Jim Jones melakukan bermacam-macam eksploitasi di sana. Jim Jones bersikap layaknya tuan tanah yang jahat. Jim sangat mengharapakan para penduduk Jonestown untuk tunduk padanya. Siapa yang melawan atau dianggap tidak sepenuhnya taat, akan terkena hukuman berat seperti dipukul hingga meletakan ular di leher. Anak-anak dan orang tua tidak dikecualikan oleh Jim dalam hal hukuman. Terdapat praktik perbudakan di sana. Karena letak Jonestown yang terpencil, kebutuhan pangan bergantung pada pertanian. Menurut salah satu penyintas, kondisi lapangan sangat buruk. Para pekerja diperlakukan seperti budak, sedangkan Jim hampir tidak pernah turun ke lapangan. Ia sibuk dengan nafsunya atas seks dan narkoba. Mereka yang statusnya hanya pengikut Jim Jones hidup seadanya seperti makan makanan seadanya dan menempati rumah yang diisi puluhan orang. Jim Jones dan orang terdekatnya hidup lebih nyaman, terkhususnya dalam hal pangan dan papan. Dalam suatu waktu di malam hari, mereka terpaksa bangun untuk mengikuti simulasi dari Jim. Melalui pengeras suara, Jim akan mengatakan White Night secara berulang. Jim Jones memiliki rencana untuk melaksanakan bunuh diri massal jika terjadi sesuatu yang dia rasa buruk. Simulasi White Night bertujuan sebagai semacam persiapan.
Sebagai sarana komunikasi, Jim Jones menempatkan salah satu orang pengikut setianya, Sharon Amos, di Georgetown. Dengan adanya Sharon di sana, Jim bisa tahu apa yang terjadi di luar sekaligus alarm jika ada ancaman yang datang. Sebagai kota terbesar di Guyana, tak jarang ada penduduk Jonestown sering singgah ke sana untuk berbagai urusan. Posisi Georgetown sebagai ibukota sudah pasti terdapat kedutaan besar berbagai negara. Dalam beberapa waktu, Jim sering singgah ke kedutaan negara-negara komunis. Tujuannya untuk mengurusi kepindahan mereka ke salah satu negara sebab Jim pun masih merasa Guyana belum aman.
Di sisi lain, mereka yang sudah tidak betah di Jonestown juga tidak bisa mudah kabur. Jonestown dijaga oleh pasukan bersenjata Jim Jones. Hampir semuanya memegang senjata api, dari pistol hingga laras panjang. Jika kabur, siap-siap mati karena sangat mungkin mereka dikejar dan ditembak di tempat. Sebenarnya ada yang pernah kabur dari Jonestown, tapi dibutuhkan perjuangan dan keberuntungan. Contohnya adalah Debora Layton. Ia bisa kembali ke Amerika Serikat setelah mendapatkan kontak Kedutaan Besar Amerika dan menghindar dari bawahan-bawahan Jim Jones yang sedang mencari. Layton. Kisah pelarian Layton mempengaruhi satu orang bernama Leo Ryan, anggota kongres negara bagian California.
Leo Ryan dikenal sebagai politisi yang sering blusukan. Ketika ada sebuah permasalahan sosial, Ryan akan menelusuri tempat yang dimaksud untuk mencari jawaban. Dalam kasus Jonestown, Ryan diminta bantuan oleh sanak keluarga penduduk Jonestown. Mereka khawatir akan nasib kerabatnya, apalagi mereka datang ke Guyana dengan seluruh anggota keluarga. Tanggal 14 November 1978, Ryan beserta rombongannya terbang ke Guyana dengan tujuan untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya dan jika mampu, membawa kembali pengikut Jim yang ingin pulang. Rombongan Leo Ryan terdiri atas sanak saudara pengikut Jim Jones, asistennya, dan reporter.
