Nampaknya sudah bukan hal asing dan mengejutkan lagi jika kelebihan konsumsi pada minuman beralkohol di Indonesia menuai banyak kritikan sosial dan kritik secara subjektif bagi para pembencinya. Data seputar pengonsumsi minuman keras yang dicanangkan oleh National Survey on Drug Use and Health (NSDUH) 2022 mencatat setidaknya kurang lebih ada 1.500 mahasiswa yang kehilangan nyawa karena kelebihan mengonsumsi minuman tersebut.
Beberapa kalangan masyarakat, khususnya Mahasiswa menganggap bahwa mengonsumsi minuman beralkohol dapat memberikan efek tenang. Alih-alih berdampak tenang, minuman beralkohol justru mengakibatkan kecanduan bagi siapa saja yang berlebihan dalam mengonsumsinya. Jika seseorang sudah kecanduan, maka individu tersebut lebih rentan mengalami depresi. Iya, kami paham, Mahasiswa tugasnya bertumpuk-tumpuk serupa gunung sampah di Bantar Gebang, tapi bagaimana jika kerusakan otak menurunkan kemampuan proses berbahasamu? Bukankah hidup ini selalu bertumpu pada kata dan bahasa?Â
Telusur lebih jauh lagi, ternyata masih banyak efek negatif yang dapat kita rasakan jika sudah kecanduan minuman keras. Melansir dari British Journal of Clinical Pharmacology mengungkapkan bahwa etanol (bahan kimia aktif dalam minuman beralkohol) memiliki efek toksik secara langsung pada saraf yang dapat membahayakan sel saraf dengan konsumsi alkohol berulang dan berlebihan. Alkohol adalah zat yang dapat memengaruhi sistem saraf pusat, maka susunan kimia otak bisa berubah dan menimbulkan perilaku agresif bagi para pecandunya.
Tidak hanya sampai di sana, molekul alkohol akan memberikan efek kepada sistem saraf pusat sehingga kinerjanya untuk berpikir, menggerakkan otot, dan berbicara (disartria) jadi menurun. Penurunan kinerja dalam berbicara inilah yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi sehingga menimbulkan gangguan berbahasa pada pecandu minuman keras.Â
Mengutip dari buku Berbagai Gangguan Berbahasa pada Anak garapan Sidharta (1984) gangguan berbahasa dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, dan (3) gangguan berpikir. Dalam kasus ini, gangguan komunikasi yang terjadi pada pecandu miras meliputi gangguan berbahasa dan gangguan berpikir. Sebetulnya, tanpa kecanduan pun mengonsumsi alkohol merusak semua organ tubuh secara berangsur-angsur. Utamanya merusak produktivitas otak secara akut (intoksisasi, delirium) atau kronis (ataxia, pelupa, dan koordinasi motorik) (Aliah, 2008).Â
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan melibatkan suatu bahasa. Ini berarti daerah Broca dan Wernicke harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut menyebabkan terjadinya gangguan bahasa. Pada banyak kasus, biasanya pecandu minuman alkohol kerap mengeluarkan kata-kata yang terbentuk dari pola tidak beraturan dan membahas hal-hal atau menjawab pertanyaan dengan cara tidak relevan. Jika dilihat dari gejalanya, para pecandu minuman keras terlihat menyerupai gejala yang diderita oleh penderita sisofrenik. Para pecandu minuman keras tidak banyak berkomunikasi dengan dunia luar, tetapi banyak berdialog dengan diri sendiri akibat mengalami halusinasi. Hal inilah yang nampak serupa dengan gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir atau schizophrenik word salad.Â
Memang telah ditemukan bahwa konsentrasi alkohol mengganggu fungsi intelektual. Dalam pengonsumsiannya, alkohol dianggap bisa menghasilkan perubahan dalam produksi bicara yang sering digambarkan sebagai "bicara tidak jelas". Penelitian efek alkohol yang dilakukan oleh Sobel menjadi salah satu penelitian yang relevan terkait dengan masalah ini. Sobel meminta 16 pria pecandu alkohol untuk membaca sebuah bacaan pada saat sadar dan setelah meminum alkohol berdosis tinggi.Â
Pada alkohol berdosis tinggi, subjek membutuhkan waktu lebih lama untuk membaca bacaan dan memiliki lebih banyak interjeksi kata, interjeksi frasa, interjeksi bunyi, penghilangan kata, revisi kata, dan sufiks yang rusak dalam ucapan mereka sehingga benar diketahui bahwa konsumsi alkohol dapat mempengaruhi kemampuan berpikir dan komunikasi.
Mengurangi konsumsi minuman alkohol bagi pecandu memang butuh konsistensi dan kesabaran penuh. Dengan memahami segala dampak negatif minuman alkohol di atas, diharapkan kebiasaan buruk tersebut dapat dipertimbangkan kembali. Seperti yang dikatakan oleh H.G. Gadamer bahwa "Status manusia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa". Untuk itu, jagalah fungsi otakmu dan menghindar dari minuman alkohol karena pikiranmu mempengaruhi bahasamu.Â
 Referensi:
Sidharta. 1984. Berbagai Gangguan Berbahasa pada Anak. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.