Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[HORORKOPLAK] Empat Lelaki Penakut yang Bersembunyi di Dapur

10 Januari 2017   18:17 Diperbarui: 10 Januari 2017   18:18 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, di pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan ruang bale, saya berpapasan dengan mereka, yang berlari masuk dengan tergesa. Tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat. Tidak sempat bertanya, saya dan Obi pun balik kanan dan ikut berlari. Jadi ikut deg-degan dan panik.

Dapur adalah tempat yang kami pilih untuk ‘bersembunyi’. Kami merapat ke dinding, berjejer menghadap tembok. Namun, sesekali saya menengok, karena sebenarnya penasaran juga, ada apakah gerangan? Tapi, sekian lama kami berdiri, tidak ada sesuatu yang terjadi, selain napas Ari dan Kaka yang masih balapan.

“Aya naon, sih?!”16) Saya bertanya ketus.

“Aya nini-nini, bodas A. Iihh!”17) Ari menjelaskan disela hembusan napasnya yang masih tak beraturan. Gugup dan bergidik.

Apa? Nenek-nenek? Jangan-jangan... Seketika bulu kuduk saya meremang. Ini memang sudah sangat larut, malam sudah lama melewati puncaknya, dan gonggongan anjing terdengar pilu dari kejauhan, semakin menambah aura horor. Tapi, saya tetap penasaran. Saya pun menguatkan mental sembari merapal doa-doa yang saya ingat.

Saya putuskan untuk melihat ke TKP. Perlahan saya beranjak. Rupanya mereka juga penasaran, atau mungkin takut, dan gak mau ditinggal? Kami berjalan beriringan, saya di depan, mereka mengikuti sambil memegangi kaos bagian belakang saya. Kami berjalan seperti maling, mengendap-endap, dan tak ada yang berani bersuara. Detak jantung terdengar berdegup kencang.

Melewati pintu yang tadi kami berpapasan, artinya kami sudah tiba di ruang bale. Pintu masih sedikit terbuka, sekilas kulihat motor masih tetap di tempatnya. Tidak kulihat ada orang di luar. Saya benapas lega. Tubuh saya buat sedikit rileks, dan berbagai pikiran tak jelas saya enyahkan. Hmmmhhh....

“Gak ada apa-apa.” Saya berbisik, menenangkan. Mereka hanya menjawab dengan anggukan. Rupanya rasa takut belum sepenuhnya hilang, meski saya lihat tidak segemetar tadi.

Saya beranikan untuk membuka pintu dan keluar, “Aaa...!” Refleks saya balik kanan dan melesat masuk ke ruang keluarga. Sontak, mereka pun ikut-ikutan.

Saya melihat sesosok mahluk (saya belum yakin kalau itu manusia) berdiri membelakangi, di balik pintu yang masih tertutup. Dan sekilas, sepertinya menyerupai nenek-nenek. Rambut putih tergerai, mengenakan kebaya jadul yang sudah lusuh, bawahan kain batik yang juga belel, dan membawa gembolan.

Otak jernih saya kembali bekerja, mempertanyakan, benarkah dia hantu? Eh, dia napak tanah atau melayang, ya? Tapi dia tidak mengejar ke dalam, atau jangan-jangan... tidak kasat mata? Entahlah. Tapi, rasanya saya tidak begitu yakin, kalau sosok itu beneran hantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun