Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ken Angrok dan Pemuka Agama, Relevansinya dengan Era Sekarang

20 Juli 2021   16:25 Diperbarui: 20 Juli 2021   16:43 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ebooks.gramedia.com

Balik lagi ke Ken Angrok. Untuk bisa menjadi penguasa Tumapel,Ken Angrok harus membunuh Tunggul Ametung dan memperistri Ken Dedes, Istri dari Tunggul Ametung. Kalau melihat logika masyarakat Hindu saat itu, harusnya sukar bagi Ken Angrok untuk menikahi Ken Dedes karena status dia sebagai janda. Kalau kita mengingat kultur Hindu, terutama Hindu di India, ada upacara Sati, yaitu bunuh diri seorang istri kala suaminya meninggal. Pola ini juga terjadi di Indonesia walau dengan modifikasi.

Ken angrok yang sebelumnya hanya seorang prajurit istana Tumapel, dengan segera tiba tiba menjadi penguasa Tumapel dan menikahi janda penguasa Tumapel sebelumnya. Keluarga Tunggul Ametung juga disebutkan dalam Pararaton diam dengan peristiwa ini. Bagi saya pribadi , itu menunjukkan betapa kuat sosok yang ada di belakang Ken ANgrok. Mengapa? Karena di belakang Ken Angrok ada gurunya, Lohgawe, seorang Brahmana dari India. Kembali lagi, sosok pemuka agama dan berasal asli dari India, tempat kepercayaan siwa wisnu berasal (agak susah menyebutkan hindu bagi saya karena istilah Hindu baru ada pada era colonial untuk agama agama yang ada di India, padahal aliran dalam apa yang disebut Hindu sangat banyak).

Bayangkan, sudah status Brahmana, dari India lagi yang merupakan tempat asal agama Hindu.  Tentu saja daya tawarnya tinggi sekali kan. Mungkin kalau di Islam (mungkin lho), pemuka agama yang langsung dari Arab pasti nilai jualnya jauh lebih tinggi dibanding pemuka agama yang merupakan penduduk lokal. Pemuka agama yang berasal dari tempat agama itu berasal tentu lebih dipercaya daripada pemuka agama lokal yang untuk memahami agama lebih dalam harus pergi ke tempat asal agama itu. Sering kita melihat kan di televisi atau di video-video bagaimana seseorang yang memiliki darah Arab (terkhusus kalau dia masih memiliki darah nabi) pasti klaimnya sangat kuat dan tidak ada yang berani membantah.

Masyarakat di Asia adalah masyarakat yang relijius. Karena hal ini, maka kita perlu mendidik  masyarakat kita, seperti apa pemimpin agama yang perlu kita tiru. Jangan sampai karena kita terlalu fanatik terhadap tokoh agama (dari agama apapun) kemudian kita tutup mata dengan perilaku sang tokoh yang mungkin menyalahi norma yang ada.

 Kita bukanlah orang yang hidup di masa kerajaan kerajaan dimana orang yang berada di kasta atas pasti benar.Jadi, mau agama apapun, menurutku, kita perlu mengembangkan sikap kritis terhadap tokoh tokoh agama apabila ada usaha yang tidak benar.  Apalagi kalau sang tokoh agama yang menjadi panutan kita melakukan kerjasama politik dengan politikus yang mungkin saja memiliki track record yang tidak baik. Tapi, proses ini sangat susah dan perlu usaha yang kuat, hanya saja , saya percaya itu bisa kita lakukan. Saya sendiri belajar untuk beragama dengan logika bukan sekadar untuk memainkan emosi semata. Bagaimana dengan anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun