Mohon tunggu...
Justine Putra Mahariady
Justine Putra Mahariady Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bahasa Itu Mudah, Jangan Dipersulit

22 Mei 2024   11:46 Diperbarui: 22 Mei 2024   11:51 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kita tentu pernah menemui segolongan kecil orang yang berkata antara lain "Jangan lagi sebut podcast, sebut saja siniar", "Sebut saja anjangsana, karena lebih inklusif ketimbang silaturahmi", "Sekarang pukul 10, bukan jam 10", "Jam dan menit itu dipisahkan dengan titik, bukan dengan titik dua", "Yang baku itu nasihat, bukan nasehat", "Acuh itu artinya peduli, bukan tidak peduli", "Waktu dan tempat dipersilahkan itu tidak logis", "Yang baku itu silakan bukan silahkan", dan sebagainya. Dalam ilmu bahasa, pemikiran semacam ini dikenal dengan nama preskriptivisme. Menurut Cambridge Dicitonary, preskriptivisme didefinisikan sebagai "suatu paham bahwa ada penggunaan bahasa yang salah dan benar dan bahwa buku-buku pengajaran bahasa harus mengandung aturan yang harus dipatuhi, alih-alih menjelaskan bahasa secara apa adanya". Dengan kata lain, orang-orang preskriptif ini secara sengaja mempersulit bahasa dan tentu saja kita tidak ingin itu terjadi. Oleh karena itu, harusnya kita abai saja terhadap mereka dan lebih mendengarkan orang-orang yang berpikiran sebaliknya, yaitu deskriptivisme.

Seorang ahli bahasa ternama Indonesia, Harimurti Kridalaksana, dalam buku Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (2007) menyebut bahwa "yang dipentingkan dalam linguistik ialah apa yang sebenarnya diungkapkan seseorang, dan bukannya apa yang menurut si penyelidik seharusnya diungkapkan". Itulah definisi dari deskriptivisme ini. Jadi, orang-orang deskriptif cenderung memandang bahasa dan segala unsur di dalamnya sebagai sesuatu yang muncul, hilang, dan berubah secara alami. Mereka tidak akan memaksa kita mengganti kata podcast dengan siniar jikalau memang itulah kata yang sudah biasa kita gunakan, begitu pula dengan kata silaturahmi serta cara membaca dan menuliskan jam dan banyak lagi contoh lainnya yang telah disebutkan di atas.

Keunggulan dari deskriptivisme ini adalah bahwa ia tidak akan membebani otak kita dengan aturan-aturan dan kata-kata baru yang sejatinya tidak penting dan relevan dengan komunikasi sehari-hari. Tidak perlu repot-repot menghafal dan mengingat-ingat kata tetikus jika dengan menyebut mouse saja orang sudah memahami barang apa yang kita maksud. Ketika kita memakai kata tetikus justru akan ada banyak orang yang tidak paham sehingga komunikasi menjadi tidak efisien. Begitu pula dengan kata-kata rekaan lainnya yang berhubungan dengan teknologi seperti salindia untuk slide, surel untuk e-mail, dan daring untuk online.

Selain dalam hal kosakata, deskriptivisme juga memiliki keunggulan dalam tata bahasa yaitu memendekkan kalimat sehingga komunikasi menjadi lebih singkat dan cepat tanpa menghasilkan kesalahpahaman. Sebagai contoh ketika kita sedang berada di warung nasi dan kita ingin memesan nasi dengan lauk ayam, orang-orang preskriptif mungkin akan berkata bahwa cara memesan yang benar adalah "Bu, saya pesan nasi sama lauk ayam". Realitanya tentu saja tidak demikian. Kita cukup mengatakan "Bu, saya ayam" dan Ibu itu akan langsung paham apa yang kita maksud dan tidak akan mengira bahwa kita adalah seekor ayam. Hal semacam itu berterima dalam deskriptivisme.

Dalam pendidikan, deskriptivisme juga akan sangat memudahkan orang-orang yang ingin belajar bahasa Indonesia, baik dari latar belakang penutur bahasa daerah (seperti di sekolah-sekolah), maupun penutur bahasa asing. Para penutur ini tidak perlu direpotkan dengan segala macam hafalan di atas kertas karena cara terbaik untuk belajar bahasa adalah dengan praktik langsung di lapangan, berbicara dengan penutur asli di kehidupan sehari-hari. Ini tentu saja sejalan dengan deskriptivisme itu sendiri. Selain itu, penggunaan kata-kata asing untuk istilah-istilah tertentu yang tidak serta-merta dicari padanan Indonesianya akan sedikit memudahkan penutur asing karena mereka tidak perlu lagi mempelajari kata-kata baru untuk istilah-istilah tersebut.

Bersifat adaptif adalah keunggulan lainnya yang dimiliki deskriptivisme. Ada satu kebingungan yang sangat populer dalam tata bahasa Indonesia, yaitu penggunaan di sebagai kata depan penunjuk lokasi (seperti di pasar, di kantor, atau di sekolah) dan di- sebagai awalan pada kata kerja pasif (seperti dimakan, diminum, atau dibawa). Di sekolah-sekolah sudah umum diajarkan bahwa di yang mengawali nama tempat harus ditulis dengan spasi, sedangkan di- sebagai awalan kata kerja pasif, wajib ditulis tanpa spasi. Padahal pada faktanya, masih umum ditemui tulisan-tulisan yang yang menyalahi kaidah tersebut. Namun, apa yang terjadi. Semuanya baik-baik saja. Komunikasi masih berjalan lancar dan masyarakat umum masih memahami makna tulisan-tulisan tersebut. Tidak ada yang terganggu dengan hal tersebut selain orang-orang preskriptif. Kurang lebih sama dengan yang telah disebut oleh Harimurti Kridalaksana di atas, bahwa deskriptivisme di sini berpandangan bahwa bukan orang lain yang harus berbahasa sesuai kemauan kita, tetapi kita lah yang harus mengubah cara kita memandang bahasa tersebut. Sebagai contoh orang yang menulis dipasar tidaklah salah karena berarti ia menganggap bahwa di selain sebagai kata depan penunjuk lokasi juga bisa berperan sebagai prefiks atau awalan penunjuk lokasi sehingga juga bisa ditulis tanpa spasi. Sebaliknya orang yang menulis di makan juga tidak salah karena berarti ia menganggap bahwa di- selain bisa berfungsi sebagai awalan untuk kata kerja pasif, juga bisa berfungsi sebagai partikel yang mengawali kata kerja dasar untuk membentuk frasa yang menunjukkan bentuk pasif sehingga di dalam hal ini juga boleh ditulis dengan spasi.

Deskriptivisme mendorong agar bahasa bersifat lebih fleksibel dan terbuka terhadap perubahan, selama tidak mengorbankan kesalingpahaman dan efisiensi dalam komunikasi, berbeda dengan preskriptivisme yang justru menginginkan hal yang sebaliknya. Akhir kata, bahasa itu mudah, jangan dipersulit.

Referensi

Kushartanti, K., Yuwono, U., & Lauder, M. R. (Eds.). (2007). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Gramedia Pustaka Utama.

prescriptivism. 2024. In Dictionary.Cambridge.Org. Retrieved May 22, 2024 from https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/prescriptivism

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun