" Tolong pak bupati,jangan tutup mata pencaharian saya. saya adalah tulang punggung keluarga untuk 4 adik adik saya yang butuh pendidikan lebih baik" Yuli, kupu kupu kaliwungu itu berbicara dalam wawancara radio,memohon sambil berkaca kaca matanya. .....hmm, pagi ini..kita bergumul lagi dengan peran sebagai manusia humanis atau ??? Tulisan diatas adalah status facebook salah seorang teman saya Kang Ary yang di posting tadi pagi. Saya membaca tulisan tersebut merasa tersentak, adakah seorang perempuan yang suka dengan rela hati menjadi kupu-kupu malam sehingga ia sampai mengadu kepada Bapak Bupati ketika tempatnya mangkal akan ditutup ? tentu jawabannya tidak, kupu-kupu Kaliwungu adalah sebuah fenomena kemanusiaan yang tidak lagi mampu memilih kemanusiaan itu sendiri, keadaanlah yang telah membuatnya harus rela atau lebih tepatnya terpaksa menjalani lakon seperti itu. Himpitan ekonomilah yang sering menjadi kambing hitam sebuah keadaan. Adakah solusi ? Saya sendiri bukanlah pakar kemanusiaan dengan segala tetek bengeknya, tapi dari kaca mata saya sebagai manusia Indonesia yang tiap saat disuguhi drama kolosal perampokan aset rakyat, saya jadi terpikir begitu kayanya negeri ini tetapi mengapa begitu miskinnya penduduk negerinya. Saya katakan kaya karena memang kenyataannya kita punya segala, masih ingatkan lagunya Bang Koes Plus"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman" lalu dimana surga itu sendiri sekarang ? ketika anak-anak kekurangan gizi, ketika rakyat kesulitan membeli beras, ketika para buruh diperas keringatnya oleh para korporasi-korporasi, dimana surga itu Bang Koes Plus ? Anda saya kira tak perlu menjawab Bang, disisi lain dari negeri kita ini di gedung para dewan yang terhormat yang katanya mewakili suara rakyat, yang katanya adalah pelayan umat, mereka dengan entengnya, dengan mudahnya menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang remeh, Bayangkan, untuk pengadaan pengharum ruangan saja DPR menganggarkan sebesar Rp 1,59 milyar, mencetak kalender tahun 2012 nilainya sebesar Rp 1,3 milyar, parkir motor Rp 3 milyar, lapangan futsal 2 milyar, renofasi toilet Rp 1,3 milyar, dan yang membuat geram saya mau duduk saja harus menyediakan uang Rp 24 juta perorang. Oh! tidak...rakyat susah, rakyat lapar, sedang para wakilnya dipemerintahan bermewah-mewahan. Mereka bilang tempe Indonesia itu lebih bergizi dari ikan kaleng Jepang, tapi lihat dimana mereka menikmati makan siangnya ? Mereka bilang cintai produk dalam negeri, tapi lihat sepatu merk apa yang mereka kenakan ? Ini adalah sebuah tragedi yang sangat memilukan disatu sisi seorang kupu-kupu Kaliwungu rela menggadaikan kehormatannya demi sesuap nasi, dipihak lain kaum berdasi menikmati fasilitas VIPnya. Saya jadi ingat Film Sang Murabbi "Seonggok kemanusiaan terkapar, siapa yang mengaku bertanggung jawab ? bila semua menghindar......, Kang Ary Sakti bilang "Tanyakan pada rumput yang bergoyang"... Buat Kang Ary Sakti, semoga menjadi sakti dan mohon ijin, saya memapai nama panjenengan ditulisan saya. Suwun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H