Mohon tunggu...
Sitti Patahuddin
Sitti Patahuddin Mohon Tunggu... -

Sitti Maesuri Patahuddin is an Assistant Professor of Faculty of Education, Science, Technology and Mathematics, University of Canberra. She was a Postdoc Research Fellow in The University of Canberra Australia. She was also a Research Fellow with the Research Institute for Professional Practice, and Learning and Education (RIPPLE), Charles Sturt University (CSU). She was a lecturer in mathematics education at the State University Surabaya in Indonesia for over 10 years. Sitti has worked as an Indonesian teacher trainer nationally and for the South-East Asia region and also as a mathematics education consultant for primary schools. She spent over a year working closely with primary school teachers in Queensland as a part of her ethnographic study. Before joining CSU, she was a Post-Doctoral Fellow at the University of Witswatersrand, South Africa in 2011-2012, where she researched content knowledge for teaching and facilitated secondary mathematics teachers’ learning. Her research interests include the use of technology to enrich mathematics learning, teacher professional development, assessment of teacher content knowledge for teaching, as well use the uses of video for teaching and learning.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran yang Menakjubkan

31 Agustus 2013   12:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:34 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pembelajaran bahasa Inggris di sekolah Fika membuatku takjub. Ini contoh pembelajaran yang otentik yang melibatkan anak berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, melatih komunikasi, mengintegrasikan teknologi, dan membangun kreatifitas.


Let me tell you this interesting story.
Suatu hari kegiatan pembelajarannya
adalah workshop di bioskop. Bukan untuk nonton film tapi untuk memahami apa yang terjadi di balik pembuatan film.Pakar perfilman diundang untuk memberi workshop tentang proses pembuatan film.

Mendengar cerita Fika sepulang workshop tsb, saya heran dg isi pembelajarannya. Saya mengira, dia dan temannya akan belajar menulis misalnya belajar menulis skenario. Saya mikir, lah ngapain saya tanda tangan untuk menyetujui dia ikut workshop kalau anak saya tidak belajar menulis.

Fika bilang, "bagus banget kok, kami belajar banyak hal menarik." Dia tentu tidak mampu menjelaskan pelajaran dari workshop seharian tsb hanya dalam waktu beberapa menit. Apalagi saya menanyainya saat dia masih capek.Saya pun diam tapi tetap mikir.

Saya betul-betul baru ngeh setelah Fika meminta saya memberi tanggapan atas hasil kerjanya, yaitu sebuah poster dan selembar tulisan untuk menjustifikasi posternya. Saya pun baru tersadar makna pembelajaran dari workshop di bisokop tersebut.

Beberapa hari sebelumnya, saya memang heran, "kok tugas bhs Inggris bikin dia sibuk cari softwere photoshop!" Ayahnya pun sibuk membantu mendownload dan menginstall program photoshop. Dia cukup lama mengerjakan tugas ini hingga pada pekan lalu, saya bermaksud mengajak main di tempat salju, tapi di jawabnya sibuk dg PR.

Rupanya dia bikin poster untuk mempromosikan suatu film. Saya tanya, "apa ini betul-betul hasil kerjamu". Dia bilang "iya, kalau tidak percaya, cari saja lewat google, ini kan hasil saya menggabung-gabungkan berbagai gambar". Saya pun jadi yakin setelah membaca esainya yang maksimal 500 kata untuk menjustifikasi semua keputusan yang dilakukan dalam pembuatan poster, baik warna, jenis huruf, penempatan gambar, ukuran gambar, isi tulisan. Jadi semua unsur poster harus punya makna.Ini kan benar-benar melatih anak membuat keputusan yang bertanggungjawab.

Ini juga berarti bahwa dia harus memahami betul film tersebut dan memaknai proses pembuatan suatu film atau pun suatu poster. Sungguh suatu pembelajaran yang mendalam.

Saya diminta menilai tulisannya berdasarkan rubrik penilaian yang disediakan oleh guru. Dalam hati kubilang, saya mah nggak mampu bikin tulisan seperti itu hanya dalam beberapa jam.

Dalam proses penyelesaian tugas ini, dia tentu mengalami kesulitan karena tugas ini kompleks. Ini tergambar dari paragraf terkahir dari tulisannya. “I faced two main challenges. First was to find and decide the pictures I would use. The second was to decide which tools I needed to use to make the poster look good. In the end, after working hard, my poster turned out alright and I feel satisfied with my poster. I also learnt many new things about Photoshop.”

Saya senang karena saya selalu percaya pembelajaran itu terjadi dari proses menghadapi kesulitan dan tantangan.


Saya perhatikan hampir semua tugas yang diberikan oleh guru
disertai dengan rubrik penilaian, dan hasil selalu dikembalikan bersama feedbacknya.
Inilah gambaran budaya akademik di Australia yg bagus kita contoh
, baik di perguruan tinggi maupun di sekolah.

Jadi saat ini, Fika tidak lagi sibuk dengan persaiapan ujian nasional, tapi sibuk dengan tugas-tugas otentik.

Contoh tugas otentik lainnya: pelajaran sains (materi tentang bunyi), dia ditugasi membuat alat musik, mengkaji sejarah alat musik dan bikin esai ttg alat musik tersebut dan menjelaskan bagaimana proses suara tertentu muncul dari alat musik yang dibuatnya.


Untuk pelajaran geografi
: dia melakukan investigasi tentang species yang hampir punah, dan dia ditugasi membuat laporan dg rubrik penilaian yg lengkap. Yang dipilihnya adalah badak bercula satu. Semua tugas ini mensyaratkan para siswa melakukan penelitian dan mengkomunikasikan ide baik secara lisan maupun secara tertulis dan tampak juga bahwa dia semakin menyadari dengan fenomena kompleks kehidupan di dunia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun