota KAMI tidak bisa disebut sebagai bentuk demokrasi yang gagal maupun otoritarian dari pemerintah.
The Australian National University dan ISEAS Singapura baru-baru ini menerbitkan buku bertajuk Democracy in Indonesia: From Stagnation to Regression?  (2020). Allen Hicken, dalam salah satu bab di bawah itu, yang bertajuk "Indonesia's Democracy in a Comparative Perspective" berpendapat, demokrasi di Indonesia tidaklah sempurna. Namun, ia mengatakan secara umum demokrasi Indonesia dapat dikatakan sehat apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.