Insiden Tolikara, Papua mungkin kini mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, peristiwa pembakaran kios yang menyebabkan terbakarnya mushala itu terjadi antara dua agama besar di Indonesia. Peristiwa ini terjadi karena jemaat salah satu gereja di Tolikara tersebut sedang mengadakan kegiatan dan merasa terganggu dengan pengeras suara saat masyarakat muslim disana sedang shalat Ied.
Insiden diduga diawali oleh tembakan polisi yang berusaha membubarkan jemaat yang sudah mulai anarkis tersebut. Tembakan itu menyebabkan tewasnya satu orang dan belasan orang luka-luka. Massa membalasnya dengan membakar kios disekitar itu. Berhubung tidak adanya pemadam kebakaran dan sulitnya mendapatkan air di daerah Tolikara, api merembet ke masjid sebesar 120m2 itu. Jelas insiden ini membuat marah masyarakat muslim di Indonesia karena terjadi di hari kemenangan Idul Fitri. Sampai saat ini polisi masih mencari kronologis kejadian yang pasti mengingat setiap pihak memberikan keterangan yang berbeda-beda.
Ya, untuk masalah sesensitif ini pasti tiap pasang mata tertarik untuk menyimaknya. Mulai dari desakan masyarakat untuk mengusutnya hingga galangan dana untuk membangun kembali masjid tersebut. Bahkan, banyak masyarakat justru meresponnya dengan hal yang destruktif. Hal ini saya dapatkan dari komen-komen di berita terkait insiden ini dan banyaknya berita di akun-akun yang bersifat menghasut. Saya sangat heran masih banyak saja masyarakat Indonesia yang menanggapinya dengan tidak baik. Menurut saya hal ini akan menimbulkan perpecahan yang semakin besar di masyarakat dan akan merembet ke daerah lainnya saja.
Saya tidak ingin membahas insiden memilukan ini lebih lanjut karena sudah banyak yang membahasnya. Hal yang ingin saya sampaikan adalah adakah masyarakat tersebut mengetahui bahwa di Papua tidak hanya terjadi insiden Tolikara? Adakah yang mengetahui bahwa di daerah Lanny Jaya, Papua sedang terjadi bencana darurat embun beku? Daerah Lanny Jaya kini sedang dilanda bencana darurat embun beku. Peristiwa ini tergolong aneh, sebab saat siang hari, embun yang menyelimuti akan berubah menjadi minyak pada siang harinya. Hal ini menyebabkan tanaman-tanamanan kebun warga layu dan mati. Selain itu, air yang dimiliki warga juga menjadi tidak laik konsumsi karena menjadi berminyak. Akibat matinya tanaman-tanaman tersebut, masyarakat dipastikan tidak memiliki persediaan makanan sampai satu tahun kedepan. Bayangkan apakah yang harus mereka lakukan jika tidak mempunyai stok makanan selama satu tahun. Pada 14 Juli lalu, dilaporkan sudah 11 orang tewas, lima diantaranya adalah anak-anak dan mereka tewas akibat kedinginan dan kelaparan.
Tentunya pemerintah sudah mengambil tindakan untuk mengirimkan beras, mie instan, obat, dan lainnya. Tetapi pengiriman tersebut masih terkendala cuaca yang harus dihadapi. Mungkin kalian akan memikirkan, “toh, pemerintah sudah mengirimkan bantuan, masalahnya sudah teratasi. Untuk Tolikara kan belum teratasi!” Mungkin benar apa yang dikatakan tersebut. Tetapi hal yang saya ingin minta adalah kepedulian masyarakat Indonesia kepada papua. Jangan hanya hal yang berkaitan dengan orang tersebut, ia baru membuka mata terhadap masalah yang ada. Bukalah mata juga untuk mereka, warga Papua yang sedang membutuhkan uluran tangan akibat bencana, yang sebenarnya ada kaitannya dengan kita, yaitu satu warga Indonesia, karena papua adalah bagian dari Indonesia yang terkadang kita lupakan oleh kepentingan pribadi kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H