Mohon tunggu...
Jovan.A.R.
Jovan.A.R. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah UI

Anak Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemberantasan Judi Online Tidak Bisa Bergantung pada Pemblokiran Situs

7 Agustus 2024   13:12 Diperbarui: 7 Agustus 2024   13:12 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Judi  (Sumber foto: www.pexels.com)

Judi Online (judol) masih menjadi momok dalam masyarakat Indonesia. Semua elemen masyarakat, terutama pemerintah, terus berupaya memberantas perjudian di dunia maya. Mengutip dari Liputan 6 (2024), dari hampir 6 juta konten yang terblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo), sepertiga diantaranya berhubungan dengan judi online. Itu berarti sudah ada setidaknya dua juta situs judi online sudah terblokir oleh Kemkominfo. Saat ini, pemerintah lebih sering menggunakan cara pemblokiran situs sebagai upaya pemberantasan judol. Tidak ada yang salah dari langkah tersebut, malah pemblokiran adalah salah satu upaya yang baik. Pasalnya, salah satu faktor dari maraknya judol dalam kalangan masyarakat adalah kemudahan akses. Tetapi, pemerintah terlalu mengandalkan pemblokiran dalam memerangi  praktik judi online. Seharusnya upaya pemblokiran juga diiringi cara yang lain dan masalah judi online tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada Kemkominfo.

Bukanlah hal yang aneh jika kita menyebut judi online sebagai salah satu bentuk dari kegiatan ekonomi. Kalau kita mengingat kembali pada pelajaran ekonomi di SMP/SMA, istilah Produsen, Distributor, dan Konsumen sudah tidak asing lagi. Dalam konteks judi online, bandar judi dan web developer situs judi berperan sebagai produsen, sedangkan para pemain judi (baik itu pemula maupun yang sudah kecanduan) adalah konsumen. Demi melariskan "dagangannya", bandar judi online juga merekrut distributor seperti admin-admin judol (berperan menghubungi penjudi dengan situs-situs judol). Pemberantasan judi online selalu difokuskan pada distributor dan produsen, padahal aspek konsumen juga perlu diperhatikan jika ingin memutus rantai perjudian. Di sinilah titik permasalahannya sebab pemblokiran bukanlah solusi yang ampuh untuk membantu para penjudi. Dalam kacamata ekonomi, judol akan masih menjadi momok selama ada permintaan pasar, meskipun penawarannya terbatas. 

Pertama, pemblokiran situs judi online hanya menutup akses tanpa memberantas motif para penjudi. Setiap orang memiliki motif jika ingin melakukan sesuatu, apalagi kalau kaitannya erat dengan kegiatan ekonomi (produksi dan konsumsi). Menurut Databoks Katadata  (2024), setidaknya ada tujuh motif seseorang melakukan judol, yakni mencari uang (36%), hiburan (18%), melupakan masalah (18%), bayar utang (14%), bosan (7%), kesepian (3%), interaksi sosial (1 %), dan motif lainnya (3%). Itu berarti 50% penjudi menganggap ekonomi sebagai motif untuk bermain karena mereka melihat judi sebagai sarana penghasilan atau upaya pelunasan utang. Lalu, motif terbesar kedua adalah masalah sosial. Judol dipandang sebagai obat menghilangkan kesepian atau kebosanan. Bisa disimpulkan bahwa menurut para penggunanya, judi online tidak dilihat sebagai sebuah perbuatan haram, tetapi sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi atau jasmani. Pada motif ekonomi misalnya, memperoleh uang melalui judi terlihat mudah karena tenaga yang dikeluarkan relatif lebih sedikit, tapi hasilnya bisa lebih banyak.  Selain itu, kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid mengakibatkan praktik-praktik memperoleh uang yang banyak dalam waktu yang cepat (seperti perjudian), menjadi menggiurkan. Pada motif sosial, tidak jarang seseorang terjerumus dalam judi karena pergaulan yang salah. Perkembangan internet yang masif dan fakta Indonesia adalah salah satu negara dengan pemain judi online terbesar di dunia (201.122 pemain menurut Tempo pada bulan April 2024) telah membuka mata kita bahwa praktik judol itu nyata dan ada di sekitar kita. Di sinilah titik lemah dari praktik pemblokiran. Penutupan akses bisa bekerja jika kebanyakan penjudi adalah orang yang rasional, sedangkan orang yang terjebak dengan judi itu cenderung tidak rasional. Ironi dari judi online di Indonesia adalah dua motif terbesar orang melakukan judi online adalah ekonomi dan sosial, sedangkan judi (baik online maupun konvensional) lebih banyak membawa mudharat untuk ekonomi dan sosial. Soal ekonomi, misalnya, orang yang pasti kaya dari judi online adalah bandar judi atau affiliator judol. Konsumen (penjudi) adalah pihak yang sebenarnya paling dirugikan karena bandar judi akan memanipulasi permainan supaya pemain sering kalah. Dalam sebuah podcast di kanal YouTube kasisolusi, Dennis Lim, mantan bandar judi yang sekarang bekerja sebagai pemuka agama, menyebut bandar judi playing God karena merekalah yang akan menentukan siapa yang akan dapat uang dan siapa yang akan kehilangan uang. Pada aspek sosial, banyak masalah sosial yang timbul karena judol seperti hubungan keluarga yang retak, masalah utang untuk top up, hingga kejahatan dan kematian. Masalah yang awalnya mungkin hanya dialami diri sendiri, malah merambat ke orang lain seperti keluarga, teman, bahkan orang tidak dikenal (biasanya pada korban kejahatan). Satu bentuk kesimpulan yang bisa ditarik adalah orang yang rasional akan cenderung menghindari judi online sekalipun hal tersebut dilegalkan dan orang yang tidak rasional atau pecandu akan tetap bermain sekalipun harus menyerahkan kedua ginjalnya.

Lalu, mengapa judi online dengan segala mudharatnya masih laku di Indonesia? Jawabannya adalah judi (dalam segala bentuk) itu bisa menyebabkan candu dan inilah menjadi alasan kedua mengapa pemblokiran bukan solusi yang ampuh. Setidaknya ada dua alasan mengapa judi bisa menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan. Pertama, bandar berhasil memberikan ilusi kemenangan bagi para pemain judi. Jika dijelaskan secara sederhana, penghasilan bandar judi berasal dari kekalahan para pemain dan pada saat yang sama, bandar judi mampu meyakinkan para penjudi bahwa mereka akan menang. Bukanlah hal yang jarang kalau manusia bersedia mengorbankan hal untuk sesuatu menurutnya bernilai lebih besar dan hal tersebut telah dieksploitasi oleh bandar judi. Bagaimana caranya? Penjudi-penjudi yang baru bermain akan cenderung diberikan kemenangan. Melihat adanya keuntungan, mereka akan terpacu untuk terus bermain atau memasukan taruhan yang lebih besar. Pada titik tertentu, para penjudi akan diperlihatkan realita berupa kekalahan yang terus menerus. Pikiran setelah kehilangan uang bukanlah untuk berhenti, tetapi terus bermain untuk hasil kemenangan yang akan menutupi kekurangan yang sekarang. Kalaupun akhirnya menang (lebih tepatnya diperbolehkan menang oleh bandar), tidak serta merta langsung berhenti bermain. Ada faktor psikologis yang lain sekaligus alasan kedua, yakni dopamin (senyawa kimia yang berperan dalam mempengaruhi perasaan manusia) dalam otak. Kegiatan judi yang dilakukan secara berkala tentu akan jadi sebuah kebiasaan. Mayoritas penjudi akan masuk masa dimana mereka akan sengsara tanpa judi karena kebutuhan dopamin mereka adalah judi. Tidak ada judi berarti tidak ada dopamin, dan tanpa dopamin, maka hidup terasa hancur. Tidak heran jika ada istilah mereka yang berhenti judi adalah pemenang yang sebenarnya karena judi mampu memperbudak penggunaannya. Kembali kepada soal upaya pemblokiran, hal tersebut tentu tidak bisa menghapus yang namanya kecanduan. Kekhawatiran terbesar para penjudi bukankah masalah akses, tetapi masalah uang untuk bermain dan dorongan tanpa henti untuk terus bermain. Maka tidak mengherankan jika banyak pemain judi yang telah menjual semua hartanya atau terlilit utang pinjaman online (pinjol) demi memuaskan hasratnya. Jika mendengarkan kisah-kisah dari mantan penjudi atau mereka yang sedang bergumul dengan candu judol, jauh lebih banyak cerita kesengsaraan dibanding kebahagiaan. Hal ini dapat dilihat dari kisah seorang mantan pemain judi online bernama Erlangga Bayu. Dalam kanal YouTube Grace Tahir (2023) dan Abraham Samad SPEAK UP (2024), pria tersebut  menceritakan masa-masa ia harus menjual mobilnya, tiba-tiba memiliki utang, dan kehilangan banyak uang pada hari yang sama mendapatkan kemenangan akibat terikat dengan yang namanya judi online.

