Dalam tulisan di Harian Kompas hari ini, 21/9 berjudul "Pilihan Menyelamatkan Rakyat" oleh Jusuf Kalla, terdapat kalimat yang menarik dalam isi tulisan tersebut. Kita diperhadapkan dengan pilihan sangat pelik: mendahulukan kesehatan dan keselamatan jiwa atau pemilihan kepala daerah?. Bila kita menggunakan pendekatan pilihan rasional, maka semua akan memilih kesehatan dan keselamatan jiwa. Angka orang yang tertular di dunia dan Indonesia kian hari kian naik.
Apa yang dituliskan Pak Jusuf Kalla tersebut serta merta untuk mengingatkan dan meminta kepada pemerintah menunda dulu pilkada serentak tahun ini. Banyak alasan yang diberikan, salah satunya saat kampanye digelar, sangat mungkin akan mengundang banyak massa turut hadir didalamnya.
Siapa yang bisa menjamin massa tidak turut dijalan dalam proses prmenangan calon yang mereka dukung dan pilih. Ini jadi kendala pilkada di tengah Pandemi. Apalagi tidak ada juga yang bisa menjamin protokol kesehatan diterapkan secara ketat. Tidak ada juga yang menjamin aparat terkait bisa mengamankan dan mencegah kampanye tidak mengundang kerumunan.
Bukan itu saja, aturan tegas terhadap calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan juga tidak ada. Apa ada aturan yang menegaskan bagi calon kepala daerah yang tidak patuh protokol kesehatan akan didiskualifikasi?. Atau akan didenda bahkan dipidana? Tidak ada!.Â
Andai aturan itu dibuat, pasti akan terjadi konflik antara pemerintah dan partai politik pengusung pasangan calon. Pasti kalau salah satu pasangan calon didiskualifikasi karena tidak patuh protokol kesehatan, maka yang marah adalah partai politik pengusung  karena mereka tidak bisa menerima itu.Â
Oleh karena itu, lebih baik menunda pilkada saja karena hal itu pasti akan dipatuhi seluruh pasangan calon di pilkada serentak tahun ini. Tidak ada juga yang dirugikan dalam hal tersebut. Maka dari itu, pemerintah jangan ragu-ragu buat keputusan yang berat ini.
Kita memilih kesehatan dan keselamatan rakyat atau menggelar pilkada serentak?. Kita sudah tahu bersama-sama bahwa sampai sekarang masyarakat bahkan pejabat negara sudah banyak terpapar virus Corona atau Covid-19.
Contohnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang juga pernah terpapar Covid-19, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah yang sudah meninggal dunia akibat Covid-19. Ada juga Ketua KPU terpapar Covid-19 dan yang baru ini beredar pemberitaan Menteri Agama Fachrul Razi juga terpapar virus Covid-19.
Itu artinya virus ini berbahaya. Coba kalau ada kerumunan di aksi kampanye politik para pasangan calon di pilkada serentak tahun ini. Tentu akan menambah klaster baru penyebaran Covid-19. Sama saja tahun 2021 kita belum bisa bebas dari Pandemi Covid-19 ini sehingga beragam aktivitas akan terkendala dan masyarakat juga menderita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H