Tradisi menggelek tobu adalah salah satu tradisi turun menurun yang berada di Pulau Belimbing Kuok,Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Pulau Belimbing adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Bangkinang Barat,Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Desa ini terletak di Pulau Belimbing yang berjarak 65 km dari Kota Pekanbaru dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 1 jam perjalanan.
Kuok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang memiliki luas wilayah 6.000 Ha. Kuok terkenal dengan wisatanya, mulai dari rumah adat, kegiatan masyarakat, pagelaran seni, serta destinasi keindahan alamnya yang banyak menarik wisatawan untuk berkunjung dan
menikmatinya salah satunya tradisi Menggelek tobu.
Tradisi menggelek tobu adalah tradisi manggelek atau menggiling tebu dengan menggunakan alat tradisional yang terbuat dari kayu yaitu batang kelapa besar dan panjang yang disebut dengan gelek tobu. Disaat menggelek tobu butuh kekompakan banyak orang, biasanya sampai 10 orang, 5 orang pemuda dan 5 orang pemudi.
Tebu atau tobu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat.
Tebu adalah jenis tanaman penghasil gula dan hanya tumbuh didaerah yang memiliki iklim tropis. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga kebutuhannya terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Tebu merupakan sumber pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula.
Manggelek tobu dilakukan karna dahulunya belum mengenal yang namanya gula pasir sehingga untuk keperluan gula kita menggunakan sebuah alat pemeras tebu berbahan dasar kayu besar yang nanti air tebu ini di masak menjadi manisan.Sebagaimana budaya dan tradisi masyarakat Kampar bahwa zaman dahulu pergaulan sangat dibatasi antara pemuda dan pemudi khususnya untuk anak perempuan. Sehingga melalui kegiatan manggelek tobu inilah pemuda pemudi dapat. bertemu untuk berkenalan.
Salah satu pertemuan antara pemuda dan pemudi di acara menggelek tobu ini merupakan bentuk wujud dari gotong royong dan ini terjadi dalam menyambut bulan puasa ramadhan untuk perbekalan bulan puasa. Pada masa itu belum mengenal industri pembuatan gula setelah menemukan gula pasir, salah satu bahan masakan atau makanan kita menemukan bahan untuk membuat gula pasir yaitu dari tebu di buat sebagai manisan. Mulai dari era 80-an, dan tradisi ini masih berlanjut oleh masyarakat namun nilai yang diambil adalah sifat kegotong royongan atau kerja sama walaupun telah adanya gula pasir, manisan ini juga banyak di butuhkan oleh masyarakat sebagai bentuk melestarikan budaya yang fungsinya tetap sama yaitu sebagai ajang pertemuan antara pemuda dengan catatan disaat menggelek tebu ada orang tua yang menjaga dikawasan penggiling tebu,dimana peran orang tua sebagai perantara.
Artinya perantara ini sebagai penghubung andaikan ada keinginan untuk mencari jodoh dan melanjutkan ke jenjang perkawinan maka pihak dari yang laki laki akan menyampaikan keinginannya tersebut kepada si ibu yang menjaga disaat menggelek tebu berlangsung dan si ibu ini
yang akan menyampaikan ke anaknya kemudian ibu dari pihak perempuan akan menyampaikan ke keluarga laki laki. Sifat inilah yang meminang si laki laki dengan catatan laki laki ini menyampai kan dahulu ke ibu perempuan tersebut. Di daerah pulau
belimbing ini memiliki suku otomatis kita mencari perempuan di luar suku kita, karna kita memiliki berbagai suku dan biasanya kita dianjurkan untuk menikah di luar suku karna itu sudah peraturan adat yang berlaku sampai sekarang.
menggelek tobu membutuhkan waktu yang cukup lama proses pengerjaannya. Oleh karena itu, waktu yang cukup lama ini lah yang menumbuhkan rasa persaudaraan dan kebersamaan antar sesama. Tidak hanya sekedar manggelek tobu mereka juga akan makan bersama-sama.
Menggelek tobu memiliki nilai-nilai budaya yang bermanfaat bagi masyarakat seperti terjalinnya kerja sama yang dapat mempererat tali persaudaraan, sebagai ajang perkenalan antar muda mudi dan bahkan dapat menjadi tempat mencari jodoh. Tradisi budaya manggelek tobu perlu terus dilestarikan agar warisan budaya tidak
hilang di tengah zaman yang terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H