Sesampainya di Guyana, rombongan itu tidak langsung pergi ke Jonestown. Mereka menginap di Georgetown selama tiga malam. Ryan sempat mengunjungi pusat panggilan Jim Jones. Di sana, ia bertemu dengan tim basket Jonestown yang pada minggu itu berada di Georgetown untuk bertanding melawan tim nasional Guyana. Tiga anak Jim Jones (Stephan, Jim Jr., dan Tim) berada di sana sebagai bagian dari tim basket. Kedatangan Leo Ryan diberitahukan Sharon kepada Jim Jones. Reaksinya tidak baik. Ia merasa semakin tersudut. Semakin waktu, ide bunuh diri massal semakin dekat ke realita. Bahkan, para pengikutnya yang ada di Georgetown sudah diberi pesan untuk mati jika waktunya sudah tiba. Tanggal 17 November, Leo Ryan dan beberapa orang yang bersedia beranjak ke Port Kaituma, kemudian menempuh perjalanan ke Jonestown dengan truk.
Rombongan Leo Ryan menetap selama semalam di Jonestown. Tentu saja Jones melakukan pencitraan pada hari itu. Sebelum kedatangan rombongan Leo Ryan, Jim memperingati bahwa kedatangan Ryan bukan untuk tujuan ‘baik’. Jim Jones juga menyuruh penduduk Jonestown untuk mengabaikan kegelisahan sanak keluarga mereka. Pada malam harinya diadakan “ibadah” yang juga dihadiri Ryan beserta kelompoknya. Dalam satu sesi, Ryan berbicara di atas panggung. Ryan sempat bergurau kalau dia adalah “orang jahat” dalam Jonestown saat ini. Para reporter melakukan wawancara kepada penduduk Jonestown, baik yang lanjut usia (lansia) hingga anak-anak. Jim Jones sendiri juga diwawancarai dan sering menekankan bahwa tidak ada masalah di Jonestown. Kedatangan Ryan ke Jonestown mengundang beberapa reaksi di sana. Ada yang skeptis, ada yang berprasangka buruk, dan ada juga yang memandangnya sebagai hal positif. Penduduk yang ingin keluar dari Jim Jones menyuruh salah satu dari mereka, Vernon Gosney, untuk memberikan daftar nama mereka ke Leo Ryan. Proses pengiriman memo penuh ketegangan, apalagi ketika Gosney menyadari bahwa orang yang menerima memo bukanlah Ryan. Untungnya, memo tidak berada di tangan yang salah. Daftar itu diterima oleh Don Harris, salah satu reporter yang dibawa Ryan. Pada akhirnya, Leo Ryan tahu siapa saja yang akan ia bawa kembali ke Amerika. Keesokan harinya, rombongan Leo Ryan meninggalkan Jonestown beserta 14-16 pembelot. Alasan jumlah defektor sedikit karena bukanlah keputusan mudah untuk meninggalkan Jim Jones. Sekalipun sudah ada jaminan dari Leo Ryan yang merupakan orang pemerintahan, dibutuhkan semacam pengorbanan. Mereka yang pergi meninggalkan Jonestown dicibir atau diberi pandangan sinis dan dingin dari mereka yang masih setia. Bahkan ada yang harus lebih berkorban untuk pergi seperti yang dialami Gosney. Ia harus merelakan putranya diserahkan ke Jim Jones supaya bisa pergi. Sesampainya di port Kaituma, sudah ada dua pesawat yang siap menampung keberangkatan mereka. Paranoia Jim Jones sudah akut. Setelah pesawat yang lebih kecil terbang terlebih dahulu, pasukan bersenjata Jim Jones datang dan menembaki mereka. Salah satu dari para pembelot, Larry Layton, adalah penyusup. Ia sudah dalam pesawat yang terbang duluan. Setelah lepas landas, ia mengeluarkan tembakan dari pistolnya. Beruntung, tidak ada yang terbunuh dan Layton sudah bisa diamankan. Hal itu berbeda untuk penumpang pesawat yang belum terbang. Lima orang terbunuh dalam penembakan. Tiga reporter (Greg Robinson, Bob Brown, dan Don Harris), satu pembelot (Patricia Parks), dan Leo Ryan tewas di sana. Penembakan berlangsung tidak lama sehingga lebih banyak selamat, meskipun harus sembunyi dan beberapa di antaranya terluka.
Antara saat dan setelah penembakan, Jim Jones segera mengumumkan White Night. Kali ini Jim sedang tidak melakukan simulasi. Sudah dipersiapkan Flavor Aid (sejenis soft drink yang tidak berkarbon) yang sudah dicampur dengan sianida. Jim Jones memberikan khotbah terakhirnya kepada para pengikutnya. Jika mendengar rekamannya, suasana saat itu sudah seperti layaknya sekte sesat. Jim Jones mengeluarkan kata-kata yang diluar nalar, namun bukannya takut, pengikutnya justru bersorak sorai. Sembari berkhotbah, Anak-anak adalah kelompok pertama yang diracuni. Proses penyaluran racun dilakukan dengan meminum atau suntikan. Setelah anak-anak, barulah giliran orang dewasa. Hanya satu orang wanita bernama Christine Miller yang mempertanyakan Jim. Usaha wanita itu tidak berhasil karena mayoritas penduduk Jonestown sudah terlanjur percaya pada Jim. Malah, Miller dicibir oleh penduduk yang lain. Tiap menit, ada nyawa yang melayang. Mau dengan racun atau tidak, semuanya harus mati, entah dipaksa untuk dikonsumsi, ditembak, atau ditusuk. Jim Jones sendiri meninggal dunia, tetapi bukan karena racun yang ia buat, melainkan luka tembak. Sampai saat ini, belum diketahui apakah pelatuk digerakan oleh Jim Jones atau orang lain. Di Georgetown, Sharon Amos bunuh diri bersama tiga anaknya. Lebih dari 900 orang tewas. Sepertiga di antaranya adalah anak-anak dan sebagian besar korban adalah orang kulit hitam. Tragedi Jonestown dideskripsikan sebagai murder-suicide. Istilah bunuh diri massal (mass suicide) tidak tepat mengingat tidak semua korban bersedia minum racun.
Tragedi Jonestown tidak melenyapkan semua penduduk. Setidaknya ada 87 orang yang tidak meninggal hari itu. Salah satunya adalah Tim basket Jonestown yang berada di Georgetown. Mereka tidak menuruti perintah Jim Jones. Stephan, Jim Jr, dan Tim Jones adalah anggota keluarga inti Jim Jones yang masih hidup. Tragedi di Jonestown juga tidak membunuh semuanya yang di sana. Ada yang berhasil menyembunyikan diri saat tragedi itu berlangsung. Salah satunya adalah Hyacinth Thrash. Wanita berusia 76 tahun itu bersembunyi di bawah tempat tidur. Ketika keluar dari persembunyiannya, pandangan yang ia terima adalah puluhan jenazah yang berserakan. Pemandangan itu sulit dilupakan bagi Hyacinth dan mereka yang tidak mati di hari itu.
Jenazah baru bisa diidentifikasi dan diangkut pada tanggal 20 November. Jumlah korban yang sangat banyak mengakibatkan militer Amerika Serikat turun tangan. Militer Guyana tidak sanggup menyelesaikannya sendiri karena kekurangan fasilitas dan medan yang sulit disisir. Amerika mengerahkan personel dan pesawat dalam mengidentifikasi jenazah-jenazah. Larry Layton ditahan di Guyana selama 18 bulan. Lalu ia disidang di Amerika Serikat dan dinyatakan bersalah. Keputusan hakim dinilai kontroversial karena Layton menerima hukuman penjara seumur hidup. Vonis tersebut dinilai terlalu berat karena Layton memang banyak terlibat dalam Jonestown, namun tindakannya pada saat penembakan di pesawat didasari oleh dirinya yang sudah dicuci otaknya. Tahun 2002, Layton dibebaskan dari penjara setelah Vernon Gosney, korban tembak Layton pada saat itu, bersaksi untuk keringanannya. Sekalipun beberapa penyintas Jonestown sempat ditangkap, hanya Larry Layton yang divonis oleh pengadilan. Untuk para penyintas atau mantan jemaat People Temple, banyak yang kembali hidup normal dan tidak sedikit yang mengabdikan ceritanya dalam buku. Kejadian itu tidak bisa hilang dalam kehidupan mereka sebab mereka banyak kehilangan anggota keluarga di hari itu. Sebelumnya terjadinya 9/11, Jonestown adalah peristiwa dengan kematian penduduk sipil terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Tragedi Jonestown masih menyisakan beberapa hal yang belum terjawab seperti pertanyaan terkait konspirasi atau mengapa Tragedi Jonestown tidak dilihat sebagai isu dalam kaum kulit hitam.
