Mohon tunggu...
Juliansyah Rizal
Juliansyah Rizal Mohon Tunggu... Penulis - Jusyahriz (www.jusyahriz.com)

Hanya sekedar Pemburu kata / Digital Nomaden / Freelance Writer / The Shiny Idea Chaser/ jusyahriz13@gmail.com/ /"semua artikel Jusyahriz dilindungi Undang-Undang, hubungi penulis untuk monetisasi dan lainnya"/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PLN Bangkit Bersama “Gerutu”

21 Oktober 2016   10:50 Diperbarui: 26 Oktober 2016   12:34 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : sumber foto dergice.com

Saya selalu merenung dan mengelus dada tatkala nama PLN selalu disebut-sebut, entah dimanapun itu saya berada, di ruang publik atau pribadi, terutama saat PLN membuat kebijakan yang seolah-olah "tak berpihak" masyarakat kecil, orang-orang pasti senang menggerutu PLN, bukan karena PLN telah berhasil mencapai rasio elektrifikasi, tapi gerutunya yang tak berhenti mencibir  PLN.

Gerutu ini meledak begitu cepat, sampai timbul kesan negatif terhadap PLN. Misalnya apa? ada banyak, saya kadang tak dapat bicara banyak kalau kesan negatif PLN sudah menjadi buah bibir, menyikapi itu terkadang pilihannya saya diam atau saya menghindar.

Gerutu mereka kadang selalu sama, ada yang bilang PLN sering padamin listrik semaunya saja, tarif listrik naik tidak kira-kira, ada juga yang menyindir habis gelap terbitlah padam, ada pula yang mengolok  perusahaan lilin nasional, terus ada juga yang mengeluh pelayanan pasang baru dan mengubah daya semakin lama, belum lagi ada pungli, korupsi dan sebagainya. Apa mereka salah bergerutu? Tidak. Meskipun saat ini saya merupakan pegawai PLN, saya tidak ragu mengatakan gerutu mereka itu wajar. Gerutu itu memang rasa dongkol atau ketidakpuasan dengan keadaan atau peristiwa yang dialami, jadi hal itu wajar bagi pelanggan PLN jika layanan PLN buruk.

Fenomena ini bukan sekali dua kali bagi saya, karena terlalu sering hal ini menjadi duka bagi saya selaku pegawai PLN. Di lain sisi, saya juga senang karena masih ada sebagian orang lainnya yang melihat PLN merupakan perusahaan dengan reputasi bagus, ini yang saya sebut sukanya menjadi pegawai PLN. Tapi jujur,  soal gerutu adalah soal moral, rasa suka sebagai Pegawai PLN tak akan bertahan lama ketika gerutu itu muncul kembali.

anekdot pln dan demonstrasi ke PLN
anekdot pln dan demonstrasi ke PLN
Saya cuma heran, apalagi kalau melihat ada orang-orang yang mengolok-olok, caci maki hingga mengancam (termasuk karyawan) PLN. Dibilang heran bukan karena status saya saat ini sebagai pegawai PLN terus saya berpihak, tidak juga. Ini lebih kepada cara pandang melihat PLN, karena jujur dulu saya juga begitu. Waktu saya masih dibangku SLTP, di Pontianak tepatnya. Pemadaman listrik memang biasa terjadi, siang hidup malamnya padam, bahkan bisa seharian tidak nyala. Saat itu, lilin dan lampu minyak sudah harus saya siapkan dari siang hari, karena malam pasti lampu mati. Bahkan saya masih ingat, karena padamnya terlalu lama, saya sempat sumpah serapah kepada PLN, bagaimana tidak, gara-gara lampu tidak nyala PR sekolah saya tidak bisa dikerjakan.

Sekarang 15 tahun telah berlalu (sejak saya SLTP), rasanya tidak jauh berbeda dengan dulu, kesan orang-orang terhadap PLN masih tidak jauh dari seperti yang saya bilang, kalau bukan karena padamnya terus menerus (kalau sudah terlistriki) atau terus-terusan padam (belum terlistriki). Kemudian bisa berkembang dari 2 hal itu, bisa karena billing, pelayanan, mutu dan sebagainya yang ujung-ujungnya bilang layanan PLN tidak memuaskan atau buruk.

Belum lagi saat ini saya sedang magang bersama rekan-rekan perwakilan 25 BUMN lainnya, tepatnya di kementerian BUMN. Kami sedang menjalankan program transfer knowledge. Suatu hari, saya pernah bertanya bagaimana kesan PLN di mata mereka, jawaban dari sebagian mereka masih sama. Jika ditanya kesan terhadap PLN, menurut mereka PLN itu tidak jauh dari kesan negatif, yaitu olok-olok, gerutu, caci maki bahkan ancaman, kesan negatifnya lebih banyak dibanding positif ujar mereka. Sedikitpun saya tidak menyangka, kesan mereka sama seperti pada umumnya.

Tidak bisa dipungkiri, PLN memang punya sisi negatif, apalagi kalau yang selalu dibahas tidak jauh dari yang saya jelaskan diatas. Ibarat pistol, jika sisi negatif itu sebagai pelatuk, orang pasti dengan mudah menembak PLN, dengan satu atau dua kata buruk bahkan lebih.

Salahkah mereka menggerutu? Tidak, bagi saya sekali lagi itu bagus.  Saya paham, di era digital saat ini kebutuhan praktis yang disajikan lewat barang elektronik memang menjanjikan, oleh karenanya listrik sangat diperlukan. 

ilustrasi : gerutu marah | Sumber: altalib.org
ilustrasi : gerutu marah | Sumber: altalib.org
Jujur, setelah menjadi pegawai PLN, pelan-pelan kesan saya berubah terhadap PLN, tidak seperti dulu yang sedikit-sedikit menggerutu. Lagi-lagi bukan karena saya bagian dari PLN. Ini kurang lebih karena saya sedikit  telah mengetahui proses bisnis/seluk beluk/cara kerjanya PLN, jadi dulu saya sempat berpikir PLN itu tidak pernah mengerti pelanggannya, karena sesukanya memadamkan listrik. Setelah mempelajari sekian lamanya tentang PLN, saya baru tahu kalau cara kerjanya PLN itu melibatkan banyak pihak yang memiliki ketergantungan satu sama lain, jadi seperti sebuah sistem.

Misalnya saja pemadaman, pemadaman itu sebetulnya bukan sesukanya PLN, ada namanya pemadaman terencana dan tidak terencana, pemadaman terencana ini gunanya untuk pemeliharaan, tanpa pemeliharaan komponen kelistrikan tidak dapat bertahan lama. Kemudian pemadaman tidak terencana, itu biasanya karena non teknis, gangguan pohon atau gangguan layang-layang yang menjadi salah satu penyebab padamnya listrik. Belum lagi penyediaan bahan bakar pembangkit yang disediakan oleh pihak ketiga, kalau batubara atau gas terlambat disuplai oleh pihak ketiga, terkadang pemadaman tidak dapat dihindari, atau misalnya air buat PLTA terkendala banjir maka listrik juga dapat padam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun