Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak Negatif Reklamasi Singapura

22 Agustus 2023   14:47 Diperbarui: 22 Agustus 2023   15:04 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kali saya di depan kelas pada materi tertentu selalu bertanya, berapa ya luas wilayah Singapura sekarang? Pasti tidak akan bisa sama karena terus mengalami perubahan. Hmmmm, luas negara Singapura memang terus mengalami perkembangan meluas dari waktu ke waktu dan tidak akan berhenti. Luas daratan Singapura di awal kemerdekaannya tahun 1965 adalah 581km2 dan di tahun 2015 sudah berubah menjadi 715 km2 .Dari info yang sayabaca sih dari viva.co.id tahun ini, sekarang di tahun 2023 luasnya sudah mencapai 728 km dan akan terus bertambah. Mengapa bisa begitu? Karena Singapura terus melakukan proses reklamasi wilayah untuk menambah luas wilayahnya yang sangat kecil.luas wilayahnya ditargetnya bisa meningkat sampai 30 persen hingga tahun 2030. Untuk bisa memperluas wilayahnya, tentu saja Singapura membutuhkan pasir untuk menguruk lautnya. Pertanyaannya , pasirnya darimana?

Tentu saja yang paling gampang adalah dari negara tetangga seperti Indonesia dan Malaysia. Namun,             setelah Megawati mengeluarkan larangan ekspor pasir di tahun 2002, disusul larangan serupa oleh Malaysia tahun 2019, maka pilihan beralih ke negara-negara Asia Tenggara lain seperti Kamboja, Myanmar, Vietnam. Pertanyaannya, mengapa sih, ekspor pasir laut ini merugikan indonesia? nah, saya sebagai guru geografi akan berupaya menjelaskan . mari, dengarkan saya anak-anak, wkwkwkwkw

Penambangan pasir laut itu kan biasanya mengambil dari pulau-pulau yang ada, terutama di kawasan kepulauan Riau. Pengambilan pasir bisa dilakukan melalui laut langsung atau dari daratan alias dari permukaan laut. Bayangkan saja kalau puau-pulau kecil terus dikeruk diambil pasirnya kemudian dijual ke negara lain untuk dijadikan daratan baru. Lama kelamaan pulau-pulau itu makin rendah dan akhirnya akan tenggelam alias hilang dari permukaan laut. Kalau hilang dari permukaan laut apakah bisa disebut pulau lagi?

Kemudian dilihat dari perbatasannya, kalau suatu kawasan bertambah luas, otomatis batas wilayah lautnya juga akan bergeser. Masalahnya, Singapura itu berbatasan langsung dengan Malaysia dan Indonesia, terutama Indonesia karena berhadapan langsung dengan Kepulauan Riau. Teorinya jika ada dua negara yang berbatasan langsung, maka otomatis batasnya pas di Tengah-tengah. Nah, kalau daratan bergeser terus, otomatis wilayah perbatasan juga akan bergeser dan itu membawa kerugian bagi Indonesia karena wilayah laut indonesia juga akhirnya mengalami penyempitan.

Reklamasi juga pasti merusak lingkungan laut. Bayangkan saja, wilayah laut dangkal yang merupakan kawasan ekosistem laut terus tiba-tiba di uruk dijadikan daratan. Ekosistem di dalamnya juga pasti akan rusak. Apalagi di wilayah tropis pasti banyak ditemukan kawasan terumbu karang sebagai bagian dari ekosistem laut tapi hilang menjadi kawasan daratan baru. Ada terumbu karang berarti disitu banyak keragaman biota laut yang perlu dilindungi. Belum lagi kawasan bakau di Singapura sendiri pasti juga dihancurkan untuk dijadikan daratan. Bakau dan Terumbu karang merupakan kawasan ekosistem yang khas ada di daerah tropis dan keberadaannya cukup vital bagi ekosistem laut.

Memang sih, penjualan pasir pasti membawa keuntungan bagi pemerintah Indonesia sendiri, tapi, perlu dipikirkan, kira-kira keuntungan dan kerugian jangka panjang lebih banyak yang mana. Kalau keuntungan jangka pendek maka jawabannya iya, tapi kalau kerugian jangka panjang bagaimana? Pulau-pulau yang harusnya ada di laut Indonesia, sekarang sudah hilang karena pasirnya terus diambil, ini perlu dipikirkan. Sementara bagi Singapura yang sangat sesak penduduknya, otomatis mau tidak mau harus memperluas wilayahnya dengan cara apapun agar bisa menampung penduduk dan kegiatan ekonomi yang lain. Mengenai kerusakan lingkungan di negara ya bodo amat, itu kan urusanmu bukan urusanku, mungkin seperti itu cara berpikirnya. hehehe

Makanya saya berpikir sih, kira-kira Presiden Jokowi sudah berpikir untung ruginya kah sehingga membuka kembali kran izin ekspor pasir laut setelah 20 tahun lebih hal ini dilarang seperti yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut? Sebagai guru geografi, saya sih lebih baik mencegah daripada mengobati. Keuntungan ekonomi jangka pendek tidak sepadan dengan kerusakan ekosistem dan kehilangan wilayah-wilayah di Indonesia. wilayah negara lain mengalami perluasan, tapi wilayah kita sendiri justru mengalami penurunan. Untuk apa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun