Kasus Ikan Asin yang dimana pelapornya adalah Fairuz A Rafiq telah menemui titik terang. Di mana saat ini telah ditetapkan tersangkanya Galih Ginanjar, Rey Utami dan Pablo Benua sebagaimana diungkapkan oleh kepolisian Polda Metro Jaya.
Kasus ini pun menarik perhatian banyak orang. Betapa tidak, sewaktu pelaporan dilakukan di Komnas Perempuan, ada beberapa komunitas perempuan yang mendukung Fairuz melaporkan tersangka ke kepolisian dan Komnas Perempuan.
Kasus itu pun tersebar hangat di banyak media, sehingga kita tak luput untuk menyorotinya. Bahkan, banyak pihak bicara ikan asin dan ikan asin. Ada yang mengatakan lagi ayo makin ikan asin dan sebagainya.
Ikan asin pun sepertinya jadi laris manis di pasaran (sepertinya begitu), hehe. Namun, berbicara ikan asin, tak dapat kita menampik bagaimana pengaruh ikan asin terhadap kehidupan masyarakat di Eropa.
Perlu kita ketahui, bagaimana ikan asin sudah dikenal pada masa Mesir kuno, dimana cara mengawetkan ikan adalah dengan pengasinan. Hal itu dilakukan agar makanan tetap awet dan bisa dimakan untuk hari-hari berikutnya.
Dilansir dari Kompas.com, 12/7/2019 Berkat proses pengasinan ini, orang Eropa pada Abad Pertengahan berhasil menemukan dunia baru. Dengan makanan yang diawetkan, mereka bisa berlayar selama berbulan-bulan di tengah lautan.
Nah, apa yang dipaparkan itu membuktikan bahwa ikan asin itu begitu disukai dan dikenal pada saat sebelum kita lahir. Pada masa Mesir Kuno dan Romawi Kuno, ikan asin sudah dikenal. Maksud saya dalam hal ini adalah, mari belajar untuk menyukai ikan asin dan tidak menggosip atau melakukan hal tidak baik terkait ikan asin.
Apalagi sudah kita ketahui kasus ikan asin yang masih hangat, dimana ada dugaan unsur pelecehan maupun pencemaran nama baik di konten itu. Bagi saya, sangat tak layak ikan asin dibawa-bawa untuk mencemarkan nama baik orang lain dengan unsur sarkasme atau sindiran.
Ikan asin itu disukai banyak orang. Kalau masih mentah tentu ada baunya, tetapi tidak menyengat. Semua ikan kalau mentah pun berbau semua. Jadi, dalam hal ini, saya tegaskan tak perlu lagi ada kasus-kasus yang melibatkan makanan hanya untuk kepentingan semata, bahkan melanggar hukum. Baiknya kita bijak dalam kehidupan ini.
Jangan saling melukai sesama kita. Jangan melontarkan kata-kata yang tidak layak. Jangan lagi menyebut nama ikan asin, padahal ikan asin sudah dikenal dan dibutuhkan sejak zaman dahulu. Jadikanlah ikan asin bukan bahan gosipan lagi dan bahan menyindir orang lain, tetapi jadi makanan favorit kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H