Permasalahan ketiga dari ketidakefektifan cara pemblokiran ada pada kepolisian sebagai institusi yang dipercayai untuk mencabut akar judi online. Sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik perjudian dapat berjalan mulus selama bisa menyenangkan oknum aparat. Isu campur tangan aparat dalam judi online sempat diliput dalam acara Aiman (Kompas TV) pada tahun 2022. Aiman Witjaksono (Host dari acara Aiman) menemukan dugaan-dugaan keterlibatan seperti keberadaan konsorsium 303 dengan aliran dananya dan pengakuan dari mantan bandar judi yang pernah dipenjara karena terlambat membayar sogokan. Dalam acara tersebut, beberapa orang pernah menjabat di kepolisian membenarkan adanya oknum kepolisian yang berhubungan dengan bandar judi. Isu konsorsium 303 mencuat setelah kasus terbunuhnya Brigadir Joshua Hutabarat di tahun 2022 karena Ferdy Sambo, mantan irjen polisi yang divonis sebagai dalang pembunuhan, dikatakan memiliki keterkaitan dengan konsorsium 303. Namun, isu tersebut tidak lama bertahan dalam memori masyarakat karena fokus publik lebih tertuju pada kasus utama Sambo (pembunuhan Brigadir Joshua) dan pada tahun yang sama, acara Aiman berhenti tayang. Sempat ada rumor kalau Aiman berhenti tayang karena tekanan dari pihak lain, tapi itu sudah dibantah oleh Aiman dalam kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored (2022). Hingga artikel ini rilis, isu konsorsium 303 masih berupa dugaan. Bukti-bukti yang memperkuat dugaan disebut telah ada, namun jika dirilis ke publik, akan ada riak dalam masyarakat. Sugeng Teguh Santoso, ketua organisasi Indonesia Police Watch (IPW), mengklaim bahwa ia memiliki bukti transaksi antara polisi dan bandar judi di kanal YouTube Forum Keadilan TV (2024). Dua hal dapat dipetik dalam ucapan ketua IPW adalah ia telah menyerahkan data tersebut kepada Aiman Witjaksono (Sugeng Teguh Santoso merupakan salah satu narasumber dalam acara Aiman) dan jika data tersebut diketahui publik, POLRI akan runtuh. Selain adanya dugaan kerja sama aparat dengan bandar judi, tidak jarang ada anggota kepolisian yang justru terbelenggu dengan judol maupun menciptakan kasus akibat judol. Contohnya, pada bulan Januari 2023, seorang sopir taksi online kehilangan nyawa karena salah satu penumpangnya yang merupakan anggota Densus 88, membunuhnya sebab pelaku ingin mencuri mobil korban agar bisa digunakan untuk membayar utang-utangnya. Dilansir dari Kompas (2023), pelaku telah kehabisan uang karena judi online sehingga untuk melunasinya, ia tega melakukan hal keji itu. Lalu, kita mungkin masih ingat pada beberapa minggu sebelumnya, ada kasus seorang polisi di Mojokerto yang tewas dibakar oleh istrinya yang juga seorang polisi.karena sang istri kesal akibat suaminya menghabiskan uang bonusnya untuk judol.

Pertanyaan selanjutnya adalah soal tindakan apa yang seharusnya ditempuh dalam mengatasi momok masyarakat itu. Ada yang mengatakan sebaiknya judi online dilegalkan. Menurut saya itu ide yang buruk. Jika mendengar cerita-cerita dari para mantan pemain judi online (beberapa di antaranya menjadi referensi artikel ini), lebih banyak kerugian yang timbul dari judi online. Ada yang mengatakan selama judi online bisa menghasilkan pendapatan untuk negara, tidak masalah jika dilegalkan. Di luar faktor agama, alasan tersebut menjadi tidak masuk akal apabila beban negara akibat judi online meningkat. Jangan heran bila judol dilegalkan. jika angka keluarga yang hancur meningkat, angka kejahatan meningkat, atau malah angka konsumsi masyarakat menurun karena semua uang konsumsi dialihkan untuk main judi. Cara yang lebih mujarab dibandingkan dengan pemblokiran adalah pemerintah perlu bergerak pada dua sektor penggerak judi online, yakni konsumen (penjudi) dan aliran uang. Upaya menyadarkan masyarakat atas bahaya judi tidak harus dengan cara koersif (seperti penangkapan oleh polisi) maupun terlalu menggurui. Penggunaan budaya sebagai bisa menjadi salah satu cara memberantas judi, seperti lagu Judi karya Rhoma Irama. Kajian tentang bahaya judi tidak harus selalu terpaku pada agama. Kajian berdasarkan ilmu pengetahuan (seperti matematika atau ilmu komputer) juga bisa membantu membangun kesadaran, namun itu juga menjadi tantangan tersendiri karena pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata baik. Terkait masalah aliran uang judol, pemerintah perlu lebih serius dalam mengawasi peredaran uang. Mengingat judol sudah menjadi salah satu bentuk kegiatan ekonomi, maka uang adalah aspek penting bagi bandar judi untuk mengoperasikan bisnis haram mereka. Uang adalah salah satu modal penting dalam bisnis, maka aliran dana yang macet akan sangat berpengaruh bagi bandar judi.  Oleh karena itu, permasalahan judol tidak bisa dikerjakan sepenuhnya oleh Kemkominfo. Kementrian-kementrian yang lain sebenarnya juga bisa berandil dalam upaya pemberantasan seperti kementrian luar negeri (banyak situs judi online milik orang Indonesia yang beroperasi di luar negeri) dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (isu anggota polisi yang terlibat atau terikat dengan aktivitas judol). Lalu, Instansi-instansi pemerintah yang lain seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus lebih aktif dalam melacak aliran uang kepada bandar judi yang masih beroperasi. Terakhir, perlu ada support terhadap mereka yang sedang mengalami kecanduan judol. Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk melepas ketergantungan dari judi online seperti mendekatkan diri kepada Tuhan atau menerima kasih sayang dari keluarga. Hal yang perlu dilakukan hanyalah memiliki tekad untuk berubah dan mengeksekusinya.

 

Sumber Referensi:

Abraham Samad SPEAK UP. 2024, 25 Juni. Pengakuan Eks Penjudi Online Bongkar Rahasia Backing Judi Online. 3 Milyar, Alphard, Camry Ludes !! [Video]. YouTube. Diakses di https://www.youtube.com/watch?v=hze0PLse6ZE. 

Ahdiat, A. (2024, April 24). Pemicu Kecanduan Judi, Ingin Cepat Kaya sampai Kesepian. Databoks Katadata. Diakses di https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/04/24/pemicu-kecanduan-judi-ingin-cepat-kaya-sampai-kesepian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun