Tahun 2014 menjadi cacatan penting dalam sejarah pergerakan kemajuan Indonesia. Pada tahun 2014 telah sukses dilaksanakan 2 pemilu, pertama pemilu legislatif yang memilih wakil rakyat dilembaga DPR, DPD, DPRD Prov, DPRD Kab/Kota se-Indonesia, kedua pemilu Presiden dan Wakil presiden yang kemudian mengantarkan pasangan Jokowi-Jk menjadi pemenangannya. Kesuksesan 2 (dua) pemilu tersebut diatas menciptakan salah satu fenomena baru dalam kancah demokrasi Indonesia yaitu munculnya istilah “tandingan”.
Diawali dengan adanya Muktamar tandingan dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), antara kubu Surya Dharma Ali dan kubu Romahurmuzy. Muktamar pertama dilakukan di Surabaya oleh kubu Romahurmuzy yang menghasilkan terpilihnya Romi sapaan akrab Romahurmuzy sebagai ketua umum DPP PPP. Langlah cepat dilakukan oleh Romi CS untuk segera mendaftarkan kepengurusan DPP-PPP ke Kementerian Hukum dan HAM lalu kemudian mendapatkan Surat KeputusanMenkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014, tentang Pengesahaan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan. Di pihak lain, kubu SDA tak tinggal diam, pada tanggal 31 Oktober 2014, SDA juga melaksanakan Muktamar PPP yang dilaksanakan di Jakarta, yang menunjuk Djan Faridz sebagai ketua umum menggantikan Surya Dharma Ali, dan pada muktamar ini juga melahirkan beberapa rekomendasi diantaranya adalah menuntut Kementrian Hukum dan HAM untuk segera mencabut kembali Surat Keputusan tentang Pengesahan Kepengurusan versi Romi CS. Sampai hari ini konflik PPP masih berlanjut kita belum bisa menentukan apakah kedua kubu ini akan kembali islah atau tetap dalam perpecahaan?
Dilanjutkan dengan munculnya DPR tandingan yang dimotori oleh partai politik yang tergabung kedalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Pada akhir bulan Oktober yang lalu, DPR tandingan muncul karena tidak ada kesepahaman pendapat antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP) terkait dengan pembentukan Alat Kelengkapan Dewan di DPR yang didominasi oleh kader-kader dari Koliasi KMP, hampir 1,5 bulan pertikaian ini terjadi di DPR, dan banyak pengamat politik menilai langkah KIH membentuk DPR tandingan merupakan inkonstitusional, dan mengecam maneuver politik yang dilakukan oleh KIH. Berbeda dengan PPP, konflik tandingan di lembaga DPR pun akhirnya menemukan titik temu, dengan adanya beberapa kesepakatan antara KIH dan KMP, seperti meninjau kembali UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3, kemudian memberikan sebanyak 21 Alat Kelengkapan Dewan kepada KIH.
Kemudian istilah tandingan pun muncul dari Front Pembela Islam (FPI) yang menentang secara habis-habis pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, apabila Ahok tetap dilantik FPI mengancam akan mengepung Kebon Sirih (Gedung DPRD DKI), akan melakukan demonstrasi setiap hari, dan ancaman yang mengejutkan masyarakat Jakarta adalah membentukGubernur Tandinganapabila Ahok tetap dilantik, dan tanggal 1 Desember 2014 FPI akhir nya mendeklarasikan Fahrurrozy sebagai gubernur DKI Jakarta versi FPI dan Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ). Akankah konflik Ahok dan FPI akan berakhir atau akan tetap berlanjut? Sama-sama kita ikuti saja perkembangannya.
Terakhir istilah tandingan dalam dunia perpolitikan di Indonesia muncul dari dalam tubuh partai yang besar dijaman orde baru yaitu Partai Golkar. Dimotori oleh Agung Laksono, Priyo Budi Sentoso dan beberapa kader Golkar lainnya yang tidak menerima hasil munas yang dilaksanakan di Bali oleh ARB. Agung Laksono Cs membentuk Presedium Penyelamatan Partai Golkar dan akan melakukanMunas Tandingan,karena menganggap Munas yang dilakukan di Bali oleh ARB sudah keluar dari kaedah AD-ART Partai yang berlambangkan beringin tersebut, ARB diklaim melakukan maneuver-manuver politik yang merugikan partai. Langkah Agung Laksono cs tidak menyurutkan semangat ARB untuk tetap melanjutkan Munas yang dilaksanakan di Bali, alhasil pada tanggal 3 Desember 2014 (kemaren) ARB kembali terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2014-2019. Pada Senin tanggal 8 Desember 2014 Munas Tandingan Partai Golkar akhirnya dilaksanakan di Hotel Mercure Jakarta, Munas tersebut akhirnya memutuskan Agung Laksono sebagai ketua umum DPP Partai Golkar periode 2014-2019, sekarang kedua kubu saling adu cepat untuk mendapatkan legalitas dari Kemenkumham, kedua kubu saling mengadu ketangkasan dalam arena Politik Tandingan.
Rakyat Indonesia hari ini benar-benar dihadapkan dengan suguhan yang tidak mencerminkan dah harapan dari founding father, yang berharap rakyat Indonesia hidup lebih baik, terlepas dari belenggu penjajahan, mendirikan negara yang mandiri dan demokrasi yang akan membuat rakyat sejahtera, tapi hari ini semuanya seakan-akan hanya mimpi, melihat percaturan politik yang hanya mementingkan kelompok, tidak ada lagi wakil rakyat memikirkan ribuan bahkan jutaan suara rakyat yang sudah diamanahkan kepada mereka pada wakil rakyat, rakyat berharap banyak kepada wakil yang mereka pilih pada Pemilu Legislatif kemaren, berharap agar wakil-wakil mereka benar-benar memperjuangkan hak rakyat, bukan sebaliknya memperjuangkan hak kelompok atau partai mereka. Mari segera kita lakukan pembenahan.
== JsM ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H