Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paman dan Bibi? Bu Lek dan Pak Lek, Kali?

6 Februari 2015   15:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:43 6887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam pelajaran bahasa Indonesia dulu saya seringkali mendengar istilah paman dan bibi merujuk pada saudara ayah atau Ibu kita. Tapi dalam dunia nyata saya sepertinya tidak pernah mendengar istilah tersebut. Umumnya orang orang disekitar saya lebih terbiasa memanggil om dan tante. Hal ini terutama terjadi pada keluarga muda yang anak pertamanya berusia di bawah 10 tahun.

Kemudian muncul di benak saya, bukankah istilah paman dan Bibi sepertinya sudah ketinggalan zaman ? apakah istilah ini 20 tahun yang akan datang akan hilang dan sekedar menjadi sebuah perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia yang sudah sulit ditemui di dunia nyata?

Hal yang sama saya temui juga dengan istilah bapak dan Ibu untuk mengacu pada panggilan ayah dan Ibu. Panggilan yang umum pada zaman dulu, tapi sekarang sudah mengalami penyempitan makna. Orang di sekitar saya tidak ada yang memanggil orangtua dengan sebutan bapak dan ibu, tapi papa mama. Atau abi umi. Bagi saya sah sah saja. Saya hanya menyoroti bahwa panggilan bapak dan ibu sekarang hanya untuk mengacu pada panggilan formal, misalnya Bapak Johan, Ibu Widya dll, tapi untuk panggilan akrab antara anak dan orang tua maka tidak ada panggilan itu.

Tapi hal ini masih mending. Bagaimana dengan istilah Pak lek dan Bu Lek yang artinya sama dengan istilah om dan tante dalam bahasa Jawa? Generasi mudayang masih anak anak sudah tidak mengenai istilah seperti ini sepertinya karena sudah jarang dipakai kecuali oleh orang tua mereka yang merupakan generasi lama memanggil pak Lek dan Bu Lek mereka, tapi tidak diajarkan untuk anak anaknya. Bahkan family saya yang ada di desa sudah mulai membiasakan anak anakyang masih kecil untuk panggilan om dan tante kala bertemu dengan kami. Panggilan Bu Lek dan pak Lek hanya untuk generasi sebelumnya atau yang sudah beranjak dewasa.

Dalam sosiologi sudah dikenal istilah perubahan social budaya. Dan Saya rasa ini termasuk perubahan social budaya dalam hal bahasa di budaya jawa dimana generasi sekarang sepertinya akan merasa tertinggal dan tidak modern kalau menggunakan istilah ndeso semacam itu, dan harus menggunakan istilah yang lebih modern. Perubahan ini social budaya ini berjalan secara lambat tapi sangat terasa. Tidak ada penolakan dan resistensi dalam masyarakat karena dianggap tidak membahayakan semacam pornografi atau budaya kekerasan. Kita hanya merasa semakin aneh kala mendengar istilah lama dalam kehidupan sehari hari karena semakin jarang penggunanya.

Generasitua juga sepertinya juga tidak mampu memberikan suatu perlawanan yang berarti, karena ayah saya juga biasa biasa saja termasuk bercakap cakap dengan cucu cucunya yang sudah dibiasakan sejak kecil untuk selalu berbicara dalam bahasa Indonesia. Pernah dicoba untuk berbicara dalam bahasa jawa untuk cucunya yang masih kecil dan sang cucu tidak paham sama sekali sementara diajak bahasa Indonesia langsung paham, padahal sang cucu hidup di Kota Solo, bukan di Jakarta lho. Akhirnya ya ayah saya selalu bercakap cakap dengan bahasa Indonesia, dan ketularan menggunakan hal yang sama dengan cucu cucu lain dari anak yangberbeda padahal cucu cucu lain yang agak besar selalu berbicara dengan menggunakan bahasa jawa ngoko biasa.

Hanya saja saya melihat dari suku jawa, karena entah kenapa panggilan yang mencerminkan cirri local di suku lain sepertinya masih terjaga dengan baik, misalnya panggilan tulang , opung, masih umum dikenal di telinga saya, tapi di suku jawa semakin sukar menemukannya untuk generasi muda yang baru sekolah ini.

Kadangkala saya berpikir, apakah ini sebagai wujud dari rasa keminderan bangsa initerkhusus suku Jawa sehingga terkesan kuno kalau masih memanggil pak lek dan bu lek pada paman dan bibi mereka. Apakah mungkin ini juga dampak dari penjajahan sekian tahun oleh bangsa barat sehingga dalam alam bawah sadar bangsa, terkhusus suku jawa ini ada suatu keminderan bahwa mereka lebih inferior daripada bangsa asing sehingga harus menggunakan istilah istilah yang lebih keren karena modern sama halnya dengan budaya asing, terutama barat dan istilah local itu mencerminkan sebuah ketertinggalan?

Hmmm, jadi ingat kalau nonton film film jepang, mereka memanggila ayah dan ibu mereka bukan dengan papa mama seperti layaknya di berbagai belahan dunia yang lain, tapi mereka memangil dengan oka san dan oto san, pelafalannya jauh berbeda dengan papa mama papi mami, artinya itu bahasa local mereka. Sebagai bangsa yang dianggap Negara maju, mereka tidak terpengaruh dengan itu dan tetap mempertahankan cirri. Itu kalau yang di film lho ya , nggak tau kalau di dunia nyata siapa tahu generasi mudanya memanggil mummy and daddy, hahahahaha. Itu sungguh sebuah contoh budaya yang dipertahankan walau globalisasi terjadi di dunia ini sementara mereka adalah Negara yang sangat maju.

Mungkin saja kita memang sudah harus siap siap bahwa istilah panggilan local ini kelak hanya akan menjadi perbendaharaan bahasa jawa tapi tidak pernah digunakan lagi dalam kehidupan sehari hari. Begitu juga dengan sebutan paman dan bibi mungkin hanya akan menjadi perbedaharaan yang digunakan masyarakat Indonesia dulu tapi tidak di gunakan lagi pada generasi mendatang, mungkin 20-30 tahun lagi. Salam sejahtera bagi kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun