[caption id="attachment_218714" align="alignright" width="300" caption="(id.wikimedia.org)"][/caption]
Kemarin, Selasa (27/11) telah berlangsung kegiatan sosialisasi bahaya laten komunis dan paham radikalisme di jajaran Kodam XVI Pattimura, Ambon dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Sosilalisasi ini tak lain bertujuan untuk mencegah adanya bahaya laten komunis dan paham radikalisme serta menjaga keutuhan NKRI," kata Kolonel Agus Firman Yusmono yang menjabat sebagai Asisten Teritorial Kasdam XVI Pattimura saat membuka kegiatan tersebut.
Sementara itu, Letkol Inf Yenoli yang menjadi narasumber dalam sosialisasi itu menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat berguna bagi setiap jajaran TNI untuk mencegah bangkitnya kembali paham komunis dan paham radikalisme di Indonesia, khususnya di Maluku karena TNI bertanggungjawab terhadap berbagai ancaman atas keutuhan NKRI sehingga pembinaan teritorial untuk mengeliminasi berbagai paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, harus tetap diutamakan.
"Setiap paham yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sangat memiliki risiko, sehingga TNI harus dapat mencegah tumbuh dan berkembangnya paham tersebut di masyarakat," ujar Yenoli.
Tema sosialisasi kurang tepat
Sepanjang sejarah Maluku, hanya di Pulau Buru yang dijadikan tempat pengasingan bagi orang-orang yang dituding terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) sejak tahun 1969 sebagai bagian dari penumpasan gerakan 30 September 1965. Tercatat sekitar 10.000 orang diasingkan Di Pulau Buru, mereka yang dikategorikan golongan B (dianggap bersalah tanpa diadili) disebar di 22 unit di Kecamatan Waeapo dengan luas wilayah 235.000 hektar, hampir sepertiga luas pulau.
Namun sejak akhir 1977-1979 atas tekanan dunia internasional, secara bertahap mereka dipulangkan ke kampung halamannya di Pulau Jawa, hanya tersisa sekitar 298 orang karena memilih untuk tetap tinggal di Pulau Buru.
Jika kita membandingkan paham komunisme dan paham separatisme khususnya di Maluku, sepertinya lebih tinggi bahaya laten separatisme daripada komunisme terhadap keutuhan NKRI. Tapi mengapa justru paham komunisme yang ditonjolkan, padahal tidak mendapat respon sedikitpun dari masyarakat Maluku karena paham itu asalnya dari para pendatang yang dibuang di Pulau Buru. Sementara paham separatisme sangatlah jelas di depan mata, mengingat sejarah di tanah Maluku atas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Sosialisasi yang digelar oleh jajaran Kodam XVI Pattimura terkesan sangat pilih kasih terhadap paham separatisme, entah karena menjaga perasaan orang Maluku atau karena hal lainnya, yang pasti katong orang Maluku tetap menginginkan TNI untuk mengeliminir setiap paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi ideologi bangsa kita.