Mohon tunggu...
Jons Manedi
Jons Manedi Mohon Tunggu... Wiraswasta - SikolaLapau

Belajar, belajar dan belajar..... Karena ilmu itu bertebaran dimana kita berdiri....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Pemilik Kedaulatan!!

1 Oktober 2014   21:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:46 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Polemik Pilkada baik langsung atau pun tak langsung hari ini masih menjadi topik yang terpanas untuk dibahas oleh para pengamat politik. Akademisi dan pakar Hukum Tata Negara, Yusril Izza Mahedra pun ikut memberikan saran kepada SBY untuk membatalkan UU Pilkada dengan mengacu kepada UUD 1945 pasal 20 ayat 2 bahwa setiap rancangan undang-undang yang dibahas oleh DPR harus mendapat persetujuan bersama, pasal ini menjelaskan bahwa UU Pilkada masih bisa dibatalkan apabila tidak mendapat persetujuan bersama oleh presiden, dan pada ayat 3 berbunyi bahwa apabila rancangan undang-undang tersebut tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu, ayat ini menjelaskan serta menegaskan bahwa keputusan DPR mengesahkan UU Pilkada melalui DPRD tidak bisa dibatalkan dengan penolakan presiden, dan dalam ayat 5 juga memberikan penegasan bahwa apabila terhitung 30 hari sejak RUU itu di sahkan oleh DPR namun tidak mendapat persetujuan presiden maka RUU tersebut sah untuk di Undangkan.

Hamdan Zoelva ketika diminta pendapatnya oleh SBY dia menyampaikan bahwa kasus serupa juga pernah terjadi di waktu pemerintahan Megawati, sekaitan dengan RUU pemekaran daerah Riau, meskipun Mega tidak menandatangani, namun undang-undang itu tetap sah.

Dalam negara demokrasi yang masih berkembang seperti Indonesia hal ini menjadi wajar terjadi, anggota DPR yang merupakan pengejewantahan hak konstitusi dan kedaulatan rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat, mengambil keputusan yang berdalil menguntungkan rakyat, karena menurut pendapat anggota dewan yang terhomat bahwa Pilkada secara langsung  telah merusak sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat, pasca Pilkada masyarakat terkotak-kotak disebabkan oleh aksi saling dukung antar pasangan calon, kemudian rakyat terdidik dengan adanya money politic, terjadinya jual beli suara rakyat. Ini lah yang menjadi dasar oleh sebanyak 226 orang anggota DPR yang menyetujui Pilkada itu dilaksanakan oleh DPRD, disatu sisi kita melihat apa yang disampaikan oleh para elit legislatif yang diberikan mandat oleh rakyat itu benar juga adanya, namun disisi yang lain rakyat Indonesia merasa bahwa demokrasi itu sudah mati, ketika perjuangan aktivis '98 ingin merubah sistim yang otoriter dizaman Soeharto, disaat itu rakyat tidak pernah tau siapa wakilnya di legislatif, dan rakyat juga tidak pernah tau siapa yang akan jadi pemimpin mereka di executive.

Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang telah memakan banyak sekali korban harta dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden Indonesia pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi negara yang benar-benar demokratis. Pada tahun 1999 kembali dilaksanakan pemilu, yang dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang kemudian mengantarkan Megawati Soekarno Putri menjadi presiden yang ke 4. Lalu pada pemilu tahun 2004 mengantarkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden pertama hasil pilihan langsung oleh rakyat, ini adalah sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia, namun proses demokrasi yang sudah mulai berjalan dengan baik hari ini seakan-akan mendekati ajalnya, dengan ditetapkannya UU Pilkada dipilih oleh DPRD. Akankah ada jalan untuk memberikan nafas pada proses berdemokrasi di Indonesia ini tetap hidup dan kembali berjalan seperti sedia kala?, bahkan lebih kuat lagi dari masa-masa sebelumnya? kita tunggu saja langkah SBY sebagai presiden dan langkah anggota DPR RI periode 2014-2019 yang baru saja dilantik hari ini (1 Oktober 2014).

Kita sebagai rakyat tentunya hanya menginginkan Indonesia lebih baik siapapun pemimpinnya. Kedaulatan yang menjadi hak penuh kita sebagai rakyat yang kita tompangkan pada mereka "sang wakil rakyat" hendaknya menjadi amanah bagi mereka untuk membela kepentingan kita, 270 juta rakyat Indonesia. Pertanyaannya sekarang adalah : dimanakah letak kedaulatan itu? Pada rakyat atau pada wakilnya? Kepentingan siapa yang sedang diperjuangkan? 270 juta rakyat Indonesia yang notabene pemilik sah kedaulatan itu atau 560 orang anggota dewan yang pada hari ini tengah dihinggapi euforia usai pelantikan menjadi "sang wakil rakyat". Semoga ada yang bisa membantu menjawab dengan bijak bestari sebelum jatuh lagi korban harta dan nyawa yang entah untuk keberapa kalinya. Selamat berjuang DEMOKRASI!!!!!!

==JsM==????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun