Pilkada serentak 2020 bulan Desember nanti diharapkan tetap menggunakan protokol kesehatan yang ketat. Hal itu untuk mencegah penyebaran yang baru Covid-19 yang sampai hari ini belum berakhir.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun berharap agar gelaran kampanye pilkada tahun ini tidak terbuka dan mengundang penyanyi dangdut dan melibatkan banyak orang.
"Jadi gaya-gaya seperti buka panggung, joget-joget bawa penyanyi, segala macam, sambil nyawer-nyawer itu kemungkinan besar enggak ada," kata Tito saat menggelar rapat kerja di Bengkulu yang diakses dalam YouTube Kemendagri dilansir dari CNN Indonesia, 7/8/2020.
Berdasarkan keterangan diatas bahwa kampanye dengan mengundang banyak massa dan penyanyi dangdut dilarang oleh pemerintah. Bahkan ada usulan bahwa jika aturan itu dilanggar maka calon kepala daerah akan didiskualifikasi.
Sampai Mendagri meminta Bawaslu dari Gakkumdu tetap mengawasi jalannya kampanye dengan mengundang banyak massa tersebut.
Memang patut kita akui bahwa kebiasaan kampanye selalu dengan ada konser-konser mengundang banyak massa. Hal itu disebabkan public figur seperti penyanyi dangdut sebagai penarik minat massa menghadiri kampanye sehingga penyampaian visi dan misi dapat berjalan sesuai harapan.
Ketika banyak massa maka disitulah kesempatan terbaik mengeluarkan semua program, kebijakan maupun visi misi tadi untuk bisa merebut hati rakyat dan pada harinya nanti bisa terpilih sebagai kepala daerah.
Namun, dengan tidak diperbolehkan mengundang banyak massa membuat calon kepala daerah harus cari cara bagaimana bisa mencuri hati rakyat dengan cara virtual.
Tentu itu sulit sekali karena tidak efektif dan efisien. Namanya kampanye selalu dengan turun ke lapangan. Bukan dengan sarana virtual.
Oleh karena itu, penulis berpikiran akan banyak juga yang tidak memilih atau golput diakibatkan pesan kampanye tidak tersampaikan dengan baik karena harus dengan sarana virtual, tidak dengan arak-arakan, konvoi dan konser.