Isu-isu influencer yang dikaitkan dengan buzzer makin menguat. Hal itu sesuai dengan data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) yang membeberkan sekitar 90 miliar anggaran dikeluarkan untuk membayar influencer menyampaikan sesuatu hal yang berkaitan dengan kebijakan dan program pemerintah.
Namun, ada yang mengkaitkan influencer ini dengan buzzer padahal sebenarnya itu dua hal yang berbeda.
Influencer itu sebenarnya lebih kepada para Youtuber, selebgram, masyarakat sipil yang punya pengaruh besar terhadap masyarakat lainnya dan bisa memberi edukasi kepada masyarakat agar mengikuti apa yang disampaikan influencer tersebut.
Kalau buzzer bagi penulis lebih kepada oknum-oknum yang memihak kepada salah satu pihak dan cenderung menyerang dan membela habis-habisan pihak yang disukainya.
Untuk saat ini, kita berbicara buzzer ini yang berdasarkan politisi Partai Gelora Fahri Hamzah membuat rakyat berantem sama Presiden.
"Dosa terbesar para buzzer adalah membuat sebagian rakyat berantem sama Presiden.. tapi dosa terbesar Presiden adalah membuat rakyat berantem sesama rakyat. Presiden negara mana maksudnya ini," kata Fahri di akun Twitternya dilansir dari Sindonews.com, 1/9.
Membaca cuitan itu, kita langsung berpikiran bahwa buzzer itu sungguh berbahaya sebenarnya. Tapi apa mau dikata kebebasan demokrasi sangat dijunjung di negeri kita.Â
Setiap orang harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi itu tanpa ada batasan. Cuma, perlu disadarkan juga bahwa kebebasan demokrasi bukan berarti menyampaikan pendapat dan aspirasi sesuka hati tanpa ada batasan.
Pernyataan, opini dan ungkapan yang  menyerang pribadi, menyebar hoaks, kebencian, menyerang SARA dan menghina memang harus diproses hukum.
Sebab itulah, buzzer pun harus diproses hukum jika melakukan hal-hal yang dilanggar. Termasuk juga yang dikatakan Fahri Hamzah tadi bahwa buzzer membuat rakyat terpecah belah harus diselesaikan atau diproses hukum.
Pemerintah pun harus menertibkan dan membersihkan buzzer yang melanggar hukum ini.Â