Mohon tunggu...
Juan Manullang
Juan Manullang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus FH Unika ST Thomas Sumut IG: Juandi1193 Youtube: Juandi Manullang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gibran dalam "Bayang-bayang" Dinasti Politik, Nama Besar Jokowi dan Kotak Kosong

18 Juli 2020   15:16 Diperbarui: 21 Juli 2020   08:04 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Restu DPP PDIP kepada Gibran Rakabuming untuk maju di pilwalkot Solo tentu akan jadi perbincangan hangat.

Buktinya, banyak tanggapan bahwa nama besar Jokowi yang membuat Gibran dapat melaju di pilwalkot Solo. Kita tahu bahwa ayah Gibran yaitu Joko Widodo adalah Presiden Republik Indonesia saat ini. Atas dasar itu sangat gampang melobi PDIP untuk memuluskan jalan Gibran di pilwalkot Solo.

Bukan itu saja, ada juga tanggapan bahwa PDIP  melanggengkan dinasti politik. Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia.

Dilansir dari Tempo.co, (17/7/2020), Ini penanda buruk bagi PDIP karena akan dianggap  sebagai parpol yang melanggengkan dinasti politik, ujar Dedi.

Selanjutnya, tak kalah menarik ketika Gibran diisukan sangat mungkin melawan kotak kosong karena dominasi PDIP di Solo, partai-partai di DPRD setempat juga sebagian besar merapat ke kubu Gibran.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyatakan pihaknya masih berproses terkait pilkada kota Solo. Dia pun menyatakan tak sehat angin demokrasi andai Gibran-Teguh jadi calon tunggal alias lawan kotak kosong dilansir dari CNN Indonesia, 17/7/2020.

Dari semuanya itu, Gibran masuk dalam "bayang-bayang" dinasti politik, nama besar Jokowi dan lawan kotak kosong. 

Kita sebagai sebuah bangsa  pun tak bisa berkata-kata apalagi. Begitulah situasi politik saat ini yang harus kita jalani. 

Bicara dinasti politik pun kita tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada aturan pidana tentang dinasti politik dalam Undang-undang kepemiluan kita.

Dampak negatif dinasti politik Jokowi dan Gibran juga kita belum tahu. Begitu juga halnya dengan nama besar Jokowi yang melanggengkan Gibran dalam pilwalkot Solo juga, entah itu benar atau tidak, kita hanya bisa berkomentar saja.

Dan, melawan kotak kosong juga yang sangat menarik. Cara yang harus diambil agar Gibran tak melawan kotak kosong adalah ayo para kader partai politik di Solo calonkan kader terbaik mereka atau dari masyarakat yang punya kemampuan, integritas dan kapabilitas juga bisa dicalonkan agar Gibran ada lawan politik di pilwalkot Solo.

Kalau para partai politik tidak berani atau tidak punya calon melawan Gibran, ya apa boleh buat. Sudah pasti Gibran akan melawan kotak kosong dan kita harus legawa untuk menerima semua keputusan di tangan rakyat.

Beginilah situasi politik kita saat ini. Seorang Gibran juga tak bisa dilarang untuk berpolitik karena semua orang punya hak politik, terkecuali hak politik itu sudah dicabut melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kalau tidak dicabut pengadilan maka Gibran sah-sah saja untuk berpolitik. Siapapun tak bisa melarangnya karena itu hak setiap orang.

Jadi, apa boleh buat kalau dinasti politik berkembang di Indonesia. Kita hanya mampu mengkritik saja agar dinasti politik tidak dibiarkan merajalela di Indonesia.

Kesadaran pun penting bagi politisi, pemerintah dan masyarakat  agar tidak melanggengkan dinasti politik itu. Kalau sudah tahu dinasti politik harusnya menolak untuk ikut.

Tapi kalau pun menyadari dinasti politik dari diri sendiri juga tak masalah karena kita semua punya hak politik masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun