Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang ormas. Sebelum menerbitkan Perppu itu, pemerintah mengaku telah melibatkan berbagai pihak, salah satunya konsultaasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, di Istana Bogor, Jumat 14 Juli 2017. Pemerintah bahkan menyebutkan kalau mereka optimis bakal menang jika Perppu ini digugat ke MK.
Namun pernyataan pemerintah tersebut dibantah oleh Ketua MK, Arief Hidayat. Dia menyebut tidak pernah pemerintah berkonsultasi terkait dengan Perppu tersebut.
Nah, ada apa ini?. Kenapa pemerintah berbohong terkait hal tersebut. Apa maksud dari pemerintah menjual nama MK dalam hal penerbitan Perppu?. Arief sebagai ketua MK tentu mengetahui persoalan yang masuk ke institusi yang dipimpinnya tersebut.
Seharusnya pemerintah tidak berlaku seperti itu, jika memang belum ada melakukan konsultasi kenapa harus menjual nama MK. Apakah maksudnya untuk menyakinkan publik kalau keputusan mereka telah mendapatkan dukungan dari lembaga yang memutuskan terkait dengan perundang-undangan?.
Jika ada yang beranggapan Seskab tidak mengetahui tentang persoalan konsultasi juga tidak mungkin. Karena salah satu fungsinya adalah perumusan dan analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum keamanan, perekonomian, pembangunan manusia, kebudayaan dan kemaritiman.
Artinya terkait dengan hal Perppu, Pramono mengetahui secara detail. Karena melalui dirinya lah sesuatu pandangan atau perumusan akan disampaikan kepada Presiden.
Untuk hal sekecil ini saja pemerintah tidak jujur, apalagi terkait dengan isinya yang memasukkan unsur pidana untuk anggota Ormas tersebut. Tentu akan memunculkan persepsi negatif ditengah masyarakat, apakah ada kebohongan lain.
Komnas HAM juga menolak Perppu tersebut. Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan Perppu hanya boleh diterbitkan bila negara dalam kondisi genting. Kondisi itu menurut Pigai harus dijelaskan langsung oleh presiden kepada masyarakat.
Dia menyebutkan ada 3 aspek yang harus diperhatikan, pertama karena ada pergerakan sosial atau tidak dengan kehadiran ormas. Kedua integrasi vertikal dengan adanya ormas mengganggu nggak suasana pembangunan nasional, suasana pelayanan pemerintah. Yang ketiga adanya ormas mengganggu integritas nasional tidak NKRI itu terganggu tidak?.
Penolakan Perppu Ormas juga menggema di dunia maya. Dari berbagai polling yang dibuat, baik DPR RI ataupun media menyatakan netizen tidak setuju dengan penerbitan Perppu tersebut.