Tiga anak Tim Jones yang selamat kembali ke Amerika Serikat dan menjalankan kehidupan mereka. Stephan Jones telah menulis banyak artikel dan esai tentang Jonestown. Karya tulisnya bisa dilihat di situs San Diego State University (SDSU), yang juga memuat informasi dan sejarah seputar Jonestown dari penulis yang lain. Jim Jr memiliki hubungan yang rumit dengan olahraga basket karena itulah yang menyelamatkan nyawanya. Ketika putra tertuanya ingin diajari bermain basket, Jim Jr. sempat mengalami flashback tentang hari itu. Seiring berjalannya waktu, rasa traumanya mulai pudar. Putra tertuanya menjadi atlet basket ketika menduduki bangku SMA dan Kuliah. Tim Jones, dibandingkan dengan Stephan dan Jim Jr, tidak banyak diliput kisah atau pandangannya tentang Jonestown. Berdasarkan artikel yang ditulis dari Stephan Jones, Tim cenderung tidak menceritakan pengalamannya. Ia mempunyai empat anak dan sudah tutup usia di tahun 2019. Dilansir dari ABC News (2018), Jim Jr. dan Stephan memiliki persepsi yang berbeda tentang Jim Jones. Sebagai anak angkat, Jim Jr. masih melihat ada aspek positif pada ayah angkatnya karena hidupnya lebih baik pasca diadopsi. Sedangkan Stephan cenderung lebih kritis tentang ayah kandungnya. Stephan melihat Jim Jones sebagai orang yang berbahaya akibat pesan-pesannya.
Setidaknya ada dua dampak yang terlihat di masyarakat Amerika Serikat semenjak tragedi Jonestown. Dampak pertama, munculnya istilah Drinking the Kool-Aid. Istilah tersebut diperuntukan untuk orang-orang yang mengambil risiko tinggi untuk imbalan yang besar. Konotasi Drinking the Kool-Aid merujuk pada hal negatif karena orang tersebut mengambil keputusan berdasarkan hal yang kurang rasional. Hal ini merujuk pada para penduduk Jonestown yang mematuhi Jim Jones untuk minum racun karena imbalan ‘surga’ dari Jim Jones. Seiring waktu, istilah tersebut mulai merujuk pada hal positif, dimana Drinking the Kool-Aid merujuk pada orang-orang yang memperoleh keuntungan besar (biasanya dalam pekerjaan) setelah mengambil keputusan yang sangat berisiko. Pergeseran konotasi terjadi saat figur-figur dalam dunia hiburan dan internet menggunakan istilah itu untuk hal yang lebih positif. Contohnya, Michael Jordan pernah menggunakan istilah ‘Bears’ Kool-Aid ketika menonton pertandingan Chicago Bears, meskipun saat itu ia adalah pemain Chicago Bulls, tak lain merupakan pesaing Chicago Bears. Terdapat dua kesalahpahaman dalam istilah Drinking the Kool-Aid. Pertama, sekalipun jenis minuman sama, Jim Jones menggunakan Flavor Aid untuk racunnya. Kedua, istilah tersebut memukul rata pengikut Jim Jones sebagai orang yang orang yang tercuci otak sehingga bisa minum racun tanpa melawan. Faktanya, tidak sedikit minum racun karena dipaksa atau tidak dilandasi kemauannya. Dampak Kedua dari tragedi Jonestown terjadi pada dunia politik. Kematian Leo Ryan membekas pada Jackie Speier, salah satu asistennya. Speier ikut bersama Ryan di Guyana dan juga mengalami luka tembak saat di Port Kaituma. Peristiwa di Jonestown mendorongnya untuk maju menjadi wakil rakyat, sesuai dengan sumpahnya jika ia selamat. Speier bergerak di legislatif negara bagian California. Ada beberapa tantangan yang dialaminya seperti pernah tidak dipilih dan kematian suaminya di tahun 1995 akibat kecelakaan. Perjalanan Jackie Speier di kongres dimulai pada tahun 2008, ketika Speier menjadi pengganti anggota kongres sebelumnya yang telah wafat. Selama 15 tahun sebagai anggota legislatif, Speier adalah suara kaum liberal di kongres. Isu yang sering disuarakan olehnya adalah tentang pelecehan seksual. Salah satu permasalahan yang ia gaungkan adalah permasalah pelecehan seksual di lingkungan militer.