Resmi PDIP mendukung pasangan Eri Cahyadi-Armuji sebagai cawali-cawawali di Surabaya. Namun, pemilihan Eri-Armuji dinilai sebagai kemenangan faksi Tri Rismaharini.
"Iya, kemenangan kelompok Bu Risma," kata pengamat politik Universitas Airlangga Prof Dr Kacung Marijan kepada detik.com, 2/9.
Tak heran bila PDIP mendukung Eri-Armuji, "Karena Gini. Saya dengar Bu Mega ini pernah ngomong untuk walikota Surabaya saya serahkan ke Bu Risma," jelas Kacung.
Atas terpilihnya Eria Cahyadi-Armuji membuat pendukung Whisnu Sakti Buana kecewa dan protes.
Dikabarkan bahwa loyalis Whisnu Sakti Buana menyebut Armuji bukan kader PDIP dilansir dari detik.com,(2/9).
Atas adanya kekecewaan ini, kita menjadi tahu sebenarnya politik itu gimana. Kita tahu politik itu tak bisa diterka dan diprediksi. Yang tidak diunggulkan pun bisa menjadi terpilih.
Pilwalkot Surabaya bila kita cermati adalah pilkada yang sangat disorot juga karena termasuk yang diincar oleh PDIP untuk bisa diraih kembali kemenangan. Seorang Tri Rismaharini adalah walikota Surabaya dua periode sehingga ada niatan untuk mempertahankan kepemimpinan pada kader PDIP itu sendiri.
Lihat saja begitu sulitnya PDIP memilih siapa yang cocok dan pantas sebagai pengganti Risma di Surabaya. Bagaikan Bu Megawati sedang galau.
Sebab itulah, dapat dikatakan PDIP sangat matang dalam menentukan pilihannya di pilwalkot Surabaya. Namun, apa mungkin Eri Cahyadi dan Armuji bisa jadi suksesor Risma nanti?.
Ini jadi jawaban yang kita tunggu karena pilihan ada di tangan rakyat. Kalau rakyat Surabaya suka dengan Eri-Armuji maka bukan tidak mungkin dipilih.Â
Persoalannya, rakyat Surabaya percaya gak bahwa Eri Cahyadi-Armuji itu sebagus Risma kepemimpinannya?. Tidak tahu juga.