Masalah yang dihadapi oleh ahli waris ketika pewaris meninggal dunia meliputi:
1. Pewaris telah meninggal dunia: Sebelum ahli waris dapat menerima warisan, pewaris harus dinyatakan telah meninggal dunia secara pasti.
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap harta warisan pewaris: Ahli waris memiliki kewajiban mengelola dan memelihara harta warisan pewaris, termasuk membayar biaya-biaya keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan janazah, biaya pembayaran utang, dan melunasi utang pewaris.
3. Pembagian warisan: Ahli waris harus mencari cara pembagian warisan sesuai ketentuan dan membereskan urusan warisan dengan segera.
4. Kedudukan cucu sebagai ahli waris pengganti: Dalam hukum waris Islam, cucu bisa berhak mewarisi warisan dari kakek/neneknya setelah pewaris meninggal, namun kedudukan cucu sebagai ahli waris pengganti masih menimbulkan diskursus dalam hukum.
5. Hak waris bagi cucu: Dalam ketentuan nash al-qur'an, cucu berhak mewarisi harta dari kakek/neneknya setelah pewaris meninggal, namun ketentuan mengenai hak waris bagi cucu masih belum diatur secara jelas dan konkrit.
6. Kedudukan ahli waris pengganti: Ahli waris pengganti adalah individu atau kelompok orang yang berhak mewarisi harta pewaris, tetapi kedudukan ahli waris pengganti masih menimbulkan diskursus dalam hukum waris Islam.
7. Pembagian harta warisan: Dalam pembagian harta warisan, perlu mematuhi serangkaian syarat hukum, seperti wafatnya pemilik harta, status pewaris sebagai Muslim, dan kehendak pewaris.
8. Menghormati kehendak pewaris: Menghormati kehendak pewaris adalah tindakan yang sangat penting dalam pembagian harta warisan, yang mungkin diekspresikan melalui wasiat, harus dihormati sesuai dengan hukum Islam.
Penyelesaian sengketa waris ketika terjadi penguasaan harta waris pada salah satu ahli waris bisa melibatkan beberapa langkah, tergantung pada keadaan dan hukum yang berlaku di negara atau yurisdiksi tertentu. Berikut adalah beberapa cara penyelesaiannya:
1. Mediasi: Pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa dapat mencoba menyelesaikan masalah secara damai melalui mediasi. Mediator yang netral dapat membantu memfasilitasi percakapan antara ahli waris untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
2. Negosiasi: Negosiasi langsung antara ahli waris juga bisa menjadi cara untuk mencapai penyelesaian. Dalam negosiasi, pihak-pihak yang terlibat mencoba mencapai kesepakatan tentang pembagian harta warisan tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Arbitrase: Arbitrase adalah proses di mana pihak-pihak yang bersengketa sepakat untuk membiarkan seorang arbiter atau panel arbitrase memutuskan sengketa mereka. Keputusan arbitrase biasanya diikat dan dapat memberikan cara efisien untuk menyelesaikan sengketa.
4. Pengadilan: Jika upaya penyelesaian di luar pengadilan gagal, pihak yang terlibat dapat memilih untuk membawa sengketa ke pengadilan. Pengadilan akan mempertimbangkan bukti dan argumen dari kedua belah pihak sebelum membuat keputusan hukum.
5. Penyelesaian Luar Pengadilan: Beberapa yurisdiksi memiliki mekanisme penyelesaian sengketa waris di luar pengadilan, seperti dewan penyelesaian sengketa waris. Pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa dapat mengajukan permohonan kepada badan tersebut untuk membantu menyelesaikan sengketa dengan cara yang lebih formal tetapi di luar pengadilan.
Penting untuk dicatat bahwa penyelesaian sengketa waris bisa menjadi proses yang rumit dan emosional. Keterlibatan ahli hukum atau mediator yang berpengalaman dalam kasus-kasus waris dapat membantu memastikan bahwa sengketa diselesaikan dengan cara yang adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Waris dalam Islam adalah konsep yang mengatur pembagian harta benda dan aset setelah seseorang meninggal dunia. Dalam bahasa Arab, pembagian harta warisan disebut "ilm al-fara'id." Konsep ini diatur secara rinci dalam Al-Qur'an dan Hadis, dan menetapkan aturan-aturan yang harus diikuti dalam pembagian harta warisan.Â
Pembagian harta warisan harus mematuhi aturan-aturan agama, yang menetapkan proporsi tertentu dari harta yang harus diberikan kepada anggota keluarga yang telah ditentukan. yang meliputi ketentuan tentang siapa yang memiliki hak untuk menerima warisan, bagaimana pembagian harta harus dilakukan, dan apa saja jenis-jenis harta yang termasuk dalam warisan. Waris bukan sekadar peraturan hukum, tetapi juga memiliki makna yang dalam untuk menjaga keadilan dan keharmonisan keluarga. Berikut ini beberapa aspek penting mengenai waris dalam Islam :
1. Mengelola Risiko Finansial, ketika sepeninggal salah satu anggota keluarga dan harta waris tersebut menjadi ladang rezeki ataupun dapat memperbaiki finansial keluarga yang lebih membutuhkan.
2. Menjaga Kestabilan Keluarga, Dengan adanya sistem warisan yang adil, semua anggota keluarga dapat merasakan keadilan. Hal ini membantu mencegah konflik internal dalam keluarga
3. Menjaga Keadilan dalam Pembagian Harta Warisan, Aturan-aturan yang jelas dan adil memastikan bahwa setiap ahli waris mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan agama dan telah tertulis jelas aturannya di dalam Al-Qur'an.
Penyelesaian pembagian warisan melalui pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Hal ini disebutkan dalam Pasal 192 KHI yang berbunyi: Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan secara aul menurut angka pembilang.
Sedangkan secara RAD agar asas keadilan berimbang dapat diwujudkan waktu penyelesaian pembagian warisan, penyesuaian dapat dilakukan melalui rad yakni mengembalikan sisa (kelebihan) harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing.
Dalam rumusan tersebut tidak dibedakan antara ahli waris karena hubungan darah dengan ahli waris karena hubungan perkawinan. Penyelesaian pembagian warisan dapat dilakukan dengan damai berdasarkan kesepakatan bersama. Di dalam KHI hal tersebut dirumuskan dalam Pasal 183 KHI yang berbunyi:
Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.
Penyelesaian sistem penggantian tempat dalam waris di Indonesia terdiri dari tiga sistem: hukum kewarisan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum kewarisan Islam, dan hukum kewarisan adat. Dalam hukum kewarisan Islam, pasal 185 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.Â
Penggantian tempat dalam Kompilasi Hukum Islam pada prinsipnya sama dengan penggantian tempat dalam hukum kewarisan Perdata, yang menggantikan hak hidupnya orang yang digantikannya. Dalam hukum kewarisan adat, penggantian tempat dalam garis lurus ke bawah tanpa batas.
DINDA MIFTAKHUL JANNAH_222121082
RESKA NURVIANI_222121095
FALAH ALAUDDIN ZUHDI_222121105
JOVITA FEBRINE WIDODO_222121117