Mohon tunggu...
Josua Manurung
Josua Manurung Mohon Tunggu... profesional -

It is not enough to be very good, if you have the ability to be GREAT! BIG GBU!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berapa Kepala Lagi?

24 Desember 2011   00:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:50 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

BERAPA KEPALA LAGI?

Ibu Pertiwiku... berapa kepala lagi yang harus dipancung di negeri orang berapa tangan lagi dipotong... berapa wanita lagi... disiksa dan diperkosa... pulang tinggal nama... baru mereka bersuara lantang seolah tak berdosa... buatkanlah aku lagu pemerintahku... tentang tki yang entah... sudah sampai dimana... Ruyati sudah dipancung... Darsem menunggu gilirannya... Zaenab menunggu akil balig... 303 orang akan hilang kepala... di belati para algojo... pahlawan devisa katanya... pahlawan tanpa tanda jasa... sebutannya untuk senangkan hati pendengarnya... semuanya hanya sampah lain di mulut... lain di hati... lain pula yang terjadi... Ibu... mereka panggil kita indon... kata mereka bangsaku adalah bangsa babu... walau dilarang pergi... ribuan mengantri dari pagi sebrangi perbatasan... ribuan orang tiap bulan baik legal dan ilegal pergi ke negeri 1001 malam... merekalah saudara-saudariku... yang lelah dengan janji-janji kelaparan di negerinya sendiri gemah ripah loh jinawi. hasil alam berlimpah... entah kemana untuk apa... entah dimakan oleh siapa... gengsi kalau tidak korupsi... istri-istri ingin lebih lagi... suami-suami ingin bergengsi... lupa akan harga diri... lupa kalau anaknya... makan butiran nasi korupsi... uang haram yang dianggap halal layaknya pencuri... Ibu... jangan menangis lagi... jika ada yang mati nanti... salahkan kami... memang kami kurang peduli... buruh dibayar murah sekali pegawai digaji serendahnya pembantu digaji seenak kami... sarjana kami mengantri... jadi pegawai negeri seperti mimpi di siang hari... budak di negeri kleptokrasi... kami hanya melirik sesama dari suku, kulit, agama, ras, dan bentuk mata kami sendiri... pantaslah... mereka pergi... mengadu mimpi... berakhir di mata belati ahh... sungguh celaka kami ini... Ibu... tanah airku... INDONESIA. walaupun sedih dan lara... tak usah menangis lagi... akan tiba suatu MASA... dimana semuanya sejahtera sentosa... kiranya TUHAN saja Yang Berkehendak... dengar doamu... dan doaku untuk satu... Indonesia Jaya! BIG GBU! @JM220611.2230.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun