Sosok Rocky Gerung yang merupakan seorang filsuf, pengamat politik dan juga peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) salah satu pengkritik Jokowi yang setia.
Baru-baru ini, beliau mengeluarkan kata-kata yang begitu mengejutkan terkait Djoko Tjandra yang sampai sekarang belum juga ditangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan vonis 2 tahun penjara.
Kata Rocky begini, "Jadi, Djoko Tjandra membully Joko Widodo, sebetulnya. Dua Joko yang punya persoalan sekarang dalam politik ini. Jadi kita musti tagih konsistensi dari Joko yang lain, bukan sekedar Djoko Tjandra," imbuhnya dilansir dari CNN Indonesia.com, 23/7/2020.
Pernyataan itu terkait Djoko Tjandra yang belum juga ditemukan atau ditangkap, sekaligus saat Rocky membaca Asia week yang disebutnya memasang judul "How to Rob a Bank And Getaway In Indonesia, (Bagaimana Cara Merampok Bank di Indonesia Lalu Melarikan Diri).
Pertanyaannya sekarang, benarkah Rocky Gerung "membully" seorang Joko Widodo sesuai pernyataannya tersebut?.
Tidak tepat sebenarnya atau tidak benar kalau "membully" Jokowi. Paling tepat adalah menguji seorang Jokowi agar bisa membantu proses kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Seorang Rocky memakai diksi yang sangat dramatis dan sedikit lebay sebenarnya. Seakan-akan Presiden Jokowi yang salah dari semua perbuatan Djoko Tjandra. Padahal, kasus ini terjadi sekitar tahun 2003 lalu dan disidangkan juga tahun tersebut.
Kita tahu bahwa seorang Jokowi bukan Presiden pada tahun tersebut. Presiden Jokowi baru memerintah di Indonesia tahun 2014 sampai 2024 mendatang. Karena itu, pernyataan Rocky tidak tepat.
Seharusnya Rocky mendorong Jokowi agar bisa memulangkan buron Djoko Tjandra ke Indonesia agar pemerintahan beliau dianggap berhasil menegakkan hukum dan ikut serta memberantas korupsi di Indonesia.
Jadi, kalau Djoko Tjandra berhasil ditangkap maka yang harum adalah pemerintahan Jokowi. Pemerintahan sebelumnya berarti tidak sebagus pemerintahan Jokowi sekarang ini dalam proses penegakan hukum khusus kasus Djoko Tjandra.