Mohon tunggu...
Samuel Joviandre
Samuel Joviandre Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan

Seorang mahasiswa di Universitas Katolik Parahyangan, gemar menulis dan meneliti

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Potensi Belimbing Dewa Depok sebagai Indikasi Geografis dalam Kekayaan Intelektual

5 Juni 2024   14:04 Diperbarui: 5 Juni 2024   14:12 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Ritzky Darmawan, Samuel Joviandre, Mesyie Christine, Geraldine Cindykansha

Pada hakikatnya Hak Kekayaan Intelektual tidak hanya mengakui hak kekayaan intelektual individu tetapi juga keberadaan hak kekayaan intelektual komunal. Melalui peraturan perundang-undangan nasional, negara menghormati, melindungi, dan memelihara inovasi, pengetahuan, dan praktik masyarakat adat yang mencerminkan gaya hidup tradisional. 

Hak Kekayaan Intelektual Komunal sendiri dapat berupa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Pengetahuan Tradisional (PT), Sumber Daya Genetik (SDG), dan Potensi Indikasi Geografis (IG). Berbeda dengan segmen hukum kekayaan intelektual yang lain yang bersifat kepemilikan eksklusif dan dimiliki oleh personal, ekspresi budaya tradisional dan indikasi geografis dimiliki oleh sekelompok masyarakat di suatu daerah atau suatu negara yang memilikinya dan terdapat kasus klaim kepemilikan atas aset tersebut oleh pihak yang bukan pemilik seharusnya, sehingga sangat penting untuk menganalisis terkait pengaturan perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional dan indikasi geografis tersebut.

Saat ini salah satu pengaturan mengenai indikasi geografis dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis ("UU MIG"). 

Dalam Pasal 1 angka 6 Indikasi Geografis didefinisikan sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan atau produk yang dihasilkan. 

Berdasarkan definisi tersebut maka ditegaskan untuk suatu barang dan atau produk yang dihasilkan dapat didaftarkan menjadi Indikasi Geografis, maka perlu adanya reputasi, kualitas, dan karakteristik. 

Salah satu hal yang dapat didaftarkan untuk menjadi indikasi geografis adalah Belimbing Dewa asal Depok. Mengingat kepada fakta bahwa Kota Depok sendiri yang dijuluki Kota Belimbing, Belimbing Dewa asal Depok belum didaftarkan menjadi Indikasi Geografis. Sehingga, tulisan ini akan menganalisis apakah sesungguhnya Buah Belimbing Dewa asal Depok dapat menjadi Indikasi Geografis lewat analisis yang dilakukan.

  1. Daerah Asal

Belimbing Dewa dikenal juga sebagai Belimbing Depok. Belimbing Dewa ini merupakan buah hasil karya petani penangkar Depok, Bapak H.Usman Mubin. Buah ini sangat prospektif dikembangkan di Kota Depok dan menjadi buah unggulan yang secara komparatif lebih unggul dibandingkan buah belimbing yang lainnya yang ada di Indonesia. 

Buah ini sendiri banyak ditanam di daerah Limo, salah satu kecamatan di Depok. Dalam proses pengolahan Belimbing Dewa, terdapat Kelompok Tani Tunas Mekar Dua yang beranggotakan 16 orang yang saling membantu baik dalam proses produksi maupun pemasaran.

  1. Karakteristik

Buah bintang ini hanya ditemukan di Kota Depok saja. Disebut belimbing dewa karena ukurannya yang besar, warna yang cerah, dan rasa yang dominan manis. Selain itu belimbing dewa memiliki kandungan air yang banyak sehingga disukai banyak orang. Buah yang berwarna kuning-oranye ini, mengandung vitamin C dan A yang cukup tinggi. Belimbing Depok yang besar dapat mencapai 0.8 kg per buah. Rasa manisnya ditengarai sebagai obat herbal penurun darah tinggi/hipertensi, kencing manis, nyeri lambung, dan sebagainya.

  1. Reputasi 

Sebagai salah satu buah yang berasal dari Depok, Belimbing Dewa merupakan salah satu komoditas unggul di kota asalnya. Belimbing Dewa juga selalu menjadi juara versi Trubus dalam kompetisi buah bermutu nasional. Di Jawa Barat, produksi belimbing paling tinggi berada di Depok. Selain dengan meningkatnya peminat belimbing pada saat pandemi berlangsung, Depok juga dijuluki sebagai kota belimbing. 

  1. Kualitas 

Dalam satu tahun, Belimbing Dewa dapat dipanen sebanyak tiga kali dengan kemungkinan lima kali panen jika cuacanya bagus. Hasil panen dapat bervariasi, namun panen paling besar pernah menyentuh 1,5 ton. Para petani Belimbing Dewa terus mengupayakan kenaikan kualitas Belimbing Dewa dalam segi rasa, bobot dan tampilan.

  1. Faktor Manusia 

Merujuk dari definisi Pasal 1 angka 6 undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi geografis bahwa indikasi geografis merupakan suatu barang/ produk yang karena faktor manusia, faktor alam atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang menjadi dasar barang/produk memiliki reputasi, kualitas dan karakteristik. 

Apabila merujuk dari penjelasan koordinator indikasi geografis jenderal kekayaan intelektual (DJKI); faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi keduanya dapat membawa dampak pada hasil dari suatu produk yang kemudian memiliki karakteristik, kualitas dan reputasi yang kemudian dapat memperoleh perlindungan Indikasi Geografis apabila dimohonkan. 

Faktor geografis menentukan pembentukan kualitas dari suatu produk atau karakteristik yang timbul dari suatu barang atau produk. Sedangkan, faktor manusia menentukan karakteristik dari suatu produk yang membedakannya dengan produk lainnya. 

Belimbing Dewa yang berasal dari Depok merupakan hasil karya dari petani penangkar depok. Belimbing dewa ini berwarna kuning-orange, mengandung vitamin C dan A yang cukup tinggi serta memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan belimbing lainnya, bahkan berat buahnya bisa mencapai 0,8kg perbuahya. 

Belimbing ini menjadi ikon dari kota Depok karena karakteristiknya tersebut. Pembudidayaan belimbing dewa asal Depok ini tidaklah sulit karena pembudidayaannya dapat dilakukan di pekarangan rumah warga. Perawatannya sendiri hanya memerlukan pemupukan serta air yang cukup untuk, selain itu diperlukan peremajaan pohon belimbing agar buah yang dihasilkan tetap memiliki kualitas yang baik dan tidak menurun kualitasnya. 

Buah belimbing dewa ini memerlukan faktor manusia dalam pembudidayaannya, tidak hanya mengandalkan faktor alam depok. Hal ini dapat terlihat dari proses pembudidayaannya yang memerlukan adanya pemupukan serta adanya peremajaan untuk menjaga kualitas serta karakteristik yang dimiliki oleh buah belimbing dewa khas Depok ini. 

depok.go.id
depok.go.id

Kesimpulan 

Belimbing Dewa yang berasal dari Depok memiliki potensi untuk mendapat perlindungan indikasi geografis apabila pemohon sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) UU MIG melakukan permohonan. Buah belimbing dewa ini dapat dimohonkan untuk memperoleh perlindungan indikasi geografis karena apabila merujuk dari definisi pasal 1 angka 6 UU MIG ketentuan terkait karakteristik, reputasi dan kualitas dari buah belimbing dewa ini sudah terpenuhi. 

Selain itu, buah belimbing asal Depok ini tidak bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya, sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat (1) UU MIG. 

Namun, pihak yang akan melakukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan dari indikasi geografis terlebih dulu harus menunjukkan dan membuktikan kebenaran terkait produk belimbing dewa tersebut (karakteristik, reputasi serta kualitasnya) yang membedakan dengan buah belimbing lainnya yang sudah terdaftar dengan indikasi geografis, hal ini sejalan dengan pasal 56 ayat (2) UU MIG. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun