Kabar mengejutkan datang dari majalah Tempo, sebuah majalah yang terkenal di negeri ini dengan kualitas berita tentunya. Kali ini, majalah Tempo dikritik karena membuat sampul atau cover majalah dengan gambar Jokowi dan bayangan "Pinokio".Â
Akibat hal itu, adanya kontra dengan gambar sampul itu dan mengatakan bahwa itu bagian dari penghinaan.
Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengkritik Majalah Tempo dan menuding Tempo memiliki kebencian menampilkan gambar itu. "Ada apa sih? Kok kebencian Tempo kok begitu mendarah daging sama Jokowi?. Ada apa enggak ada gambar lain, enggak ada foto lain?. Selain itu, relawan Jokowi, Jokowi Mania bahkan sudah mengadukan hal ini ke Dewan Pers (cnnindonesia.com, 16/9/2019).
Terkait ini, saya tak mau menjawab apa itu penghinaan atau tidak. Yang pasti, kalau kita mengetahui bahwa "Pinokio" itu adalah cerita dari sesosok kisah yang pernah juga difilmkan, ketika dia berbohong sedikit saja, maka hidungnya akan memanjang. Jadi, "Pinokio" harus jujur sejujurnya dalam kehidupan.Â
Kita kaitkan dengan sampul majalah Tempo, maka artinya Pak Jokowi "Janji Tinggal Janji" terkait revisi UU KPK yang hangat sekali diperbincangkan. Ya, majalah Tempo sudah pasti dalam berita jurnalistiknya meminta dan melihat fakta bahwa banyak masyarakat tidak setuju dengan revisi tersebut. Sehingga muncullah bayangan "Pinokio" di sampul majalah Tempo.
Bayangan itu karena pendapat masyarakat dan dikaitkan dengan janji Pak Jokowi yang sangat serius dalam memberantas korupsi. Ketika ada revisi UU KPK ini, maka bagi masyarakat Pak Jokowi tidak serius lagi dalam pemberantasan korupsi seperti janjinya.
Terkait mengenai ketidaksenangan atau tidak sependapatnya pelbagai pihak terkait sampul itu, maka itu bagian dari perbedaan pendapat di negeri demokrasi ini. Bila dilaporkan ke Dewan Pers, maka kita tunggu saja hasil keputusan, apa melanggar kode etik jurnalistik atau tidak. Kita sebagai masyarakat yang kontra pun jangan menghakimi majalah Tempo juga agar kita tidak kisruh atau ribut-ribut lagi.
Sebaiknya kita menghormati proses yang ada dan tidak mengutamakan hakim menghakimi. Semoga ini jadi pelajaran berharga buat kita. Buat pemerintah pun, mari dengarkan suara rakyat sebagai suara Tuhan karena rakyat yang memberi amanat untuk memimpin negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H