Saya sangat bersyukur memiliki pengalaman berkunjung ke salah satu destinasi wisata budaya di Kalimantan Barat, tepatnya di Kota Pontianak. Kunjungan ini bukan kunjungan pribadi tetapi rombongan dengan jumlah sekitar 70- an orang yang terdiri dari  rohaniwan/ti fransiskan se Indonesia.  Perjalanan ditempuh dengan mengendarai bus dari kota Pontianak sekitar tiga setengah jam perjalanan menuju lokasi Rumah Gadang.Â
Kunjungan ini sudah direncanakan dan bagian dari kegiatan pertemuan INFO JPIC Indonesia. Pertemuan ini adalah pertemuan antar Fransiskan/nes yang bergerak di bidang Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan. Tema pertemuan ini adalah "Menanggulangi dan Mengatasi Perbudakan Manusia (Human Trafficking) di Era Modernitas". Informasi tentang pertemuan ini akan diulas pada tulisan selanjutnya.
Sebagai pendatang dari Pulau Sumatera, saya kagum melihat acara penyambutan yang ternyata sudah persiapkan oleh masyarakat dengan baik mulai dari halaman rumah hingga acara di rumah panjang selama kami berada di situ. Rumah Panjang ini ternyata merupakan destinasi wisata budaya yang dikunjungi banyak wisatawan tetapi pengunjung tidak ada lagi setelah masa Covid-19. Kunjungan kami merupakan kunjungan perdana  pasca covid-19. Kunjungan ini tentu menjadi berkat bagi masyarakat yang kami kunjungi dan lagi berkat yang luar biasa dan diakui oleh masyarakat setempat adalah karena gerimis turun saat kami tiba di lokasi rumah panjang walau begitu acara penyambutan tetap berjalan dengan tarian dan berarak menuju rumah pangjang dan saat acara ramah-tamah di dalam rumah hujan lebat datang sekitar satu setengah jam. Ini adalah hujan berkat karena sudah cukup lama tidak turun hujan dan asap kebakaran gambut menyelimuti udara kalimantan Barat.Â
Di dalam rumah, kami menyalam semua penghuni rumah yang sudah berbaris dan selanjutnya kami dipersilahkan duduk dengan berhadap-hadapan memanjang sambil disuguhkan makanan ringan serta kopi. Acara perkenalan berlangsung dan juga penjelasan tentang rumah panjang. Rumah Panjang ini adalah rumah panjang satu-satunya di Kalimantan Barat yang masih dihuni, sedangkan rumah panjang yang ada di tempat lain masih ada tetapi tidak lagi di huni atau hanya sebagai objek wisata. Panjang rumah Sahapm adalah 108 meter dan terdiri dari 35 pintu. Sambil menikmati makanan ringan, kami juga dipertontonkan tarian-tarian budaya masyarakat setempat bahkan ikut menari bersama.
Ada beberapa hal menarik bagi saya dalam kunjungan ke Rumah Gadang/Sahapm. Mereka tetap mempertahankan budaya dan menjadikannya sebagai destinasi wisata. Cara ini tentu dapat melestarikan budaya setempat. Salam khas suku Dayak dan memiliki makna filosofi yang tinggi, yaitu Adil ka'talino, bacuramin ka'saruga, basengat ka'Jubata. Sapaan ini selalu diucapkan pada acara pembukaan dan penutup. Satu rumah berarti satu keluarga, mereka yang ada dalam satu rumah panjang terdiri dari 30 an keluarga dan mereka menjadi satu keluarga besar di dalam rumah yang sama. Makanan dan masakan khas tetap dipertahankan dan disajikan bagi pengunjung menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Anak-anak hingga orangtua terlibat dalam menyambut para tamu wisatawan menandakan bahwa mereka adalah orang yang terbuka dan ramah.Â
Acara penutup dari kunjungan sekitar tiga jam adalah makan siang bersama dengan menu masakan tradisional dan acara foto-foto. Rindu kembali suatu saat nanti. Terimakasih atas pengalaman ini. Adil ka'talino, bacuramin ka'saruga, basengat ka'Jubata. Horas..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI