Ilustrasi - keluarga (Shutterstock)
Orang tua adalah pahlawan! Mereka berjuang saat yang lain menyerah, mereka beraksi saat yang lain sembunyi. Maka sebagai orang tua saya ingin berbagi kepada pahlawan-pahlawan lainnya tentang perjuangan ini.
A – Arahkan (directing)
Setiap orang tua bertugas mengarahkan dan bukan mendikte. Mengarahkan dan bukan memerintah. Anak akan merasa bahwa hidupnya adalah milik orang tuanya saat kita hanya memerintah dan bukan mengarahkan. Usia anak terus bertambah. Dan seiring pertambahan usianya, anak akan semakin dewasa.
Dalam tahap awal kami mengarahkan Deon dengan ‘memerintah’. Deon, ayo berhenti main.Sekarang makan! Tapi di usia 3-5 tahun Deon mulai diarahkan untuk berdiskusi. ‘Deon, ayo makan supaya nanti bisa main..! Dan pada usia 5 tahun kami mengajak Deon untuk berpartisipasi. ‘Deon, kamu mau makan kapan? Kalau makan sekarang, nanti Deon bisa langsung main..kamu pilih yang mana?’ Kadang sebagai orang tua kita merasa harus terus memerintah anak dan lupa untuk mengarahkan mereka. Hingga anak-anak cenderung terus menunggu tanpa punya inisiatif untuk melangkah.
Â
Anak membutuhkan pemberian. Setiap senin saya berusaha memberikan waktu khusus berdua dengan Deon. Saya berikan dia kesempatan untuk memilih tempat dan apa yang mau Deon lakukan. Tidak hanya itu. Ketika dia berhasil melakukan sesuatu di sekolah atau di rumah kami memberikan dia reward atau penghargaan. Ya! Anak membutuhkan pemberian. Tapi ingat kalau pemberian bukan hanya hadiah saat ia berhasil, tapi juga hukuman saat mereka salah. Keduanya harus berjalan beriringan. Anak perlu belajar apa yang menjadi hak-nya tapi juga perlu mengerti kewajiban-nya.
Deon kami minta untuk berdiri sore itu. Dia melakukan kesalahan. Dan Deon tahu kalau kami marah. Dia sempat berkata agar jangan dihukum. Tapi kami coba menjelaskan bahwa hukuman itu pun karena kami mengasihi dia. Deon pun berdiri. Kali ini Deon tidak terlalu banyak menangis. Setelah selesai saya memangil dia dan memastikan apa yang dia langgar. Lalu kami berdoa. Biasanya Deon minta maaf lebih dulu pada Tuhan lalu saya juga mendoakan dan minta ampun pada Tuhan jika salah. Memeluk dia dan kemudian selesai. Dan anda tahu. Ini bukan akhir segalanya. Deon tetap mengulangi kesalahannya.
Namun Deon bertumbuh menjadi anak yang sadar bahwa hukuman adalah bagian dari pemberian. Sebagaimana dia dapat hadiah karena apa yang baik yang ia lakukan, demikian pula saat ia melakukan pelanggaran. Tentu tidak semua pelanggaran kami lakukan pola yang sama. Tapi yang terpenting adalah Deon tahu apa yang ia tuai saat melakukan kebaikan dan sebaliknya saat ia melakukan pelanggaran.
Â
Suatu kali kami Tanya Deon. ‘Deon, kamu khan sekarang ikut les piano ya. Deon, senang tidak main piano?’ atau Deon mau coba alat musik lain?’ Mencari dan menemukan bakat anak adalah tugas kita sebagai orang tua. Bukan sekedar tugas sekolah. Dan salah satu cara menemukan bakat mereka adalah dengan apa yang mereka senangi. Tentu saya setuju kalau anak kadang cenderung berubah dan tidak tekun. Dan kita perlu mendampingi mereka. Namun kita tetap harus sadar. Anak-anak ini masih anak-anak. Artinya, waktu mereka masih cukup panjang. Mereka masih dalam waktu untuk bermain sambil belajar. Sulit memang jika kita hidup dalam iklim pendidikan di Indonesia. Iklim yang kadang memberikan tuntutan yang terlalu tinggi dalam aspek kognitif (pengetahuan) tapi masih kurang minim di aspek karakter (moralitas).
Mencari dan menemukan bakat anak sejak kecil akan menolong kita untuk menumbuh kembangkan rasa percaya diri anak. Mereka bisa bertumbuh dengan pemahaman bahwa hidup mereka berarti dan bermanfaat. Arahkan, berikan kesempatan dimulai dari mencari dan menemukan.