"Jika kita tidak mampu mendidik anak-anak kita untuk saling menghargai, maka apa gunanya keberagaman yang telah Tuhan karuniakan kepada bangsa ini?" — Inaya Wahid, salah satu narasumber Dialog Lintas Agama Ekskursi 2024.
Kutipan di atas menggambarkan semangat Ekskursi 2024 yang diusung Kolese Kanisius dengan tema "Embrace, Share, and Celebrate Our Faith". Dalam kegiatan yang mengajak siswa Kanisius untuk hidup bersama para santri pesantren, keberagaman bukan sekadar konsep abstrak, melainkan sebuah realitas yang dijalani, dirasakan, dan dihargai.
Kegiatan ini diawali dengan dialog lintas agama sehari sebelum ekskursi dimulai. Tiga narasumber, yaitu Banthe Kamsai (Buddhist), Inaya Wahid (Muslim), dan Mateo Jubileo (Katolik), memberikan gambaran mengenai pentingnya toleransi. Bu Inaya menekankan bahwa perbedaan adalah anugerah yang harus disyukuri. "Tanpa toleransi," tegas beliau, "kita tidak mungkin menikmati pendidikan yang kita miliki hari ini." Dialog ini bukan hanya membuka wawasan, tetapi juga mempersiapkan siswa untuk benar-benar merasakan esensi keberagaman di lapangan.
Pada hari pertama ekskursi, para siswa tiba di Pesantren Modern Daarul Uluum. Di tengah suasana pesantren yang sederhana namun bersahaja, mereka diajak untuk mengamati dan bahkan turut serta dalam ibadah sholat. Pengalaman ini memberikan wawasan tentang kedalaman spiritualitas umat Islam. Malamnya, kegiatan debat calon OSIS menjadi momen inspiratif. Santri-santri tampil penuh percaya diri, menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan keterbukaan dalam menerima kritik, dan menjadi sebuah pelajaran penting bagi semua peserta.
Hari kedua dimulai dengan mengikuti kelas-kelas reguler di pesantren. Para siswa terkesan dengan ketenangan suasana belajar, yang memungkinkan mereka menyerap materi dengan lebih baik. Kegiatan RiverWalk menjadi pengalaman unik lainnya, mengajak mereka untuk memahami lingkungan sekitar pesantren, termasuk sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat. Tantangan berjalan melawan arus sungai, dimana kita terkadang-kadang jatuh namun kita tetap bangkit kembali dan melanjutkan perjalanan, mengajarkan kekuatan kolektivitas, kerja sama, dan pantang menyerah dalam menghadapi rintangan.
Hari ketiga, yang sekaligus menjadi hari perpisahan, diwarnai dengan pentas seni yang meriah. Kanisian dan santri bersama-sama menampilkan kreativitas mereka, menciptakan momen penuh kehangatan. Namun, suasana haru mulai terasa saat waktu perpisahan tiba. Perjumpaan singkat ini berhasil menciptakan ikatan yang dalam, mempertegas pentingnya persatuan di tengah keberagaman.
Nilai-nilai toleransi yang diperoleh dari Ekskursi 2024 ini tidak hanya terbatas pada memahami perbedaan, tetapi juga pada merayakan keberagaman sebagai kekayaan bangsa yang tak ternilai. Dalam setiap kegiatan, baik itu dialog lintas agama, mengikuti kelas bersama santri, hingga ikut serta dalam ibadah, kami diajarkan untuk memandang perbedaan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai penghalang atau ancaman. Seperti yang disampaikan Inaya Wahid dalam dialog lintas agama, perbedaan adalah karunia Tuhan yang disengajakan agar kita dapat saling mengenal dan bersatu meskipun berbeda. Pernyataan ini mengajarkan kami bahwa toleransi bukan sekadar saling menghormati, tetapi juga membangun jembatan pemahaman yang kokoh melalui interaksi nyata, kejujuran, dan keterbukaan hati.
Lebih jauh lagi, pengalaman ini menegaskan pentingnya empati dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika kami, para Kanisian, berkesempatan untuk mengikuti ibadah dan kegiatan para santri, kami tidak hanya belajar tentang tradisi dan keyakinan mereka, tetapi juga ikut merasakan kesungguhan, dedikasi, dan kedisiplinan yang mereka tunjukkan dalam menjalankan kewajiban spiritual. Dengan empati, toleransi menjadi lebih dari sekadar konsep; ia berubah menjadi sikap hidup yang memandu tindakan kita sehari-hari. Kesediaan untuk melangkah keluar dari zona nyaman, mendengar perspektif yang berbeda, dan berusaha memahami orang lain adalah langkah awal yang nyata untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Keberagaman yang dirayakan dalam ekskursi ini menjadi pengingat akan esensi Sumpah Pemuda: “satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa”. Seperti pelangi yang indah terbentuk dari beragam warna, harmoni dalam keberagaman tidak akan tercipta tanpa perjumpaan yang tulus di antara berbagai perbedaan. Mengutip Kahlil Gibran, "Kehidupan yang tanpa cinta bagai pohon tanpa bunga dan buah." Ekskursi ini menjadi bukti nyata bahwa cinta terhadap sesama, meskipun berbeda keyakinan, adalah kunci untuk membangun bangsa yang bersatu dan damai.