Kemarin, sudah digelar pemilihan wakil Gubernur DKI Jakarta, dimana politisi Gerindra Ahmad Riza Patria yang menjadi pendamping Anies Baswedan sebagai wakilnya.
Kekalahan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nurmansjah Lubis masih menyisakan kesedihan. Pasalnya, politikus senior PKS Tifatul sepertinya masih belum ikhlas kursi wakil Gubernur DKI Jakarta hilang, padahal seharusnya menjadi jatah PKS. Beliau mencurahkan kesedihannya.
Dilansir dari Media Indonesia.com, 8/4/2020, begini curahan hati Tifatul Sembiring, "Memang kalau dari awal udah enggak niat, susah. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak akan percaya", cicit Tifatul melalui akun Twitter-nya @tifsembiring (7/4).
Dari kondisi itu, memang sejak lama kita tahu ada isu-isu hangat beredar bahwa kursi wakil Gubernur DKI Jakarta diberi pada PKS. Namun, pada akhirnya harus bersaing di gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta dan akhirnya calon PKS kalah.Â
Kalau begini apa mau dikata. Beginilah politik nasional yang sering saya tulis dan para pengamat politik mengatakan tidak ada yang abadi dalam politik. Kawan bisa jadi lawan.
Sekarang berkoalisi, tetapi belum tentu esok. Lihat saja partai Gerindra bersama Prabowo Subianto adalah oposisi atau lawan pemilu dari Joko Widodo yang diusung PDIP, Nasdem dan beberapa partai lainnya.
Tapi apa?, setelah berakhir pemilu, semua jadi kawan, buktinya Prabowo Subianto dapat kursi Menteri Pertahanan dan Edhy Prabowo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Itu adalah bukti tidak ada yang abadi di kancah perpolitikan Indonesia. Kapanpun bisa jadi lawan dan kawan.
Begitulah yang dialami PKS, kemarin berkoalisi di Pilpres dan dalam pemilihan wakil Gubernur DKI Jakarta di DPRD Provinsi DKI Jakarta menjadi lawan hingga akhirnya kalah.Â
Mau gimana lagi, semua hasil harus diterima. Politik memang bisa dibilang "kejam". Kita butuh strategi untuk bisa memenangkan kontestasi politik nasional maupun daerah.
Jangan terlalu menaruh hati terlalu dalam, karena ketika diingkari rasanya akan sakit.