Pernahkah kamu menyambangi rumah milik temanmu yang berdomisili di Tanah Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta? Jika iya, coba ingat-ingat sebentar apakah saat bertemu dengan orang tua mereka kamu sempat mendengar beberapa kalimat manis, bernada lembut dan sopan yang sering diulang-ulang oleh om dan tante si orang tua temanmu tersebut, kalimatnya semacam..
"Lee (merujuk ke si anak lelaki) kancane diajak masuk makan bareng-barang kancane, ibuk wes masak"
("Dik, temen-temennya semua diajak bareng-bareng masuk, makan, ibu udah masak"
atau begini
"Nah gini lho guyub rukun bareng kanca-kancane main ke rumah, nyenengke bulek sama paklik"
("Nah begini lho guyub rukun bareng dengan teman-teman main ke rumah, membuat om dan tante senang")
Ide-ide dan narasi untuk melakukan segala hal bersamaan seperti kalimat diatas erat kaitannya dengan kultur budaya di Indonesia yang cenderung bersifat kolektif, dalam hal ini terkhusus dalam masyarakat Jawa.Â
Hosftede (Samovar, dkk., 2017, h. 224) menyatakan bahwa kolektivisme lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan individu. Kolektivisme memberikan penekanan yang besar pada pandangan, kebutuhan, dan tujuan dalam kelompok.Â
Orang-orang yang memiliki budaya kolektif memandang aktivitas kelompok dengan dominan, harmoni dan lebih mengutamakan kerjasama di antara kelompok daripada fungsi dan tanggungjawab individu.Â
Hal ini dapat terlihat dengan kebiasaan orang Jawa yang sering mengatakan "bareng kancane" atau bareng dengan teman ketika melakukan kegiatan dalam keseharian.Â
Kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dimaknai oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari kebersamaan dan menjalin persaudaraan antar individu.