Latar Belakang Krisis Ekonomi 1998
Krisis ekonomi 1998 di Indonesia merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Krisis ini mempengaruhi kehidupan banyak orang dan juga merupakan kunci utama dari krisis finansial Asia yang melanda banyak negara pada akhir tahun 1990-an. Di Indonesia, krisis ini berdampak terhadap hampir pada semua aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, sosial, hingga politik. Krisis ekonomi ini dimulai pada Juli 1997, dimana nilai tukar Baht (mata uang Thailand) terhadap dolar AS dibiarkan turun drastis oleh pemerintah Thailand. Nilai mata uang Baht yang saat itu bernilai 24,7 Baht per dolar AS turun menjadi 20,1. Penurunan nilai mata uang Baht merupakan awal dari krisis ekonomi yang berpuncak pada 8 Desember 1997 ketika 56 dari 58 lembaga keuangan di Thailand kolaps. Krisis ini juga menyebar dan menyebabkan efek domino pada negara-negara di Asia Timur dan Tenggara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Korea Selatan.
Di Indonesia, krisis ekonomi ini sangat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah yang awalnya sekitar Rp. 2.600,00 per dolar AS anjlok menjadi sekitar Rp. 17.000,00 per dolar AS. Penurunan nilai tukar rupiah menyebabkan adanya inflasi yang sangat tinggi, mencapai angka 59,15 pada tahun 1998. Hal ini juga sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat pada saat itu, dimana nilai tukar rupiah yang semakin rendah membuat nilai uang merosot, dengan gaji yang naiknya tidak jauh maka gaji masyarakat memang memiliki nominal yang tidak jauh berbeda, tetapi jika dilihat dengan tolak ukur internasional, yaitu dolar AS, nilainya semakin kecil karena harga barang yang meningkat akibat adanya gejolak nilai mata uang. Krisis ini juga berdampak pada sektor keuangan dimana pemerintah menutup 16 bank pada 1 November 1997.
Adanya krisis ekonomi ini mendorong pemerintah untuk segera melakukan banyak perubahan, Indonesia mengadakan sidang umum MPR pada 1998 untuk memiliki presiden dan wakil presiden baru, tetapi fraksi-fraksi di MPR hanya mencalonkan Soeharto sebagai satu-satunya calon dan karena tidak adanya alternatif Soeharto kembali dilantik sebagai presiden RI untuk periode ketujuh. Terpilihnya Soeharto sebagai Presiden RI lagi membuat masyarakat mendesak  dan menuntut adanya perubahan karena Soeharto dianggap tidak bisa mengatasi dan tidak mampu untuk memulihkan ekonomi dan dibuktikan dengan krisis ini dan juga masalah-masalah lain selama 32 tahun masa kepemimpinannya.
Dampak Krisis Ekonomi
Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia
Krisis ekonomi 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang di Asia anjlok. Banyak mata uang dari negara-negara di Asia Tenggara dan Timur seperti Indonesia, Filipina, Thailand, dan Korea Selatan yang terkena akibat dari krisis ekonomi ini. Bagi Indonesia nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.600,00 per dolar AS menjadi Rp. 17.000,00 AS. Hal ini menyebabkan terjadinya inflasi tinggi pada tahun 1998 yang mencapai 59,1%, inflasi ini menyebabkan daya beli masyarakat turun dan menyebabkan banyak masyarakat jatuh miskin akibat nilai rupiah mereka yang semakin kecil sedangkan harga bahan sehari-hari dan kebutuhan malahan naik. Hal ini membuat nilai tukar rupiah dan harga barang kebutuhan berbanding terbalik. Di sisi lain, banyak juga penutupan usaha-usaha di Indonesia. Penutupan usaha terjadi karena adanya kenaikan pada harga bahan pokok yang juga disebabkan oleh penurunan produksi pertanian seperti contohnya penurunan produksi gula tebu sebesar 8,7% dan perkebunan lainnya sebesar 29,6%. Hal ini menyebabkan harga bahan pokok naik sedangkan nilai rupiah menurun yang membuat toko bangkrut karena harga pokok yang mahal. Di sisi lain, masyarakat juga cukup kesulitan membeli barang hasil produksi karena adanya inflasi harga barang yang tidak sebanding dengan kenaikan gaji masyarakat yang sangat kecil.
Krisis ekonomi 1998 juga menyebabkan bank mengalami kekurangan likuiditas. Likuiditas sendiri yang artinya kemudahan untuk mengubah aset menjadi uang tunai secara cepat, menandakan bahwa pada saat krisis 1998 banyak masyarakat kesulitan untuk mencairkan aset-aset mereka untuk mendapatkan uang tunai. Kesulitan tersebut tidak hanya berdampak pada masyarakat tetapi juga terhadap bank yang memiliki banyak aset. Kekurangan likuiditas ini menyebabkan banyak bisnis dan masyarakat tidak bisa membayar utang mereka, yang memperburuk kondisi masyarakat yang membuat mereka (masyarakat) kesulitan untuk mengakses kredit ataupun melakukan transaksi keuangan dalam jumlah yang besar.
Dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia
Kehidupan masyarakat Indonesia pada krisis 1998 sangat terpengaruh dan banyak yang kehidupannya berubah 180o . Pada saat krisis ekonomi 1998, terjadi kerusuhan 1998 yang terjadi di Jakarta. Kerusuhan besar di Jakarta pada tanggal 13-15 Mei 1998 diawali dengan Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 melibatkan adanya pembunuhan empat mahasiswa trisakti. Pembunuhan empat mahasiswa ini sampai pada tahun 2023 masih belum ditemukan penyelesaiannya. Hasil otopsi dari keempat mahasiswa Trisakti ini membuktikan bahwa mereka meninggal karena adanya peluru tajam yang ditembakkan oleh aparat keamanan. Setelah Tragedi Trisakti, terjadilah kerusuhan besar-besaran di Jakarta pada tanggal 13-15 Mei 1998. Pada masa kerusuhan besar ini, banyak terjadi kekerasan baik secara fisik dan juga psikis. Kekerasan fisik yang terjadi berbentuk kekerasan brutal terhadap individu, penjarahan, perusakan, pembakaran toko, dll yang ditujukan terutama kepada kaum Tionghoa. Banyak toko-toko dari masyarakat kaum Tionghoa yang menjadi target utama pembakaran dan penjarahan serta kekerasan fisik yang ditujukan kepada masyarakat kaum Tionghoa. Masyarakat kaum Tionghoa juga mengalami kekerasan psikis. Banyak juga kaum Tionghoa yang memutuskan untuk mengubah nama Tionghoa mereka menjadi nama pribumi demi mengamankan diri mereka dari serangan. Serangan-serangan ini juga menyebabkan adanya ketegangan etnis dan sosial di Indonesia.
Dampak lain terhadap kehidupan masyarakat, yaitu meningkatnya tingkat pengangguran. Meningkatnya tingkat pengangguran disebabkan oleh kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan. Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami penurunan sebesar 13,68%. Penurunan ini menyebabkan banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan ada kurang lebih 70% dari perusahaan kecil sampai besar yang tercatat mengalami kebangkrutan akibat kesulitan memenuhi kewajibannya. Kebangkrutan ini juga terjadi karena inflasi tinggi yang menyebabkan daya beli masyarakat turun akibat adanya penurunan nilai tukar rupiah.
Dampak Terhadap Politik Indonesia
Pada saat krisis ekonomi di Indonesia pada 1998, Indonesia mengadakan sidang umum MPR untuk menentukan dan memilih calon presiden dan wakil presiden yang baru. Nyatanya, satu-satunya calon yang dicalonkan oleh fraksi-fraksi di MPR yaitu Soeharto yang telah menjabat sebagai presiden Indonesia selama enam periode. Tidak adanya calon lain yang dicalonkan dalam pemilihan presiden yang baru ini membuat Soeharto kembali dilantik menjadi presiden RI untuk periode yang ketujuh. MPR pun mengeluarkan TAP No. V/MPR/1998 untuk memperkuat legitimasi pemerintahan Soeharto. TAP tersebut memperbolehkan/memberikan wewenang kepada Soeharto sebagai Presiden RI untuk mengambil setiap langkah yang dianggapnya layak dan bisa menyelesaikan masalah-masalah serta gejolak sosial akibat krisis ekonomi.
Terpilihnya Soeharto sebagai presiden RI untuk periode yang ketujuh membuat banyak masyarakat kesal dan memberikan tekanan dan desakan yang berat kepada pemerintah untuk mengadakan perubahan politik dan perbaikan ekonomi yang kemudian berkembang menjadi desakan agar Soeharto mundur dari bangku presiden karena dianggap tidak bisa mengatasi masalah dan krisis ekonomi ini. Masalah ini kemudian memanas dan mencapai puncaknya pada Tragedi Trisakti 12 Mei 1998. Soeharto yang pada saat itu sedang menghadiri pertemuan G-15 di Kairo, Mesir pun akhirnya menjawab tuntutan pengunduran dirinya namun ia mengatakan bahwa pengunduran dirinya harus dilakukan secara konstitusional. Masyarakat pun semakin mendesak Soeharto sampai ia akhirnya mengeluarkan instruksi Presiden nomor 16 tahun 1998 untuk menjaga keamanan nasional. Pada 19 Mei 1998, Soeharto juga mengundang tokoh-tokoh seperti KH Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, dan KH Alie Yafie untuk membahas pembentukan Komite Reformasi. Namun hal ini tidak terjadi karena tokoh-tokoh yang diundang menolak bergabung dalam komite ini dan akhirnya membuat Soeharto mengundurkan diri dari bangku kepresidenan pada 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh B.J. Habibie.
Solusi Penanganan Krisis Ekonomi
Berikut beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi seperti pada tahun 1998:
Stabilisasi nilai tukar rupiah
Pemerintah memberlakukan kebijakan fiskal yang berfokus untuk mengurangi defisit anggaran dan meningkatkan pendapatan negara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban keuangan negara dan meningkatkan kas negara sebagai bentuk antisipasi jika terjadi krisis
Pengelolaan utang luar negeri bisa dilakukan dengan cara melakukan kerja sama dengan IMF (International Monetary Fund) untuk mengatur dan mengelola utang luar negeri. Hal ini dilakukan untuk mengawasi utang-utang negara yang ada dan mengurangi utang jangka panjang yang kurang stabil serta meningkatkan utang jangka panjang yang lebih stabil.
Pemerintah meningkatkan jumlah ekspor sebagai salah satu cara meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan juga untuk meningkatkan pendapatan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H