Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secret Admirer

22 Maret 2017   19:27 Diperbarui: 22 Maret 2017   19:31 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ITN malang News

“Menyebalkan!” rungut Vita begitu tiba di kantin kampus, tempat ia nongkrong bareng teman-temannya kalau sedang jam istirahat.

“Apanya yang menyebalkan, Vit?” tanya Rico sambil menarik kursi yang ada di depannya, lalu duduk di situ.

“Ujian barusan?” tebak Bayu, lalu duduk di kursi dekat Rico.

“Emang sih, gue juga hampir nyerah! Gila Bu Wita, ngasih soal ujiannya benar-benar kejam!” timpal Arya dengan penuh penghayatan. Yang lain malah ketawa.

“Setuju! Gue juga gak yakin, kalau gue bakal dapet nilai di atas 60%” Ifany pesimis, “Huuhh... ampyuunnn dech...” lanjutnya sambil manyun-manyun.

“Bukan! Bukan itu! Bukan tentang ujian!” kelit Vita menangkis semua tuduhan teman-temannya.

So, what?! jadi Lo gak kesulitan jawab ujian barusan?!” tanya Ifany heran, tidak yakin kalau Vita bisa menaklukan soal ujian dari Bu Wita.

“Kalau soal ujian mah gak usah ditanya lagi, gue paling gak bisa! Udah soalnya kejam, pengawasnya killer lagi, mana bisa nyontek! Mati gue! Hahaha...” jelas Vita, lalu tertawa ngakak, teman-temannya ikut tertawa. Alhasil, meja mereka jadi paling gaduh. Tapi mereka tidak peduli.

“Berarti kita kompakan, ya... sama-sama jeblok!” simpul Rico.

“Iya dong, harus!” jawab yang lain serempak, masih dengan tawanya masing-masing.

“Eh, udah jangan ketawa mulu, sekarang mah kita pasrah saja, siapa tahu Bu Wita meriksanya sambil ngantuk. So, mudah-mudahan nilai kita yang harusnya 30 jadi 90, hahaha...” seloroh Rico, dan langsung disambut dengan tawa teman-temannya lagi.

“Husy! Sudah ah! Mau pesen apa nih? Kasian si Mbak nungguin pesanan dari tadi,” Ifany menengahi, sambil melirik si Mbak penjaga kantin.

“Gue, biasa aza Fan,” Rico pesan paling dulu.

“Gue juga” timpal Arya.

“Gue baso aza, tapi di yamin dan pake pedas yang banyak,” pesan Vita. Dan tanpa dikomando, semua mata teman-temannya langsung tertuju padanya. Menyadari hal itu, Vita segera meralat pesanannya, “Enggak deng, pedesnya dikit aza.” Vita memang punya masalah dengan perutnya, dan teman-temannya tahu banget tentang itu, maka, mereka sering mengingatkan untuk menjaga makanan, terutama yang pedas-pedas.

“Lo, Bay?” tanya Ifany pada Bayu yang belum pesan.

“Gue batagor kuah aza, pedesnya juga dikit.”

Setelah selesai mencatat semuanya, Ifany menyerahkan daftar pesanan itu pada si Mbak penjaga kantin, “Nih Mbak, gak pake lama ya?” si Mbak mengangguk, lalu meninggalkan mereka.

“Jadi apa yang Lo bilang menyebalkan tadi, Vit?” tanya Ifany mengulang pembicaraan mereka diawal, rupanya masih penasaran dengan apa yang akan diceritakan Vita.

“Pokonya nyebelin banget deh... iiihh!” jawab Vita ketus. Nada suaranya sedikit berubah.

“Iya, apa dong? Siapa tahu kita bisa bantu, ya gak teman-teman?” seru Rico sambil mengangkat-angkat alisnya, seolah meminta dukungan teman-temannya yang lain.

“Iya Vit, cerita dong!” Arya menimpali.

“Gue lagi sebel, tahu! Masa tiap hari dimiskolin terus! Siapa sih tuh orang?! Kurang kerjaan banget!!” Vita bersungut-sungut.

“Oohh, gitu tho?! Gitu aza kok repot!” ledek Arya sambil menirukan gaya seorang tokoh.

“Iya Vit, masa gara-gara miskol doang, Lo jadi sewot! Kaya yang baru dapet kaya gitu aza! Ini resiko kita, lagi... berarti band kita udah mulai banyak penggemarnya!” komentar Ifany.

“He eh, paling juga fans Lo. Lo kan cantik, trus suara Lo juga bagus, serak-serak becek gimanaaa gitu...” canda Rico. Vita cemberut. Vita memang cantik, dan suaranya tergolong bagus, powernya kuat, vibranya ok, dan terpenting timbrenya, khas banget, makanya tidak salah, kalau Vita yang jadi lead vokal di band mereka.

O, iya, selain mereka teman sekelas di kampus, mereka teman satu band, dan mereka sudah merintis band mereka sejak masih di tingkat satu, yaa... sudah hampir tiga tahunan lah. Dan sekarang ini band mereka sudah mulai dikenal, mulai naik daun. Bahkan sekarang, mereka lagi sibuk menyiapkan master reakaman buat demo, karena sudah ada produser yang berminat untuk mengontrak mereka. Produser itu sangat terkesan saat melihat mereka perform di Puri Cafe.

“Tapi ini beda! Pokoknya bener-bener nyebelin banget deh! masa miskol jam 2 malem, gila kan?! Apa itu bukan mengganggu namanya?!” kelit Vita mematahkan anggapan sepele dari teman-temannya.

“Jam 2 malem, Vit?!” tanya Ifany kaget.

“Iya, pokonya dari jam 11 malem sampai jam 2, bahkan kadang suka sampai jam 3 pagi!” jelas Vita kesal.

“Wah, fans Lo gigih juga ya, Vit!” ledek Rico, sambil senyum-senyum.

“Gigih jidat Lo! Mengganggu, tahu!” sergah Vita kesal.

“Terus, Lo angkat?” tanya Arya.

“Iya, tapi selalu dimatiin dari sana,” terang Vita.

“Ya udah, Lo gak usah angkat aza, atau Lo matiin hp Lo,” saran Ifany.

“Gue juga mikir gitu, tapi kalau dimatiin, gue takut bokap-nyokap gue nelpon,” sangkal Vita, beralasan.

“Iya juga ya, bokap-nyokap Lo jauh sih, di Belanda sana, takutnya ada telpon penting, dan ngedadak ya...” ralat Ifany.

“Nah itu, Lo pinter!” pekik Vita. Ifany senyum.

“Atau gini aja Vit, kalau ada apa-apa suruh aza mereka nelponnya ke nomor rumah! Gimana?” seru Ifany memberi saran. “Pinter kan gue?!” lanjutnya sombong.

“Itu kalau gue lagi di rumah, trus kalau gue lagi di luar gimana? Lagi kuliah atau lagi show misalnya, jadwal showkita dan jadwal mereka nelpon, belum pernah dibikin skedulnya kan?!” sanggah Vita lagi.

“Kan ada pembantu Lo?! Ya pasti dia yang angkat lah!” terang Ifany ngotot.

“Kalau mereka pengen ngobrolnya sama gue? Udah lah, gue udah pikirin semuanya, dan gue belum nemu caranya. Emang sialan aza tuh orang! Kalau gue tau orangnya, bakal gue wejek-wejek,  biar jadi bubur!” rungut Vita kesel bercampur greget.

“Gini aza Vit, hp Lo pake getar aza, gak usah pake ringtone” usul Rico, yang dari tadi menjadi pengamat perdebatan antara Vita dan Ifany.

“Sama aza, Dodol! Kalau mereka nelpon, dan gak kedengeran sama gue, gimana?” sergah Vita, seolah tidak menerima usul Rico.

“Ya enggak, Peuyeum! Kalau dimatiin, Lo gak bisa ngecek siapa aza yang udah menghubungi Lo, tapi kalau digetarkan, Lo bisa tahu siapa aza yang nelpon, trus Lo tinggal telpon balik ke mereka, gitu? Ngerti?!” papar Rico. Vita  tidak langsung menyahut, mungkin sedang mencerna usul temannya itu.

“Iya juga ya...!” kata Vita akhirnya. “Jadi, kalau pun telpon mereka gak keangkat sama gue, gue bisa tahu mereka nelpon apa gak? Trus gue tinggal minta mereka telpon balik, gitu ya? Oke deh kalau begitu, gue ngerti sekarang! Kadang-kadang Lo cerdas juga ya?! Sejak kapan Lo cerdas?!”

“Lha emang baru tahu? Rico gitu lho!” seru Rico sambil mengangkat dua tangannya terbuka, sebatas dada.

“Rasain tuh orang! Selamat miskol-miskol deh! Dan gue bisa tidur nyenyak,” umpat Vita ketus, lalu tersenyum penuh kemenangan.

“Udah, udah, jangan ngobrol aza, nih, makanannya udah dateng!” sela Bayu yang dari tadi diam saja. Diantara mereka berlima, Bayu memang yang paling kalem, tidak banyak bicara. Lalu mereka pun menyantap makanan masing-masing. Tapi tetap saja, yang namanya mereka, sepertinya tidak pernah bisa diam walau cuma sepuluh menit. Kecuali kalau sedang tidur, mungkin. Selalu saja ada yang dibicarakan, atau dijadikan bahan ledekan. Dasar!

“Eh, tar sore jadi latihan, kan?” tanya Arya, sambil meneguk jus mangga kesukaannya. Sebenanrnya hari ini bukan jadwal latihan mereka, tapi, mengingat masih banyak hal yang harus dipersiapkan lagi, maka mau tidak mau, mereka harus menambah ekstra jadwal latihan.

“Ya iya lah, kita kan harus segera menyelesaikan demo album kita, sebentar lagi deadline,” ingat Ifany semangat.

“Iya, lagian lagu yang terakhir yang dibikin Bayu, kayanya masih harus disempurnakan lagi aransemennya. So, kita harus bekerja ekstra, agar pada saatnya nanti sudah beres semuanya, dan tinggal acc saja sama pak produser, terus rekaman deh...” tambah Rico, optimis. “Lo udah hapal liriknya kan, Vit?” lanjutnya pada Vita.

“Udahs...” jawab Vita sambil menelan baso yang baru selesai dikunyah.

“Gue juga udah apal,” timpal Ifany, bangga.

“Gak nanya!” tukas Rico.

“Biarin we, pengumuman, yeee...” bales Ifany, sambil menjulurkan lidahnya ke arah Rico. “Lo dapet inspirasi dari mana Bay? Lagunya bagus banget, liriknya ngena, dan maknanya dalem, romantis lagi... kalau kata gue, mendingan lagu ini aza yang dijadiin single pertama” lanjut Ifany, memuji Bayu. Bayu hanya senyum.

“Itu mah tar dibicarakan lagi di studio. Jangan lupa ya nanti sore latihan!” Bayu mengingatkan. “Jangan pada telat ya, banyak yang harus dibahas.”

“Oke, Bay,” jawab teman-temannya hampir bersamaan.

“Ya udah, kita cabut sekarang, yu. Udah kelamaan kita disini!” pungkas Bayu. Lalu berdiri dan keluar dari kantin. Yang lain mengikuti. Kemudian mereka berpisah.

***

“Gimana, Vit? Fans gelap Lo masih suka miskol-miskol?!” tanya Ifany suatu hari setelah mereka keluar dari studio.

“Masih, malah tadi malem gue liat ada 17 panggilan tak terjawab dari nomor itu,” jawab Vita sambil menunjukkan hp-nya pada Ifany.

“17 kali?!” pekik Ifany kaget, lalu melihat layar hp Vita. “Gila! Minum obat juga cuma tiga kali sehari.”

“Emang! Bener-bener gila tuh orang!” rungut Vita, tersulut lagi emosinya.

“Ya udah, di bawa ke RS jiwa aza!” sela Rico sambil cengengesan.

“Husy! Lo kali! Nyamber aza kaya bensin!” tukas Ifany.

“Tapi Fan, gue juga diomelin sama nyokap gue, karena beliau nelpon gue tiga kali dan gak keangkat sama gue, hp nya kan gue taroh di tas, jadi gak kedengeran...” keluh Vita datar, terasa sekali ada sesal dalam nada suaranya.

“Waahh, terus gimana? Beliau marah dong? Kasian camer gue?!” seloroh Rico lagi, masih becanda.

“Enak aza camer!” sangkal Vita keki. “Ya iya... nyokap gue marah, soalnya mau ngasih tahu kalau gue harus nonton TV kabel saluran 8, karena ada liputan live tentang perusahaan tempat bokap gue kerja, dan bokap gue termasuk staf yang diwawancarai karena dinilai sukses dalam mengelola perusahaan.”

“Terus gimana? Lo keburu nonton?” tanya Ifany.

“Enggak Fan, gak keburu,” sesal Vita sedih. “Makanya gue mau pake ringtone aza, biarin lah,” lanjutnya pasrah.

“Lo gak rencana ganti nomor?” tanya Rico, serius

“Ada sih, tapi nomor ini kan udah kemana-mana, ke seantero jagat raya. Trus gue mesti hubungin mereka satu-satu untuk ngasih tahu kalau gue ganti nomor, gitu? Males gue!” tolak Vita.

“Ya, Lo gantinya pelan-pelan aza, Vit. Lo jangan langsung buang kartu itu, tapi masih Lo pake buat nerima telpon/sms. Nah, kalau Lo mau bales, Lo pake nomor Lo yang baru, sambil bilang, kalau Lo ganti nomor, ok” jelas Rico. Vita dan Ifany tampak mengerti.

“Ya udah deh, aku coba, tar abis dari sini anter gue nyari kartu perdana ya, Fan?” ajak Vita pada Ifany. Ifany mengangguk.

Dan setelah selesai dari studio, Vita dan Ifany langsung melesat ke counter HP untuk nyari nomor yang baru buat Vita.

***

“Kenapa Vit?! Kok muka Lo asem gitu?!” tanya Rico pada suatu sore, di studio, begitu Vita muncul di pintu.

“Iya, udah mah datenganya telat lagi! Ada apa lagi sih, Non?” selidik Ifany.

“Brengsek!” jerit Vita marah.

“Udah, nyantei aza dulu... sok cerita, ada apa?” tanya Bayu bijak, lalu mendekati Vita dan mengajak duduk di lantai, yang lain mengikuti. Mereka pun duduk lesehan, membentuk lingkaran kecil. Diantara mereka berlima, Bayu memang yang paling dewasa, makanya tak heran kalau sering dituakan. Bukan hanya urusan band saja, tapi juga untuk urusan lain, termasuk urusan pribadi. Tapi bukan berarti Bayu bebas mengatur teman-temannya, dia cukup tahu diri untuk masuk wilayah pribadi seseorang, makanya teman-temannya merasa nyaman kalau mau sharing sama dia.

“Masa sih Bay, orang itu masih miskol-miskol gue?! Padahal gue kan udah ganti nomor, bahkan sampai berkali-kali! Lama-lama gue kesel, tahu?! Siapa sih tuh orang? Biar gue wejek-wejek!! Huh...!!” kekesalan Vita langsung tertumpah. Bayu dan yang lain hanya mendengar, membiarkan Vita puas mengeluarkan semua unek-uneknya.

“Ini gila, kan?! Dari mana coba dia tahu nomor gue?!” sengit Vita. “Gue bener-bener ngerasa terganggu! Sangat terganggu! Pikiran gue pun gak bisa fokus! Kalau terus-terusan begini, gimana gue bisa konsen sama latihan dan sama kuliah gue?! Kalian jangan diem aza dong! Bantu gue! Gimana kek...” akhirnya bola-bola bening menggelayut di mata Vita, sebentar lagi pecah.

“Iya Vit, kita pasti bantu Lo, tapi kita belum tahu apa yang harus kita lakukan,” ujar Ifany bingung, Arya dan Rico juga tampak berpikir keras, mencari solusi.

“Sebentar lagi kita audisi di depan produser, buat penentuan akhir, gue gak mau, gara-gara gue ini, band kita gak jadi rekaman. Gue gak mau impian kita hilang...” ungkap Vita haru, dan bola-bola bening itu perlahan pecah, mengalir membasahi pipinya. Vita menangis.

“Iya Vit, gue juga gak mau kesempatan kita hilang. Kita tinggal selangkah lagi untuk menggapai mimpi kita. Lo mesti kuat ya? Jangan dipikirin terus, jangan dimasukin di hati, ya?” Ifany menenangkan, lalu merebahkan kepala Vita di bahunya. Kebetulan Ifany duduk di dekat Vita.

“Tapi, gue ngerasa diteror Fan, malah sekarang-sekarang ini dia sering sms gue, bilang sayang gue lah, cinta gue lah, atau ngirim kata-kata mutiara gitu,” tutur Vita, di sela-sela isaknya, “Malah tadi pagi, gue dapet kiriman bunga sama coklat. Anehnya, dia selalu tahu tentang gue!”

“Maksud, Lo?” tanya Rico.

“Dia suka sms, ngebahas aktifitas gue, kalau gue abis latihan, abis kuliah, abis dari mall, atau apa aza, dia tahu. Aneh, kan?” rungut Vita. “Gimana gue gak pusing, coba? Gue ngerasa dia selalu ada di dekat gue, dan ngawasin setiap gerak-gerik gue! Nih kalau kalian mau baca, sms nya masih ada!” lanjutnya sambil menghapus air mata yang masih tersisa, lalu menyerahkan hp-nya pada Ifany. Ifany menerima dan memeriksanya dengan seksama.

“Siapa sih dia, Fan? Kalau suka sama gue, kenapa mesti pake cara seperti ini sih?! Kenapa gak bilang langsung, nyamperin gue dan bilang ke gue, jadi kan gue gak ngerasa tersiksa begini. Gue jadi takut kalau mau kemana-mana sendiri,” rungut Vita lagi. Sementara Ifany masih sibuk membuka-buka sms di hp Vita.

“Lo jangan jadi parno gitu,” ujar Rico. “Nyantei aza, Lo gak bakal kenapa-kenapa kok,” lanjutnya menenangkan.

“Lo sih gak ngerasain, coba Lo jadi gue?! Lo juga pasti takut kan?! Ini udah lama Ric, udah sebulan lebih. Schyco kali tuh orang!!” Vita masih kesal.

“Mungkin dia malu, ngungkapinnya, atau punya alasan lain...” kata Bayu yang dari tadi diam saja, mencoba memberi pandangan dari sudut yang berbeda.

“Itu gak gentleman, namanya! Ogah gue punya cowok kaya gitu!” samber Ifany. “Iihh...!” lanjutnya mencibir, lalu menyerahkan kembali HP Vita pada pemiliknya. “Iya Vit, aneh banget deh!”

“Atau ada sesuatu yang bikin dia gak berani ngungkapin perasaannya sama Lo,” kata Bayu lagi, “Kita gak bisa langsung nuduh orang itu gila atau schyco, yang jelas mungkin dia punya alasan untuk itu. Mungkin dia minder, karena punya kekurangan fisik misalnya, atau yang lain?! Kita kan gak tahu!”

“Apa?! Kenapa mesti minder? Justru gue menghargai orang yang berani ngungkapin perasaannya sama gue, soal diterima atau enggak, lihat nanti!” sanggah Vita.

“Lo udah pernah bales sms dari dia?” selidik Arya.

“Udah, gue tanya baik-baik, siapa namanya? Kenal gue dimana? Tahu nomor gue dari siapa? Tapi gak pernah dijawab. Bahkan gue juga pernah ngajak ketemuan, tapi dia gak mau, dia bilang, biarin jadi secret admirer-nya gue aza. Gue bilang, mohon-mohon, jangan ganggu ganggu gue, tetap aza miskol dan sms gue, gue telpon balik ke nomornya, gak mau diangkat, atau kalau pun diangkat gak mau ngomong. Yang lebih aneh, kalau siang, nomornya gak aktif!” jelas Vita detil. Lalu Arya mengambil hp Vita, dan mencoba melakukan panggilan kepada nomor misterius itu. Tapi tidak ada nada panggil, nomornya tidak aktif.

“Gak aktif...” kata Arya lesu.

“Ya udah lah Vit, abis mau gimana lagi, untuk sekarang mungkin kita belum nemu solusi buat Lo, tapi gue yakin, suatu saat nanti bakal ada akhir dari semua ini. Lo yang sabar ya, pokoknya jangan gara-gara ini, Lo jadi down, ok. Kita mesti tetep semangat buat wujudkan mimpi kita, dan kita semua butuh Lo, ok!” ujar Ifany semangat. “Ya gak teman-teman?” lanjutnya, yang lain mengangguk, lalu melakukan toast bersama.

Seiring berjalannya waktu, hubungan pertemanan mereka pun semakin erat, bahkan mungkin sudah seperti saudara. Maka tak heran, kalau mereka saling merasakan yang dialami satu sama lain.

“Kayanya  masih ada waktu, kita latihan lagi, yuu...” ajak Bayu kemudian. Yang lain setuju, lalu menuju alat masing-masing. Dan dengan hadirnya Vita, latihan pun semakin maksimal, karena personilnya lengkap.

***

“Hai Fan, udah lama nunggu ya? Sorry gue telat, macet!” sapa Vita ceria, tumben, biasanya kalau datang mukanya cemberut.

“Hai Vit, gak kok, gak telat-telat banget, gue juga baru nyampe,” sambut Ifany sambil senyum. “Ada apa nih, kayanya happy banget. Atau, jangan-jangan udah jadian sama si miskolers itu?” godanya.

“Enak aza! Dia itu udah mati kali, kagak ada kabarnya lagi!” sewot Vita, penuh kepuasan.

“Syukur deh, akhirnya gue bisa liat sobat gue, ceria lagi,” ujar Ifany, dengan senyum yang masih terkembang.

“Iya lah... ngapain juga ngurusin dia, gak penting banget! Mendingan sekarang kita cek lagi kesiapan kita buat tampil entar. Ini kan saat yang udah kita tunggu-tunggu, mudah-mudahan produser terkesan sama penampilan kita dan nerima lagu-lagu kita,” harap Vita berbunga-bunga.

“Aamiiinnn....” Ifany mengaminkan, dengan sepenuh hati.

Malam ini adalah malam yang mereka tunggu-tunggu. Ya, mereka akan melakukan audisi di depan produser untuk menentukan apakah mereka layak masuk dapur rekaman dan diorbitkan, atau tidak? Walaupun selama ini produser sudah merasa terkesan dengan penampilan mereka, tapi tetap saja harus melalui audisi, karena ini prosedur.

“Ngomong-ngomong yang lain pada kemana? Bayu, Rico, Arya?” tanya Vita, karena belum melihat teman-temannya yang lain.

“Oh, Bayu lagi ngomong sama Pak Roy, asisten produser, kalau Rico dan Arya lagi ngecek alat. Gue nunggu Lo disini. Kita langsung masuk yu...” ajak Ifany, sambil menggandeng tangan Vita, lalu masuk dan bergabung dengan Rico dan Arya. Tak lama berselang, Bayu muncul dan memberitahukan bahwa jadwal audisi tidak berubah, yaitu jam 10 malam. Sekarang masih menunggu Pak Produser yang masih diperjalanan menuju studio. Lumayan, masih ada waktu yang tersisa, bisa dipakai untuk mengecek lagi semua persiapannya, biar audisi nanti berjalan lancar, tidak ada hambatan.

Tepat jam 10 malam, audisi pun dilakukan, mereka tampil dengan penuh keyakinan dan semangat tinggi. Ditunjang dengan latihan ekstra selama ini, dan juga materi lagu yang easy listening, sesuai dengan selera pasar, maka tak heran, kalau Pak Leo, sang produser penentu sangat terkesan dengan penampilan dan juga lagu-lagu serta aliran musik yang mereka usung. Dan artinya, mereka diterima rekaman. Merekapun menyambut dengan suka cita. Masuk dapur rekaman sudah di depan mata, album perdana tinggal menunggu waktu. Ternyata perjuangan selama ini tidaklah sia-sia. Semua mimpi pun menjadi nyata. Tak ada lagi kata-kata yang bisa melukiskan kebahagiaan yang dirasakan. Tak lupa, mereka pun bersyukur, karena menyadari, pada setiap kesukesan pastilah ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Mereka tak mau lupa diri.

Setelah masa audisi, hidup mereka pun berubah, apalagi setelah album perdana mereka selesai dirilis. Lagu andalan mereka, yang berjudul Secret Admirer, ciptaan Bayu banyak diputar dimana-mana, menjadi top request di beberapa stasiun radio, juga televisi. Nada yang sedikit sentimentil, lirik yang indah, dan makna yang dalam, apalagi Vita menyanyikan dengan penuh penghayatan, membuat lagu ini cepat dikenal masyarakat. Band mereka pun menjadi icon baru, di blantika musik Indonesia.

Mereka bangga dengan semua ini, hasil jerih payahnya berbuah manis. Dan jadwal yang mereka hadapi saat ini adalah promo album. Mereka harus melakukan tour ke beberapa kota. Untuk itu, dengan terpaksa mereka sepakat mengambil cuti di semester ini, agar bisa fokus pada satu bidang dulu. Nanti kalau sudah normal lagi tinggal dilanjutkan. Memang begitu resiko bagi seorang artis yang sedang naik daun, harus memilih antara karier atau akademik. Meski keduanya penting, tapi jarang yang bisa menjalani keduanya dalam waktu bersamaan, apalagi kalau jadwal shownya padat. Namun, bukan berarti akademik harus ditinggalkan, maka cuti merupakan solusi yang tepat.

Malam ini adalah malam terakhir dari rangkaian promo tour dan wawancara di beberapa stasiun televisi dan radio. Dan kota terakhir adalah Jogjakarta. Sehabis itu mereka akan kembali ke Bandung, untuk istirahat sekitar dua minggu, lalu akan dilanjutkan lagi dengan promo tour ke luar Jawa, atau mungkin ke luar negeri. Untuk ke arah sana sedang diurus sama Mas Sony, manager mereka.

Rangkaian promo dari kota ke kota di pulau Jawa memberikan pengalaman yang berharga. Mereka bisa bertemu langsung dengan fans mereka, bisa saling menyapa, nyanyi bareng, bahkan ada yang berteriak histeris, minta foto bareng, atau minta tanda tangan. Namun mereka tetap menyikapi dengan senyum, karena mereka sadar, tanpa fans, mereka bukanlah apa-apa, meski sosok mereka sudah menjelma menjadi bintang yang bersinar di atas panggung.

Dan malam itu, setelah menyanyikan Secret Admirer, lagu andalan mereka, sebagai lagu penutup, maka berakhir juga seluruh rangkaian promo di season ini. Walaupun para penonton masih berteriak-teriak minta dinyanyikan lagi, namun dengan berat hati tidak bisa dikabulkan. Mereka harus segera kembali ke hotel, dan beristirahat, karena esok harus kembali ke Bandung.

Di hotel, mereka tidak langsung tidur, tapi ada sedikit evaluasi bersama Mas Sony dan seluruh jajaran managemen yang terlibat. Secara umum, semuanya puas dengan rangkaian promo yang baru saja mereka lalui. Apalagi, ternyata bisa mendongkrak popularitas dan        –terutama-- penjualan album. Untuk ukuran band pendatang baru, bisa dikatakan sukses.

Meski evaluasi sudah selesai dari tadi, namun mereka masih belum bisa terpejam. Mereka masih saja asyik bercengkrama, merasakan kepuasan yang menyeruak dalam dada. Sekitar pukul 2 dini hari, barulah rasa lelah dan kantuk mulai mendera. Arya sedang beres-beres di kamar mandi, untuk mencuci muka membersihkan make-up yang menempel di wajahnya. Rico sudah tumbang dari tadi. Ifany dan Vita pun sudah setengah sadar. Bayu sedang keluar mencari angin segar sambil melihat bintang, refreshing, mungkin teringat pada keluarganya di Bandung.

Ifany pun bangkit, lalu mengajak Vita untuk kembali ke kamar mereka, yang khusus disediakan untuk cewek. Namun, tiba-tiba HP Vita berbunyi, rupanya ada sms masuk. Disela-sela kantuknya, Vita membaca :

Vit, selamat ya, promonya sukses. Akhirnya kamu bisa meraih mimpimu. Aku harap kamu tetap mejadi Vita yang dulu, meskipun kamu sudah menjadi artis terkenal. Aku akan selalu ada disini, menemanimu, karena aku sayang sama kamu. Good night, have a nice dream...

Vita tersentak, kaget, sudah lama banget si miskolers itu tidak pernah menghubunginya lagi, dan dia pun sudah bisa melupakannya. Tapi ternyata masih ada, dan muncul lagi didekatnya. Vita benar-benar kaget. Rasa kantuknya seketika hilang.

“Khenapha Vith? Sms dhuarri siaphah sihh?” tanya Ifany disela-sela kuapnya yang dalam. Tapi Vita tidak langsung menjawab, ia malah bengong sambil terus menatap layar HP-nya.

“Kokh malah bengong sihh?! Uaaahhss... dhari siaphha emangnyahhh... huahhhs....” tanya Ifany lagi sambil menahan kantuknya.

“Nih, Lo baca aza sendiri!” rungut Vita, lalu menyerahkan HP nya, dan dengan terpaksa Ifany membuka matanya untuk melihat tulisan di HP Vita.

“Hah! dia muncul lagi?!” seru Ifany kaget, begitu selesai membaca sms di HP Vita, “Ini yang dikirim barusan kan Vit? Kok tahu ya kalau kita mau tidur?”

“Iya, makanya itu gue bingung, padahal udah lama dia gak hubungin gue, tapi Lo baca sendiri kan? Kalau dia tahu gue abis ngapain, lagi ngapain dan mau ngapain?!” Vita mulai panik, “Gue mesti gimana Fan? Sampai kapan gue harus ngalamin kaya gini?”

“Tenang Vit, dia cuma ngasih ucapan selamat aza kok sama Lo,” Ifany berusaha menenenangkan.

“Iya, sekarang. Tapi kedepannya kan kita gak tahu! Mungkin saja dia nekat! Kalau nyulik gue gimana?! Gue takut, Fan?!” Vita masih panik.

“Husy! Enggak lah, dia gak bakal berani senekat itu!”

“Emangnya Lo bisa jamin?! Lo pernah denger kan ada artis luar negeri yang diculik dan dibunuh sama penggemarnya, saking ngefansnya sama dia! Gue gak mau kaya gitu, Fan! Gue ngerasa terancam!”

“Vit, tenang dong, itu gak bakal terjadi, percaya deh! Mendingan sekarang kita ke kamar yuk, istirahat, besok kita omongin lagi, atau kalau perlu kita dateng ke 4444 minta data si miskolers itu, ok” pungkas Ifany, lalu menarik tangan Vita untuk beranjak dari situ. Vita terpaksa menurut.

Bersamaan dengan itu, Arya muncul setelah beres-beres di kamar mandi, dan Bayu pun muncul setelah puas menghirup udara malam di luar. Sepertinya mereka juga sudah sama-sama ngantuk.

“Kenapa lagi Vit?! Muka Lo kusut begitu, cuci muka gih, biar seger!!” tuding Arya pada Vita, “Bukannya seneng, besok kita balik ke Bandung.”

“Nih!” Vita menyerahkan HP-nya pada Arya.

“Apaaan?!” Arya tidak mengerti.

“Lo baca aza sendiri!”

Lalu Arya pun membaca sms yang dimaksud Vita.

“Oh, itu.... sudahlah, gak usah terlalu dipikirin, kirain ada apa?” komentar Arya enteng.

“Tuuh kan, gak ada yang mau ngertiin gue! Semuanya menganggap hal ini sepele! Kalian gak tahu sih yang gue rasain! Lo juga kan, Bay?! Pasti gak dukung gue!” sengit Vita. Bayu tergagap.

