Depok yang dulu terkenal dengan kota belimbing dan lalu moncer dengan 'one day no rice' nya, kini tercoreng dengan maraknya kejahatan jalanan yang tergolong sadis. Begal motor.
Sebagai warga Depok tentunya hal ini lumayan membuat miris, bahkan membuat malu.
Ditengah pembangunan yang digalakan oleh bapak Nur Mahmudi sebagai orang nomor satu di kota Depok, sehingga Depok menyandang gelar 'kota layak anak', memang hal ini patut disayangkan.
Jika dilihat secara sepintas, pertumbuhan hunian di area Jabodetabek mengalami kecenderungan bahwa area selatan Jakarta lah yang secara signifikan meningkat tajam.
Perumahan kelas bawah dengan harga berkisar 175 jutaan sampai kelas menengah atas seharga 1.2 milyar tumbuh subur di wilayah Depok.
Depok memang semakin padat.
Padatnya kota Depok sebagai penyangga Jakarta tentunya juga menimbulkan problema yang semakin kompleks, tingkat kemacetan yang semakin parah, area resapan air yang semakin berkurang, polusi udara yang meninggi, dan terakhir adalah kriminalitas yang meningkat, menjadi tantangan yang cukup besar bagi Walikota Depok.
Sebetulnya inilah momen yang baik bagi pemimpin Depok untuk segera melakukan gebrakan, penambahan personil aparat keamanan seperti kepolisian, meningkatkan peran serta masyarakat yang tergabung dalam Pokdar Kamtibmas, razia kendaraan secara acak dan ditempat-tempat yang tak terduga, harus dilakukan untuk menekan tingkat kriminalitas.
Sebagaimana kita ketahui bersama, semakin hari 'kebebasan' para pemakai jalanan di Depok mengalami kecenderungan yang meningkat. Banyaknya kendaraan roda dua yang tidak dilengkapi TNKB/plat nomor dibagian belakang kendaraannya, menjadi trend dikalangan masyarakat, knalpot bising yang merajalela, angkot yang menyalakan headlamp/lampu utama hanya satu buah, bahkan sama sekali tidak menyalakan lampu utamanya di malam hari, terutama diatas pukul 22:00 WIB, para remaja yang bergerombol dan berkeliaran sampai Subuh, di malam-malam dimana besoknya mereka harus sekolah, mengendarai kendaraan roda dua dengan knalpot bising memekakan telinga dan tanpa mengenakan helm, adalah hal lumrah di Depok. Semua pembiaran tersebut pelan tapi pasti, merusak segala keberhasilan pembangunan yang telah dilakukan oleh bapak Nur Mahmudi. "Kebebasan" akibat pembiaran inilah mungkin yang menjadikan para begal merasa nyaman melakukan aksinya di wilayah Depok.
Mari pak Nur Mahmudi, gerakan semua potensi, agar Depok kembali nyaman dan aman untuk dihuni, lakukan gebrakan nyata, hilangkan seremonial-seremonial dan slogan-slogan yang tidak perlu. Agar Depok kembali dikenal sebagai hunian asri di selatan Jakarta, bukan Depok sebagai kota begal motor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H