“Ada yang memiliki jabatan, tapi malas bekerja. Ada yang rajin bekerja, tapi tidak memiliki jabatan.”
Telah ramai beredar komposisi menteri baik dari capres no. 1 dan no. 2, padahal hasil real count belum muncul. Ada pendapat pula yang pro-kontra atas nama-nama tertentu yang dipasang itu. Padahal tim menteri yang resmi untuk mendampingi presiden terpilih 2019 belum diumumkan, namun pembahasan telah semarak di media sosial. Harapan dan doa telah dipanjatkan untuk bersaing mengisi lowongan kerja menjadi pembantu presiden itu.
Tahun ini ada 16 partai politik secara nasional yang menjadi 'calo' kerja, para pencari kerja untuk menjadi anggota dewan dengan jabatan wakil rakyat. Ditambah dengan 4 partai politik lokal di Aceh. Ada 7.968 (4.774 laki -laki & 3.194 perempuan) orang calon legislatif yang sedang ikutan bertarung pemilihan untuk mendapatkan kesempatan dari antara kursi yang ditawarkan DPR-RI - 575, DPD - 136, DPRD Provinsi - 2,207, DPRD Kota/Kabupaten - 17,610.
Sekjend KPPI Kaka Suminta seperti dilansir di idntimes.com, bahwa harga kursi caleg bisa antara 2 hingga 5 miliar rupiah. Coba bayangkan, untuk kursi DPR-RI, yang 575 kursi itu akan diperebutkan oleh 8370 orang calon legislatif. Dalam hitungan matematis, maka 1 kursi DPR-RI diperebutkan oleh 14 orang.
Dalam dunia perdagangan, ketika mengeluarkan modal untuk investasi tertentu, maka diharapkan minimal akan bisa kembali modal. Dan yang lebih diharapkan bisa untung berlipat-lipat. Lalu kalau untuk duduk di Senayan dengan modal 5 M, lalu kembali modalnya kapan yach? Apalagi untung? Jadi bukanlah tidak mungkin, saat menjabat akan tetap berjuang untuk mendapatkan keuntungan itu, bukan? Namun, jika nasib lagi sial, bisa pindah kantor dari Senayan ke Lapas Sukamiskin, Bandung.
Meskipun untuk mendapat kerja sebagai anggota legislatif itu begitu sulit dan membutuhkan biaya tinggi, namun tiap ada pemilihan tetap banyak yang menginginkan kursi tersebut. Kalau mau dikatakan bahwa mereka itu tidak memiliki mental wirausaha, tidak juga sih, karena banyak pengusaha sukses juga mencalonkan diri pula.
Segala daya upaya telah dilakukan oleh para pelamar, supaya dirinya bisa diterima dan dicoblos oleh masyarakat melalui partai yang mengusungnya. Mulai dari doa pribadi, hingga titip doa kepada rekannya. Mulai dari dana pribadi, hingga minta sumbangan. Mulai dari jual harta, hingga meminjam. Mulai dari gagap bicara, hingga pandai bicara. Mulai dari malu fotonya dilihat banyak orang, hingga menampilkan foto-foto editan yang memukau.
Alasan yang paling keren terucap adalah untuk mengabdi kepada masyarakat. Namun kalau mengabdi kepada masyarakat, mengapa KPK sering menangkap, bahkan ada yang OTT anggota dewan terhormat ini? Menurut KPK telah lebih dari 220 orang anggota DPRD dan DPR sudah diproses terkait kasus korupsi. Mengabdi itu mulia adanya. Mengapa perilaku yang mulia ini dinodai dengan kejahatan?
Masyarakat sekarang telah cerdas politik, hingga beberapa pemain film atau penyanyi pun disinyalir gagal memperoleh kursi panas ini. Dan ketika artikel ini disusun, para caleg ini sedang berdebar-debar hatinya, sambil memiliki hobi baru yaitu memanjat doa, hingga pengumuman resmi dari KPU pada 22 Mei 2019.
Mencari kerja akan melelahkan fisik. Menunggu panggilan kerja akan melelahkan psikis. Dan pada saat kerja keduanya akan bisa jadi lelah. Maka kalau tidak mendapatkan keuntungan dari jabatan ini, maka tidak akan banyak yang melamar. Minimal akan mendapatkan keuntungan dari harga diri yang naik, karena memiliki jabatan sebagai wakil rakyat.