Jadi, penting alasan sentimen negatif terhadap kemarahan Presiden Jokowi kemarin jadi pelajaran berharga agar memang bisa berbenah dan memunculkan sikap kritis pemerintah terhadap sesuatu bencana.
Selanjutnya, penulis juga menerangkan bahwa alasan sentimen tersebut mengenai kemarahan yang kesannya didramatisir dan tidak ada lagi yang memuji-muji pemimpinnya sepertinya tidak pas juga.
Soalnya, kalau penulis lihat, tidak ada yang didramatisir dalam pernyataan kemarahan Presiden tersebut dan tidak relevan juga karena tidak ada yang memuji-muji pemerintah lagi.
Penulis melihat murni bahwa itu kemarahan yang berasal secara alami dalam diri Presiden melihat situasi kritis tapi daya juang, daya pikir dan kerja keras tidak maksimal dari menterinya. Wajar saja kalau marah, bukan didramatisir.
Begitu juga tidak ada kaitannya karena tidak ada lagi yang memuji kinerja Presiden periode ini. Mau dipuji maupun tidak, memang seorang Presiden harus bekerja untuk rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Bukan mengharapkan yang namanya pujian dari politisi dan masyarakat.
Jujur saja, dari kedua sentimen negatif tersebut, penulis tidak setuju. Selain itu penulis lebih setuju ketika pemerintah kita peka terhadap nasib rakyat yang harusnya diperjuangkan.
Di saat-saat seperti inilah peran pemerintah yang baik akan mengharumkan, mencerahkan dan menganggap pemerintah kita berhasil oleh rakyat Indonesia.
Karena itu, tetaplah pemerintah bekerja untuk rakyat. Berjuang untuk rakyat dan menumpahkan segala kemampuan, gagasan dan tenaga untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H