Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

9 Alasan Jadi Politikus

17 Juni 2019   11:09 Diperbarui: 17 Juni 2019   11:24 4556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tujuan yang baik, berawal dari motivasi yang baik, tentu dengan proses yang baik pula."

"Perbedaan antara seorang politisi dan negarawan adalah bahwa seorang politisi akan berpikir tentang pemilihan berikutnya, sedangkan seorang negarawan akan memikirkan generasi berikutnya," ungkap James Freeman Clarke. Ternyata ada perbedaan filosofi di antara keduanya.

Namun apakah seorang politisi tidak akan memikirkan generasi berikutnya? Bisa juga, namun yang terjadi kadang yang dipikirkan dan dipersiapkan adalah putra mahkotanya sendiri. Apakah ini salah? Tidak juga, asal bisa profesional dan melakukan amanat yang telah diterimanya itu.

Ada aneka alasan seseorang menjadi politisi. Ada yang dengan alasan positif, negatif dan ekonomis. Di bawah ini ada 8 alasan yang membuat seseorang menjadi seorang politisi, yaitu:

1. Cita-Cita. Mungkin melihat sang ayah atau ibu atau sebagian dari keluarga besar atau lingkungannya adalah seorang politikus, maka ini telah memberikan kesan dalam diri untuk bisa sepertinya.

 Melalui terpaan aneka perbincangan dan informasi perpolitikan dengan aneka suka dan dukanya, maka ini bisa membangun keinginan seseorang, kelak juga ingin menjadi seorang politikus. Akhirnya bisa kuliah di Fakultas Politik.

2. Mengabdi. Saat bertugas akan menimbulkan kepuasaan batin tersendiri. Mungkin tak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang politikus, namun melihat kenyataan sosial dan pembangunan yang ada, lalu membangunkan daya dorong untuk menolong sesama. 

Di sinilah jalur perpolitikan yang ditempuh. Bisa bergabung ke partai politik tertentu atau pun berkuliah di Fakultas Politik. Dan setelah menjadi seorang politisi, hidupnya akan penuh pengabdian kepada masyarakat yang diwakilinya.

3. Diajak. Adanya dorongan atau dukungan dari pihak tertentu. Meski telah memiliki profesi yang mapan (pengusaha, aktor, artis, dokter, dll), lalu ada pinangan dari seseorang atau partai tertentu untuk bergabung. 

Tentu awalnya yang berkepentingan adalah sang pengajak, mungkin untuk mendongkrak suara partai atau paling tidak bisa mendukung pendanaan operasional dari partai. 

Tapi untuk yang diajak bisa menjadi tantangan tersendiri dan tentu telah membayangkan keuntungan yang akan diperolehnya, daripada tetap bertekun diprofesinya yang mulai meredup secara ekonomis.

4. Kesempatan. Mumpung sudah terkenal atau kaya raya, lalu ingin melakukan pekerjaan yang lain. Hal ini bisa berawal dari gabung dengan partai tertentu atau membuat partai sendiri. 

Mencoba keberuntungan, siapa tahu bisa sukses. Mumpung ada kesempatan. Tidak peduli memiliki pengetahuan politik atau ketrampilan berbicara, tidaklah penting, yang penting jadi anggota dewan dulu.

5. Harga Diri. Kehadirannya dalam dunia politik hanya terkait dengan penampilan semata. Senang berbagi kartu nama dan mengenalkan diri sebagai anggota partai tertentu atau dewan. 

Mungkin juga untuk promosi dalam mendapatkan pasangan hidup atau berpamer-ria kepada teman-teman sekolahnya yang dulu sering nge-bully dirinya. Diajak apa pun ok punya, asal tetap eksis Brow ... . Yang  penting bisa selfie dulu. Coba nikmati medsosnya.

6. Sandang Pangan. Ini merupakan kebutuhan pokok manusia. Setelah bisnisnya menurun atau tidak ada kerja yang sesuai dengan bayangannya, maka akan mencoba peruntungan kerja dalam dunia politik. 

Parahnya ketika telah terpilih jadi anggota dewan, tidak mau mengembangkan diri. Saat rapat akan memiliki hobi tidur. Mengapa ini bisa terjadi? Karena tidak ada yang dipikir atau tidak mampu mengikuti alur rapat yang ada. Yang penting akhir bulan tetap terima gajian.

7. Kepentingan Bisnis. Mengembangkan proyek. Ada banyak jalan untuk menjadikan diri kaya. Jika anggota dewan itu seorang pengusaha, maka pada akhir masa jabatannya pasti asetnya akan meningkat dengan drastis. 

Jika bukan seorang pengusaha, maka cukuplah menjadi seorang makelar proyek yang tetap menerima komisi (fee). Di sinilah akan bertumbuh subur yang namanya KKN.

8. Menyebar Ideologi. Ini bisa  mengarah ke kasus SARA. Yang sesuai dengan keyakinannya atau ideologinya, maka akan bisa bekerjasama atau diajak kerjasama. Yang tidak, secara otomatis akan disingkirkan. 

Pernah mendengar orang berkata, "Itu orang kita." Tidak peduli benar atau salah, kalau sepaham, maka otomatis diperjuangkannya jadi benar, meskipun jelas-jelas dia koruptor. Segala cara dihalalkan, asal tujuan tercapai. Kalau perlu, ada korban nyawa pun tidak menjadi persoalan.

9. Balas Dendam. Ada motivasi terselubung dengan kemarahan, maka akan menghancurkan musuh menggunakan jabatan tertentu. Mungkin pernah diolok, dikhianati, ditipu atau disakiti secara fisik atau materi, maka akan mencari dan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan balas dendam. Sehingga semua energi yang mestinya untuk bekerja, namun ada sisipan kemarahanan yang sewaktu-waktu akan meledak. Ini mengerikan sekali.

Kesembilan alasan tersebut bukanlah harga mati, yang artinya pada awalnya bisa dengan motivasi tertentu, namun ternyata diakhiri dengan motivasi tertentu pula. 

Contoh: diawali dengan serius ingin mengabdi kepada masyarakat, namun ternyata diujung lainnya menjadi tersangka kejahatan korupsi. Atau sebaliknya, awalnya tidak jelas atau ikut-ikutan, namun setelah menjabat ternyata bisa berjuang mati-matian untuk masyarakat.

Yang baik adalah diawali dengan kebaikan dan diakhiri dengan kebaikan pula. Namun, selama telapak kaki masih menginjak di bumi, maka masih ada kesempatan seseorang bisa berubah. 

Tidak bisa mutlak mengatakan kinerja seseorang, seperti yang kita harapkan sebelumnya dan sesudahnya akan sama. Itulah pentingnya ada pengontrol untuk pemerintah maupun anggota dewan, supaya tetap bekerja pada jalur yang sesuai dengan sumpah jabatan yang pernah diucapkannya itu.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun