Belum lagi dengan fakta ketika berkomunikasi di dunia maya, orang hanya cenderung bergantung pada internet dan dawai dibandingkan dengan komunikasi di tempat umum yang harus memperhatikan lebih banyak aspek seperti suara, intonasi, keadaan sekitar, raut wajah, dan lain-lainnya.Â
Akibatnya, perilaku buruk dalam internet lebih marak terjadi karena jumlah kekangannya lebih sedikit. Faktor kedua adalah kurangnya pengendalian emosi. Setinggi apapun pendidikan seseorang, ia tidak akan rasional jika dirinya dikuasai emosi sebab ia akan bertindak berdasarkan hawa nafsu. Hal ini dapat dilihat dari apa yang terjadi saat ini. Rasa emosi akibat kekalahan Timnas U-23 mengakibatkan banyak warganet melampiaskan kekecewaannya dengan cara mengumpat di dunia maya.Â
Faktor ketiga adalah empati terhadap satu pihak. Ketika suatu pihak dikritik atau mengalami masalah, akan ada pihak lain yang membelanya sekaligus memberi serangan balik kepada pihak yang menyerang terlebih dahulu. Ketika seseorang merasa menjadi bagian dari pihak tertentu, ia akan membelanya secara fanatik karena serangan ke pihak itu sama dengan serangan ke dirinya.Â
Oleh karena itu, Faktor ketiga sering muncul pada topik berbau politik, berkaitan dengan identitas, atau mengandung kontroversi. Pada kasus yang menimpa Timnas Guinea, serangan dari netizen Indonesia muncul karena berkaitan dengan gagalnya mimpi orang Indonesia untuk unjuk gigi di pesta olahraga yang prestisius seperti olimpiade.Â
Sikap warganet Indonesia yang cenderung toxic tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ruang lingkup dunia maya itu luas dan sudah susah bagi manusia zaman sekarang untuk lepas dari internet. Ketika sebuah konten telah masuk ke internet, jejaknya sulit hilang sebab konten tersebut telah dilihat satu dunia.Â
Selain itu, cepatnya penyebaran informasi di masa ini menyebabkan perubahan sosial akibat informasi lebih marak terjadi pada saat ini. Sudah banyak tragedi hingga pertumpahan darah akibat bertutur tanpa etika di dunia maya.Â
Oleh karena itu, bijaklah dalam berinteraksi di dunia nyata. Internet itu seperti api. Ia bisa membangun apa yang ia sentuh dan juga bisa menghancurkan apa yang ia sentuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H