Di dalam sebuah pemerintahan memang penting namanya pengkritik, karena pengkritik itu adalah vitamin bagi jalannya demokrasi kita.
Akan tetapi, kritikan itu harusnya sehat dan bergizi, tidak sembarangan saja atau sesuka hati saja. Itu yang harus kita catat. Sebab itu, tak masalah bila ada pengkritik pemerintah, tetapi harus tetap santun.
Terkait itu, belakangan ini sosok Fadli Zon jarang muncul. Dilansir dari detik com, 4/11/2019), Fadli mengaku saat ini sedang "puasa bicara". Beliau istirahat dulu dan cooling down.
Nah, setelah itu, beliau akan kembali mengkritik demi menyalurkan aspirasi rakyat. Ya, kita dukung sikap itu, yang pasti harus yang santun dan tidak terlalu menyerang pemerintah dengan beragam diksi maupun puisi sindiran yang biasa kita dengar.
Kita juga tahu bahwa Pak Prabowo telah masuk ke koalisi pemerintah, apakah Fadli Zon berani mengkritik pemerintah?. Apakah beliau berani mengkritik, ada ketua umumnya di pemerintahan?. Atau apakah Fadli Zon berani mengkritik Pak Prabowo?.
Inilah menjadi pertanyaan serius buat Fadli Zon. Kita akan melihat bagaimana dinamika politiknya kedepan. Tentu kita menantikan kritikan seperti dahulu dari seorang Fadli Zon, apakah masih setajam dahulu kala?.
Saya sendiri kurang yakin kritikan Fadli akan setajam sebelumnya. Masih belum yakin pokoknya, karena ketum ada di dalam pemerintahan.
Meskipun beliau mengkritik, dalam benak saya tidak akan setajam dan sevokal waktu masa kampanye lalu. Mungkin agak lebih soft, lebih elegan dan lebih halus.
Selain itu, diharapkan bukan hanya Fadli Zon saja sebagai pengkritik yang elegan dan lembut, tetapi ada politisi, pengamat maupun masyarakat yang mengikuti jejak Fadli.
Yang penting harus elegan dan bergizi bukan menyerang pribadi.Â
Hal itu perlu agar demokrasi kita tetap hidup. Pemerintah pastinya tidak antikritik, tidak baper kalau dikritik. Ayolah kita kritik pemerintahan saat ini agar semakin baik. Saya juga akan demikian. Dalam tulisan saya selama ini juga banyak masukan maupun kritikan kepada pemerintah dan tetap menjunjung tinggi etika dan data, bukan asal-asalan, emosi dan berdasarkan kebencian semata.