“Sekarang ini, yang gue punya cuma kalian, kalian juga tahu kan kalau ortu gue jauh, dan kakak gue sibuk ngurusin keluarganya. So sama siapa lagi gue mesti ngadu kalau bukan sama kalian yang udah gue anggap seperti keluarga gue sendiri!” ungkap Vita kesal. “Ini tuh udah lama, dari dulu, sejak kita masih persiapan audisi sampai sekarang kita udah promo album. Kalian juga tahu, kan? Gue takut!”

“Iya Vit, kita ngerti, tapi Lo jangan panik gitu dong, yakin deh, gak bakal terjadi apa-apa, tenang ya!” Bayu mencoba menenangkan.

“Gimana gue gak panik coba? Dia tuh selalu tahu yang gue lakukan! Gue ngerasa terancam!” sengit Vita lagi, masih dengan ketakutannya.

“Iya...iya..., gue tahu, tapi Lo kudu tenang ya..., pasti akan ada jalan keluarnya...” Bayu masih terus berusaha menenangkanVita.

“Bay, selama ini, Lo yang kita anggap paling dewasa, gue mesti gimana? Semua cara buat menghindar udah gue coba, bahkan cara baik-baik pun udah gue tempuh, tapi dia tetep aza muncul di hidup gue! Pusing, tahu?!!”

Bayu terdiam, mungkin sedang berpikir, hal ini memang tidak bisa dibiarkan terus-terusan, kasian Vita, bisa terganggu mentalnya.

“Yang jelas, Lo mesti tenang, kita semua pasti bantu, nyari solusi yang tepat buat Lo. Lo gak usah khawatir, ok. Gak akan terjadi apa-apa, percaya sama gue, ya! Yang penting sekarang, kita mesti istirahat, untuk memulihkan stamina kita, masih banyak yang harus kita lakukan...” pungkas Bayu tegas. Vita mengangguk.

“Sini, Ar, gue jadi penasaran,” kata Ifany sambil mengambil HP Vita yang masih di tangan Arya, “Gue mau telpon dan bilang sama dia supaya jangan ganggu Vita lagi, lama-lama kesel juga!”

Ifany pun memilih nama si miskolers dan memijit tombol yes. Semua diam, membiarkan Ifany bereksperimen. Panggilan pun terhubung. Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi ringtone di saku Bayu. Kontan semua mata tertuju pada Bayu. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak masing-masing. Seketika rona wajah Bayu berubah. Bayu terlihat gugup sekali, ia jadi salah tingkah.

“Bay...?!” tanya Ifany memecah sunyi. Bayu hanya diam. Wajahnya tertunduk. Lalu Fany memutus panggilan, seketika ringtone di saku Bayu pun berhenti.

“Lo, Bay?” tanya Arya dengan rasa tidak percaya. Bayu masih terdiam.

Vita tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap lekat ke arah Bayu. Akhirnya misteri ini terjawab, dan Bayu-lah si miskolers itu. Berbagai perasaan bercampur baur di dadanya. Sungguh tidak menyangka, kalau ternyata Bayu yang selama ini menjadi Secret Admirer-nya. Bayu semakin gugup, rupanya dia lupa mematikan hp yang biasa dipakai buat miskol Vita. Suasana menjadi sedikit tegang. Angin berhembus perlahan, menerpa wajah-wajah mereka, hanya hembusan nafas yang terdengar.

Bayu mengangkat muka, “Iya, gue, gue yang selama ini miskolin Vita...” Bayu mengakui perbuatannya.

“Sebenernya gue gak mau ngelakuin itu, gue pun pengen jujur sama Vita kalau gue tulus menyayanginya. Tapi gue gak bisa! Kalian inget kan? Komitmen kita di awal, kalau diantara kita tidak boleh ada yang saling jatuh cinta, dan gue gak bisa melanggar komitmen itu! Tapi, perasaan ini gak bisa ditahan, gue butuh untuk ngungkapin perasaan gue padanya, makanya gue pilih cara seperti ini... Maafin gue, kalau gue udah bikin repot kalian...” tutur Bayu panjang lebar. Ia mengungkapkan semua yang ada di hatinya dengan jujur.

Semua masih terdiam. Terpekur dengan perasaan masing-masing.

“Wooiii, kalian udah pada bangun ya?! Kok gak bangunin gue sih?! Gue kesiangan ya?” celetuk Rico yang tiba-tiba sudah ada di tengah-tengah mereka. “Ada apaan sih? Kok pada bengong begitu?” lanjutnya heran.

Di ufuk Timur, matahari mulai menyingsingkan cahaya fajarnya. Sayup-sayup terdengar suara ayam jantan mulai berkokok di kejauhan, ditingkahi suara Adzan shubuh yang mengalun merdu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun