Isu-isu reshuffle saat ini bagaikan makanan yang sudah matang dan enak untuk dimakan. Beragam berita online dan televisi memperbincangkan mengenai pernyataan Presiden Jokowi yang bisa saja me-reshuffle menterinya dan membubarkan lembaga.
Akibat pernyataan tersebut membuat banyak pihak menanti kejelasan dan realisasi dari reshuffle tersebut.
Terutama pernyataan dari politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, "Kalau dalam seminggu ini enggak ada kabar, berarti Pak Jokowi cuma omdo ( omong doang)," ujar Mardani dalam diskusi daring dilansir dari Tempo.co, 4/7/2020.
Maksudnya apa?
Pernyataan dari Mardani Ali Sera tersebut sangat aneh sebenarnya. Maksudnya apa?. Seakan-akan memaksakan agar Presiden cepat melakukan reshuffle. Padahal, reshuffle itu adalah hak prerogatif presiden yang tak bisa diganggu dan diintervensi oleh siapa saja.
Dalam melakukan reshuffle banyak yang harus dipertimbangkan. Dalam reshuffle baiknya Presiden harus hati-hati dalam memilih pengganti menterinya karena banyak hal yang harus dilihat.
Kalau cepat-cepat dan asal-asalan maka yang terjadi kesalahan besar yang dapat mengakibatkan kepercayaan publik kepada pemerintah luntur. Itu akan berbahaya bagi pemerintah.
Karena itu, tak perlu dalam waktu sepekan dalam melakukan pemilihan menteri yang baru dengan sistem reshuffle. Tak perlu didengarkan pernyataan politikus diatas.
Harus matang dalam menentukan pilihan agar dampak baiknya dirasakan masyarakat. Karena itu, penulis berpendapat bahwa Presiden Jokowi jangan terburu-buru melakukan reshuffle.
Menteri baru hasil reshuffle juga belum tentu bagus-bagus juga kinerjanya. Pasti tidak akan secepat kilat mengerjakan pekerjaannya sebagai menteri. Pasti masih butuh adaptasi berbulan-bulan agar mengetahui apa sebenarnya pekerjaan menteri yang baru itu.
Belum tentu juga menteri hasil reshuffle akan bisa menghadapi Pandemi Covid-19 ini. Karena Pandemi ini bukan masalah biasa-biasa saja tapi masalah besar yang harus dihadapi bersama-sama.